Family Values
A
A
A
Yuswohady
Managing Partner, Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
MINGGU ini saya masih menulis mengenai perusahaan keluarga. Tulisannya saya ambil dari salah satu bab buku saya berjudul Second Generation Challenges yang 19 Mei nanti diluncurkan di gelaran tahunan Indonesia Brand Forum (IBF) 2016 di Hotel Indonesia Kempinski.
IBF tahun ini mengambil tema ”Branding Family Business” mengenai bagaimana membangun corporate branding perusahaan keluarga. Buku Second Generation Challenges sendiri membahas sepak terjang pemimpin perusahaan keluarga dari generasi kedua. Kenapa saya ambil angle ini, karena menurut saya, generasi kedua punya peran kritikal dalam keberlangsungan perusahaan keluarga, yaitu menjadi jembatan antara generasi pertama sebagai pendiri dan peletak dasar perusahaan dengan generasi-generasi berikutnya.
Dalam kolom kali ini saya ingin membahas aspek terpenting dari sebuah perusahaan keluarga, yaitu nilai-nilai keluarga (family values) dan bagaimana peran pemimpin generasi kedua dalam mengembangkan dan melestarikannya. Kenapa family values menjadi begitu penting bagi perusahaan keluarga? Karena, umumnya ia dijadikan sebagai elemen dasar dari budaya perusahaan (corporate values) sehingga menjadi sumber kekuatan keberlangsungan perusahaan.
Taken for Granted
Untuk penulisan buku tersebut saya mewawancarai belasan pemimpin generasi kedua dan hampir semua mereka mengakui betapa family values yang mereka temui kebanyakan bersifat taken for granted, yang diwariskan para pendiri. Di Blue Bird, sejak awal terlibat di perusahaan, Presiden Direktur Noni Purnomo menyaksikan family values sudah melekat dalam laku gerak perusahaan sebagai nilai-nilai perusahaan.
Family values tersebut adalah kerja keras, disiplin, dan tanggung jawab pada stakeholder, terutama seluruh karyawan dan para pengemudi. Nilai-nilai itu bahkan sudah ditanamkan saat dia masih belia. Sementara di Triputra Group, Direktur Christian Ariano Rachmat sudah mendapati family values yang ditanamkan sang ayah, TP Rachmat, sudah menjadi DNA bagi Triputra. Keempat nilai ini meliputi integritas dan etika (integrity and ethics), keunggulan (excellence), welas asih (compassion), dan kerendahan hati (humility).
Keempatnya dinaungi satu misi contributing to the nationcontributing to the nations competitive edge. TP Rachmat sudah menetapkan nilai-nilai itu untuk menjadi guidance bagi manajemen, terutama generasi penerusnya. Atau di Combiphar. Selain nilai-nilai consumerfocused solution, passionate, leadership, integrity dan innovative, sang pendiri Biantoro Wanandi sangat menekankan nilai-nilai nasionalisme pada anak-anaknya, termasuk Michael Wanandi yang kini menjadi CEO Combiphar.
”Ayah saya itu nationalistic person. Dia selalu memikirkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Itulah yang saya terima dari ayah: transcendent business,” ujar Michael.
Kebanyakan generasi penerus tidak lagi perlu melakukan identifikasi seputar apa yang menjadi core values dalam bisnis keluarganya. Ini terjadi karena para pendiri sudah berposisi sebagai builder yang membangun nilai-nilai tersebut. Di samping itu ia juga sudah berperan sebagai binder yang mengikatkan nilai-nilai tersebut dalam perusahaan.
Sejak Dini
Family values yang dipegang para pendiri cenderung ditransfer ke anak-anak mereka. Kenapa? Karena family values sangat berpengaruh bagi kesuksesan perusahaan. Para pemimpin generasi kedua meyakini bahwa family values harus tetap dinyalakan dalam keseharian perusahaan dan menjadi tuntunan kerja karyawan. Tak hanya itu, mereka juga meyakini bahwa family values adalah pengikat keluarga sekaligus jembatan untuk keberlanjutan bisnis (longevity).
Umumnya pemimpin generasi pertama mentransfer family values dengan memperkenalkannya sejak dini. Misalnya, diajak ke kantor untuk menyaksikan orangtua bekerja, dilatih melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana, diperkenalkan dengan fasilitas produksi. Kemudian, ngobrol tentang bisnis di sela-sela acara kumpul keluarga, bahkan saat di meja makan, merupakan pola penanaman family values kepada generasi penerusnya.
Di Sintesa Group, Presiden Direktur Shinta Kamdani sejak kecil sudah diajarkan kemandirian oleh ayahnya, Johnny Widjaja. Shinta mulai berwirausaha pada usia 13 tahun dengan berjualan buku dari rumah ke rumah. ”Saya setiap liburan sekolah itu juga sambil kerja,” kenang Shinta bangga.
