Nothing to Lose
A
A
A
YUSWOHADY
Managing Partner
Inventure www.yuswohady.com
@yuswohady
GARA-gara Indonesia Brand Forum (IBF), saya beruntung bisa ketemu dan ngobrol panjang dengan Bu Irawati Setiady, presiden direktur PT Kalbe Farma Tbk. Terus terang, dia salah satu pemimpin bisnis yang saya kagumi karena sukses mentransformasi Kalbe.
Ceritanya, untuk gelaran seminar branding tahunan tersebut saya harus melakukan riset untuk penulisan buku berjudul The Second Generation Challenges (Gramedia, 2016) mengenai sepak terjang para pemimpin perusahaan keluarga dari generasi kedua. Selama sekitar setahun saya telah berhasil mewawancarai 14 pemimpin generasi kedua untuk penulisan buku tersebut.
Rencananya buku itu akan diluncurkan di Indonesia Brand Forum 2016 pada 19 Mei yang tahun ini mengambil tema: “Branding Family Business.” Seperti tahun sebelumnya, motto IBF tetap sama yaitu “Kebangkitan Nasional Kedua, adalah Kebangkitan Brand Indonesia".
"Ya, karena melalui event tersebut, di setiap Hari Kebangkitan Nasional, kami ingin mengingatkan bangsa ini mengenai pentingnya membangun merek (brand building) untuk menopang kemajuan ekonomi negara. Kolom minggu ini saya ingin berbagi insight dan wisdom yang saya dapat dari obrolan panjang dengan Bu Ira. Pasti di dalamnya mengandung banyak pelajaran-pelajaran berharga mengenai kepemimpinan bisnis keluarga.
Tak Ambil Pusing
Sejak masih jadi product manager untuk Divisi Re-search and Development PT Bukit Manikam Sakti, anak perusahaan Kalbe, Bu Ira tak pernah ambil pusing soal jabatan apa yang bakal diwariskan para pendiri Kalbe kepadanya. Padahal, dia keponakan dari pendiri Kalbe, Boenjamin Setiawan dan Fransiscus Bing Aryantodi.
Bagi Bu Ira, bekerja sebagai apa pun tidak masalah. “Saya prinsipnya belajar. Ngikut saja,” ujarnya, tentang kariernya hingga posisi puncak seperti sekarang.
Ira mengakui penunjukannya sebagai presiden direktur Kalbe pada 2008 berlangsung mengalir saja. Tak ada roadmap tersendiri, tidak di-grooming dulu.
Ketika itu atas berbagai pertimbangan, keluarga sepakat menunjuk dirinya. Tanpa banyak bertanya apa alasan pilihan jatuh kepadanya, Ira memilih tancap mengendalikan perusahaan. Sekembalinya ke Indonesia pada 1987, Bu Ira langsung direkrut anak usaha Kalbe. Di situ aneka aspek operasi perusahaan bergiliran dipelajarinya.
Mulai dari produksi, pemasaran, dan pengembangan organisasi. Perusahaan perbankan juga pernah dicicipinya melalui PT Artha Pusara, kini PT Artha Prima Finance alias Bank Artha Prima, pada 1990-an. Bertahun-tahun bekerja di bawah payung Kalbe tak ubahnya seorang tenaga profesional kebanyakan, akhirnya Bu Ira terbentuk menjadi pemimpin yang tegas-tegas memisahkan kepentingan perusahaan dengan kepentingan keluarga.
Menjawab Tantangan
Bu Ira menerima tanggung jawab dan tantangan besar sebagai pucuk pimpinan saat Kalbe tengah bergulat mengatasi krisis pada 2008. Secara makro, kondisi bursa Indonesia memburuk, harga saham anjlok. Menjadi pimpinan teratas sangat jauh dari keinginan Bu Ira. “Waktu itu bukan keinginan, tapi challenge. Saat itu mungkin sedang dibutuhkan leader yang baru. Oke deh, saya bantuin,” kenangnya, tentang masa menjelang penunjukan dirinya oleh pemegang saham yang tak lain adalah keluarga besarnya sendiri.
