Harga Beras Tinggi, Bulog Perlu Direvitalisai
A
A
A
JAKARTA - Beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Memenuhi ketersediaannya, menjamin keterjangkauan harganya, memastikan akses, dan menjamin kualitasnya adalah mutlak dalam menjaga ketentraman masyarakat dan ketananan nasional.
Ironinya, pemerintah saat ini dinilai gagal menentukan fokus dan strategi mengelola beras agar stabil. Revitaliasi Perum Bulog harus dilakukan demi mengembalikan perannya melindungi konsumen dan petani.
Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati mengatakan, posisi Bulog harus direvitalisasi sebagai stabilisator beras di pasar. Persoalan kelembagaan ini tidak hanya menjadi pintu masuk dalam menyelesaikan salah urus beras, dimana status komando saat ini pada Bulog berbelit dan akhirnya menyulitkan menjalankan tugas utama.
"Status komando Bulog yang ribet, Bulog akan sulit untuk berperan sebagai penstabil harga," ucap Enny, dalam diskusi ‘Salah Urus Beras’ yang digelar Lembaga Kajian Pangan dan Pemberdayaan di Jakarta, Sabtu (23/4/2016).
Data lapangan berbicara, harga beras terendah saat ini di atas Rp10 ribu per kilogram, mendekati harga terendah di November 2015 Rp10.472 per kg. Kenaikan harga beras di pasar dinilai akan terus terjadi, seperti kenaikan harga di November 2014 sebesar Rp9.221 per kg yang naik Rp800 ke November 2015. Hal ini ironis apabila Kementerian Pertanian mengatakan adanya surplus produksi.
Karena itu, Enny menganggap permasalahan beras disebabkan pemerintah absen dalam menyusun kebijakan yang pro terhadap kesejahteraan petani. Dan kata dia, Bulog juga memiliki kendala yang mengakibatkan tidak optimalnya dalam melakukan penyerapan gabah beras.
Selain itu, persoalan beras juga terjadi di tingkat petani yang mengeluhkan krisis kelembagaan sektor hulu, seperti Balai Penyuluhan yang tidak sesuai fungsinya. Misalnya, penggunaan alat mesin pertanian kerap tidak dapat dimanfaatkan petani, tapi malah dipinjamkan lembaga-lembaga pertanian di berbagai daerah untuk fungsi yang berbeda.
Kondisi tersebut karena rapuhnya kelembagaan Bulog. “Bulog inikan bapaknya banyak, ada Kementan, Kemendag, BUMN, Kemensos, dan TNI. Siapapun yang jadi dirut Bulog pasti akan mengalami kesulitan menghadapi model kelembagaan seperti ini,” ujarnya menambahkan.
Ironinya, pemerintah saat ini dinilai gagal menentukan fokus dan strategi mengelola beras agar stabil. Revitaliasi Perum Bulog harus dilakukan demi mengembalikan perannya melindungi konsumen dan petani.
Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati mengatakan, posisi Bulog harus direvitalisasi sebagai stabilisator beras di pasar. Persoalan kelembagaan ini tidak hanya menjadi pintu masuk dalam menyelesaikan salah urus beras, dimana status komando saat ini pada Bulog berbelit dan akhirnya menyulitkan menjalankan tugas utama.
"Status komando Bulog yang ribet, Bulog akan sulit untuk berperan sebagai penstabil harga," ucap Enny, dalam diskusi ‘Salah Urus Beras’ yang digelar Lembaga Kajian Pangan dan Pemberdayaan di Jakarta, Sabtu (23/4/2016).
Data lapangan berbicara, harga beras terendah saat ini di atas Rp10 ribu per kilogram, mendekati harga terendah di November 2015 Rp10.472 per kg. Kenaikan harga beras di pasar dinilai akan terus terjadi, seperti kenaikan harga di November 2014 sebesar Rp9.221 per kg yang naik Rp800 ke November 2015. Hal ini ironis apabila Kementerian Pertanian mengatakan adanya surplus produksi.
Karena itu, Enny menganggap permasalahan beras disebabkan pemerintah absen dalam menyusun kebijakan yang pro terhadap kesejahteraan petani. Dan kata dia, Bulog juga memiliki kendala yang mengakibatkan tidak optimalnya dalam melakukan penyerapan gabah beras.
Selain itu, persoalan beras juga terjadi di tingkat petani yang mengeluhkan krisis kelembagaan sektor hulu, seperti Balai Penyuluhan yang tidak sesuai fungsinya. Misalnya, penggunaan alat mesin pertanian kerap tidak dapat dimanfaatkan petani, tapi malah dipinjamkan lembaga-lembaga pertanian di berbagai daerah untuk fungsi yang berbeda.
Kondisi tersebut karena rapuhnya kelembagaan Bulog. “Bulog inikan bapaknya banyak, ada Kementan, Kemendag, BUMN, Kemensos, dan TNI. Siapapun yang jadi dirut Bulog pasti akan mengalami kesulitan menghadapi model kelembagaan seperti ini,” ujarnya menambahkan.
(ven)