Saat bersekolah di Amerika, Shinta juga bekerja untuk mengumpulkan uang saku.
Di Blue Bird, sang pendiri, Ny Mutiara Djokosoetono, bahkan terbiasa mengajak para generasi penerus untuk makan bersama sopir-sopir guna menanamkan nilai-nilai kebersamaan serta kekeluargaan. Intinya, proses pentransferan ini dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal, dan sering dalam bentuk diajarkan, sementara sang penerus harus mampu menangkapnya dengan cerdas.
Melestarikan
Lantas, bagaimana para generasi penerus itu sendiri mengakomodasi serta melestarikan family values dan praktik-praktik bisnis sukses yang sudah diwariskan oleh generasi pendahulunya? Di Grup Hotel Tugu & Restaurants, Annette Anhar melanjutkan nilai-nilai yang diwariskan ayah dan ibunya. Anhar Setjadibrata dan Wedya Juliati mendidik anaknya dengan kerja keras, kedisiplinan dan kerendahan hati. Karena itu, Annette tak pernah merasa gengsi jika dirinya harus mengantarkan makanan ke meja tamu.
Dia bersedia untuk turun tangan. Kecekatan serta kemauan untuk ”bekerja kotor” demi kemajuan usahanya ini sudah dipelajarinya sejak kecil. Di usia 5 tahun, dia sudah membantu kasir di Hotel Tugu Malang. Sementara, di kantor Grup Kawan Lama, nilai-nilai kerja keras, kerendahan hati, serta keterbukaan terus dilestarikan. Salah satunya lewat tatanan open office.
Di sana tak ada ruang khusus buat direksi. Teresa Wibowo mengungkapkan, semangat kerja keras yang digembleng sang ayah, Kuncoro Wibowo, kini terus dipraktikkannya. Dia bahkan tetap bekerja seperti biasa hingga dua hari menjelang pernikahannya.
Di Femina Group, Svida Alisjahbana melakukan hal yang sama. Dia melihat nilai-nilai pendiri yang menekankan integritas selalu dipegangnya dan menjadi pemandu semua keputusan yang diambil.
Pendek kata, cara generasi melanjutkan dan menghidupkan nilai-nilai inti keluarga yang juga menjadi nilai-nilai korporasi adalah dengan mempraktikkannya secara konsisten dalam keseharian, baik lewat professional traits maupun personal attitudes.
Managing Partner, Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
MINGGU ini saya masih menulis mengenai perusahaan keluarga. Tulisannya saya ambil dari salah satu bab buku saya berjudul Second Generation Challenges yang 19 Mei nanti diluncurkan di gelaran tahunan Indonesia Brand Forum (IBF) 2016 di Hotel Indonesia Kempinski.
IBF tahun ini mengambil tema ”Branding Family Business” mengenai bagaimana membangun corporate branding perusahaan keluarga. Buku Second Generation Challenges sendiri membahas sepak terjang pemimpin perusahaan keluarga dari generasi kedua. Kenapa saya ambil angle ini, karena menurut saya, generasi kedua punya peran kritikal dalam keberlangsungan perusahaan keluarga, yaitu menjadi jembatan antara generasi pertama sebagai pendiri dan peletak dasar perusahaan dengan generasi-generasi berikutnya.
Dalam kolom kali ini saya ingin membahas aspek terpenting dari sebuah perusahaan keluarga, yaitu nilai-nilai keluarga (family values) dan bagaimana peran pemimpin generasi kedua dalam mengembangkan dan melestarikannya. Kenapa family values menjadi begitu penting bagi perusahaan keluarga? Karena, umumnya ia dijadikan sebagai elemen dasar dari budaya perusahaan (corporate values) sehingga menjadi sumber kekuatan keberlangsungan perusahaan.
Taken for Granted
Untuk penulisan buku tersebut saya mewawancarai belasan pemimpin generasi kedua dan hampir semua mereka mengakui betapa family values yang mereka temui kebanyakan bersifat taken for granted, yang diwariskan para pendiri. Di Blue Bird, sejak awal terlibat di perusahaan, Presiden Direktur Noni Purnomo menyaksikan family values sudah melekat dalam laku gerak perusahaan sebagai nilai-nilai perusahaan.
Family values tersebut adalah kerja keras, disiplin, dan tanggung jawab pada stakeholder, terutama seluruh karyawan dan para pengemudi. Nilai-nilai itu bahkan sudah ditanamkan saat dia masih belia. Sementara di Triputra Group, Direktur Christian Ariano Rachmat sudah mendapati family values yang ditanamkan sang ayah, TP Rachmat, sudah menjadi DNA bagi Triputra. Keempat nilai ini meliputi integritas dan etika (integrity and ethics), keunggulan (excellence), welas asih (compassion), dan kerendahan hati (humility).