Tak disangkal, kesediaannya menerima penunjukan itu juga diwarnai sifat nekat menjalani tanggung jawab apa pun yang ditumpahkan. “Saya bantuin deh, semampu saya,” ujarnya, mengulangi niatnya kala itu.
Saat ditunjuk, tak pecah penolakan dari seorang pun keluarga dan kerabat karena kenaikan Bu Ira merupakan hasil kesepakatan bersama, termasuk antara enam saudara dan 15 sepupu. Meski diserahi beban baru di atas pundaknya, Bu Ira tak sedikit pun merasa tertekan. “Kalau performa saya jelek, diturunin juga enggak apa-apa. Nothing to lose dari awal,” ucapnya santai. Ini yang membuat saya salut.
Sukses Transformasi
Ia pun menjawab tantangan dari keluarga dengan mengambil cara unik, yakni menggeser identitas Kalbe dari produsen obat dan makanan menjadi solusi hidup sehat. Tidak hanya untuk orang sakit yang ingin sehat kembali, tetapi juga untuk orang yang ingin bertahan sehat sebelum jatuh sakit. Tengoklah produk-produk mutakhir dari Kalbe macam Fitbar, Nutrive Benecol, dan Entrasol Quick Start yang lekat dengan gaya hidup sehat.
Produk tersebut makin diminati saja di pasar, khususnya oleh kaum muda dan penganut hidup sehat. Tak ketinggalan, Bu Ira melancarkan revitalisasi brand Kalbe. “Its a journey. Logo baru tahun 2006 atau 2007,” imbuhnya. Kini logo baru Kalbe dengan mudah digaungkan melalui iklan-iklan di stasiun televisi.
Sesungguhnya langkah ini tak mengherankan karena Bu Ira pernah menangani pemasaran produk Good Time Cookies di Bukit Manikam sebelumnya, bahkan menjabat Marketing Director of Ethical and OTC Businesses di holding Kalbe selama delapan tahun (1997-2005). Nothing to lose membuat Bu Ira menjalankan kepemimpinan di Kalbe dengan plong, tanpa beban. Hasilnya enggak main-main, sukses mentransformasi Kalbe.
Managing Partner
Inventure www.yuswohady.com
@yuswohady
GARA-gara Indonesia Brand Forum (IBF), saya beruntung bisa ketemu dan ngobrol panjang dengan Bu Irawati Setiady, presiden direktur PT Kalbe Farma Tbk. Terus terang, dia salah satu pemimpin bisnis yang saya kagumi karena sukses mentransformasi Kalbe.
Ceritanya, untuk gelaran seminar branding tahunan tersebut saya harus melakukan riset untuk penulisan buku berjudul The Second Generation Challenges (Gramedia, 2016) mengenai sepak terjang para pemimpin perusahaan keluarga dari generasi kedua. Selama sekitar setahun saya telah berhasil mewawancarai 14 pemimpin generasi kedua untuk penulisan buku tersebut.
Rencananya buku itu akan diluncurkan di Indonesia Brand Forum 2016 pada 19 Mei yang tahun ini mengambil tema: “Branding Family Business.” Seperti tahun sebelumnya, motto IBF tetap sama yaitu “Kebangkitan Nasional Kedua, adalah Kebangkitan Brand Indonesia".
"Ya, karena melalui event tersebut, di setiap Hari Kebangkitan Nasional, kami ingin mengingatkan bangsa ini mengenai pentingnya membangun merek (brand building) untuk menopang kemajuan ekonomi negara. Kolom minggu ini saya ingin berbagi insight dan wisdom yang saya dapat dari obrolan panjang dengan Bu Ira. Pasti di dalamnya mengandung banyak pelajaran-pelajaran berharga mengenai kepemimpinan bisnis keluarga.
Tak Ambil Pusing
Sejak masih jadi product manager untuk Divisi Re-search and Development PT Bukit Manikam Sakti, anak perusahaan Kalbe, Bu Ira tak pernah ambil pusing soal jabatan apa yang bakal diwariskan para pendiri Kalbe kepadanya. Padahal, dia keponakan dari pendiri Kalbe, Boenjamin Setiawan dan Fransiscus Bing Aryantodi.