Keempatnya dinaungi satu misi contributing to the nationcontributing to the nations competitive edge. TP Rachmat sudah menetapkan nilai-nilai itu untuk menjadi guidance bagi manajemen, terutama generasi penerusnya. Atau di Combiphar. Selain nilai-nilai consumerfocused solution, passionate, leadership, integrity dan innovative, sang pendiri Biantoro Wanandi sangat menekankan nilai-nilai nasionalisme pada anak-anaknya, termasuk Michael Wanandi yang kini menjadi CEO Combiphar.
”Ayah saya itu nationalistic person. Dia selalu memikirkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Itulah yang saya terima dari ayah: transcendent business,” ujar Michael.
Kebanyakan generasi penerus tidak lagi perlu melakukan identifikasi seputar apa yang menjadi core values dalam bisnis keluarganya. Ini terjadi karena para pendiri sudah berposisi sebagai builder yang membangun nilai-nilai tersebut. Di samping itu ia juga sudah berperan sebagai binder yang mengikatkan nilai-nilai tersebut dalam perusahaan.
Sejak Dini
Family values yang dipegang para pendiri cenderung ditransfer ke anak-anak mereka. Kenapa? Karena family values sangat berpengaruh bagi kesuksesan perusahaan. Para pemimpin generasi kedua meyakini bahwa family values harus tetap dinyalakan dalam keseharian perusahaan dan menjadi tuntunan kerja karyawan. Tak hanya itu, mereka juga meyakini bahwa family values adalah pengikat keluarga sekaligus jembatan untuk keberlanjutan bisnis (longevity).
Umumnya pemimpin generasi pertama mentransfer family values dengan memperkenalkannya sejak dini. Misalnya, diajak ke kantor untuk menyaksikan orangtua bekerja, dilatih melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana, diperkenalkan dengan fasilitas produksi. Kemudian, ngobrol tentang bisnis di sela-sela acara kumpul keluarga, bahkan saat di meja makan, merupakan pola penanaman family values kepada generasi penerusnya.
Di Sintesa Group, Presiden Direktur Shinta Kamdani sejak kecil sudah diajarkan kemandirian oleh ayahnya, Johnny Widjaja. Shinta mulai berwirausaha pada usia 13 tahun dengan berjualan buku dari rumah ke rumah. ”Saya setiap liburan sekolah itu juga sambil kerja,” kenang Shinta bangga.
Saat bersekolah di Amerika, Shinta juga bekerja untuk mengumpulkan uang saku.
Di Blue Bird, sang pendiri, Ny Mutiara Djokosoetono, bahkan terbiasa mengajak para generasi penerus untuk makan bersama sopir-sopir guna menanamkan nilai-nilai kebersamaan serta kekeluargaan. Intinya, proses pentransferan ini dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal, dan sering dalam bentuk diajarkan, sementara sang penerus harus mampu menangkapnya dengan cerdas.
Melestarikan
Lantas, bagaimana para generasi penerus itu sendiri mengakomodasi serta melestarikan family values dan praktik-praktik bisnis sukses yang sudah diwariskan oleh generasi pendahulunya? Di Grup Hotel Tugu & Restaurants, Annette Anhar melanjutkan nilai-nilai yang diwariskan ayah dan ibunya. Anhar Setjadibrata dan Wedya Juliati mendidik anaknya dengan kerja keras, kedisiplinan dan kerendahan hati. Karena itu, Annette tak pernah merasa gengsi jika dirinya harus mengantarkan makanan ke meja tamu.
Dia bersedia untuk turun tangan. Kecekatan serta kemauan untuk ”bekerja kotor” demi kemajuan usahanya ini sudah dipelajarinya sejak kecil. Di usia 5 tahun, dia sudah membantu kasir di Hotel Tugu Malang. Sementara, di kantor Grup Kawan Lama, nilai-nilai kerja keras, kerendahan hati, serta keterbukaan terus dilestarikan. Salah satunya lewat tatanan open office.
Di sana tak ada ruang khusus buat direksi. Teresa Wibowo mengungkapkan, semangat kerja keras yang digembleng sang ayah, Kuncoro Wibowo, kini terus dipraktikkannya. Dia bahkan tetap bekerja seperti biasa hingga dua hari menjelang pernikahannya.
Di Femina Group, Svida Alisjahbana melakukan hal yang sama. Dia melihat nilai-nilai pendiri yang menekankan integritas selalu dipegangnya dan menjadi pemandu semua keputusan yang diambil.
Pendek kata, cara generasi melanjutkan dan menghidupkan nilai-nilai inti keluarga yang juga menjadi nilai-nilai korporasi adalah dengan mempraktikkannya secara konsisten dalam keseharian, baik lewat professional traits maupun personal attitudes.
(dmd)