Bagi Bu Ira, bekerja sebagai apa pun tidak masalah. “Saya prinsipnya belajar. Ngikut saja,” ujarnya, tentang kariernya hingga posisi puncak seperti sekarang.
Ira mengakui penunjukannya sebagai presiden direktur Kalbe pada 2008 berlangsung mengalir saja. Tak ada roadmap tersendiri, tidak di-grooming dulu.
Ketika itu atas berbagai pertimbangan, keluarga sepakat menunjuk dirinya. Tanpa banyak bertanya apa alasan pilihan jatuh kepadanya, Ira memilih tancap mengendalikan perusahaan. Sekembalinya ke Indonesia pada 1987, Bu Ira langsung direkrut anak usaha Kalbe. Di situ aneka aspek operasi perusahaan bergiliran dipelajarinya.
Mulai dari produksi, pemasaran, dan pengembangan organisasi. Perusahaan perbankan juga pernah dicicipinya melalui PT Artha Pusara, kini PT Artha Prima Finance alias Bank Artha Prima, pada 1990-an. Bertahun-tahun bekerja di bawah payung Kalbe tak ubahnya seorang tenaga profesional kebanyakan, akhirnya Bu Ira terbentuk menjadi pemimpin yang tegas-tegas memisahkan kepentingan perusahaan dengan kepentingan keluarga.
Menjawab Tantangan
Bu Ira menerima tanggung jawab dan tantangan besar sebagai pucuk pimpinan saat Kalbe tengah bergulat mengatasi krisis pada 2008. Secara makro, kondisi bursa Indonesia memburuk, harga saham anjlok. Menjadi pimpinan teratas sangat jauh dari keinginan Bu Ira. “Waktu itu bukan keinginan, tapi challenge. Saat itu mungkin sedang dibutuhkan leader yang baru. Oke deh, saya bantuin,” kenangnya, tentang masa menjelang penunjukan dirinya oleh pemegang saham yang tak lain adalah keluarga besarnya sendiri.
Tak disangkal, kesediaannya menerima penunjukan itu juga diwarnai sifat nekat menjalani tanggung jawab apa pun yang ditumpahkan. “Saya bantuin deh, semampu saya,” ujarnya, mengulangi niatnya kala itu.
Saat ditunjuk, tak pecah penolakan dari seorang pun keluarga dan kerabat karena kenaikan Bu Ira merupakan hasil kesepakatan bersama, termasuk antara enam saudara dan 15 sepupu. Meski diserahi beban baru di atas pundaknya, Bu Ira tak sedikit pun merasa tertekan. “Kalau performa saya jelek, diturunin juga enggak apa-apa. Nothing to lose dari awal,” ucapnya santai. Ini yang membuat saya salut.
Sukses Transformasi
Ia pun menjawab tantangan dari keluarga dengan mengambil cara unik, yakni menggeser identitas Kalbe dari produsen obat dan makanan menjadi solusi hidup sehat. Tidak hanya untuk orang sakit yang ingin sehat kembali, tetapi juga untuk orang yang ingin bertahan sehat sebelum jatuh sakit. Tengoklah produk-produk mutakhir dari Kalbe macam Fitbar, Nutrive Benecol, dan Entrasol Quick Start yang lekat dengan gaya hidup sehat.
Produk tersebut makin diminati saja di pasar, khususnya oleh kaum muda dan penganut hidup sehat. Tak ketinggalan, Bu Ira melancarkan revitalisasi brand Kalbe. “Its a journey. Logo baru tahun 2006 atau 2007,” imbuhnya. Kini logo baru Kalbe dengan mudah digaungkan melalui iklan-iklan di stasiun televisi.
Sesungguhnya langkah ini tak mengherankan karena Bu Ira pernah menangani pemasaran produk Good Time Cookies di Bukit Manikam sebelumnya, bahkan menjabat Marketing Director of Ethical and OTC Businesses di holding Kalbe selama delapan tahun (1997-2005). Nothing to lose membuat Bu Ira menjalankan kepemimpinan di Kalbe dengan plong, tanpa beban. Hasilnya enggak main-main, sukses mentransformasi Kalbe.
(dmd)