Pecat Menteri Energi, Arab Saudi Tak Akan Pangkas Produksi Minyak
A
A
A
RIYADH - Pergantian menteri minyak dan energi Arab Saudi dari Ali al-Naimi menjadi Khalid al-Falih yang merupakan mantan pimpinan perusahaan minyak milik pemerintah yakni Saudi Aramco diyakini tidak akan merubah kebijakan kerajaan, baik itu produksi minyak atau strategi Internasional. Seperti diketahui Al-Naimi telah menjabat menteri minyak sejak tahun 1995.
Sejak lama, Al-Naimi dipandang sebegai sosok yang selama ini berada di balik kebijakan energi Arab Saudi. Namun dengan lengsernya Al-Naimi menurut Presiden Husseini Energi yang juga pernah menjabat eksekutif Saudi Aramco Sadad al-Husseini menjelaskan tidak akan ada perubahan mendasar dalam kebijakan energi Saudi.
"Kebijakan telah ditetapkan pada level nasional dan Menteri Minyak hanya menjalankan kebijakan," terang Sadad al-Husseini dalam sebuah wawancara dengan CNBC, Selasa (10/5/2016).
(Baca Juga: Pangeran Muda Arab Saudi Akan Akhiri 'Kecanduan' Minyak)
Salah satu kebijakan yang tidak akan berubah menurutnya yakni produksi minyak mentah yang tetap tinggi, meskipun harga minyak global terus merosot. Hal senada juga diungkapkan Kepala Strategis RBC Capital Markets Helima Croft yang berpikir perubahan kepemimpinan tidak akan mengakibatkan arah kebijakan Arab Saudi berubah.
Hal ini lantaran menurutnya deputi putra mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman telah menetapkan kebijakan minyak Saudi untuk kedepannya. "Saat ini Mohammad bin Salman tampak akan sedikit menggunakan kartel OPEC. Dia tampaknya baik-baiknya dengan pergerakan harga minyak saat ini karena dirinya sedang fokus melakukan perbaikan besar ekonomi Saudi," jelas Croft.
(Baca Juga: Arab Saudi Jual Saham Perusahaan Minyak Nasional USD2 Triliun)
Dia menambahkan pertanyaan yang tepat sebenarnya adalah apakah Khalid al-Falih punya kemampuan untuk menetapkan kebijakan kerajaan. "Salah satu alasan banyak orang berpikir kebijakan Saudi menjadi tidak menentu ketika diatur oleh Pangeran atau putra mahkota berusia 30 tahun yang bertanggung jawab atas hampir seluruh pejabat tinggi di Arab Saudi," tutupnya.
Sebagai informasi Kementerian Minyak juga diganti namanya menjadi Kementerian Energi, Industri, dan Pertambangan. Beberapa bulan terakhir, al-Naimi telah mewakili Arab Saudi dalam berbagai pembicaraan dengan negara-negara penghasil minyak utama dunia.
Ia bersikeras bahwa Arab Saudi tidak akan memangkas produksi di tengah jatuhnya harga minyak dunia. Pada saat yang sama Mohamed bin Salman menyatakan Arab Saudi tidak akan setuju menahan produksi kecuali Iran, pesaing utamanya di regional, juga melakukan hal serupa. Sementara itu diyakini Menteri Energi Arab Saudi yang baru Khalid al-Falih hanya akan meneruskan saja kebijakan tersebut.
Sejak lama, Al-Naimi dipandang sebegai sosok yang selama ini berada di balik kebijakan energi Arab Saudi. Namun dengan lengsernya Al-Naimi menurut Presiden Husseini Energi yang juga pernah menjabat eksekutif Saudi Aramco Sadad al-Husseini menjelaskan tidak akan ada perubahan mendasar dalam kebijakan energi Saudi.
"Kebijakan telah ditetapkan pada level nasional dan Menteri Minyak hanya menjalankan kebijakan," terang Sadad al-Husseini dalam sebuah wawancara dengan CNBC, Selasa (10/5/2016).
(Baca Juga: Pangeran Muda Arab Saudi Akan Akhiri 'Kecanduan' Minyak)
Salah satu kebijakan yang tidak akan berubah menurutnya yakni produksi minyak mentah yang tetap tinggi, meskipun harga minyak global terus merosot. Hal senada juga diungkapkan Kepala Strategis RBC Capital Markets Helima Croft yang berpikir perubahan kepemimpinan tidak akan mengakibatkan arah kebijakan Arab Saudi berubah.
Hal ini lantaran menurutnya deputi putra mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman telah menetapkan kebijakan minyak Saudi untuk kedepannya. "Saat ini Mohammad bin Salman tampak akan sedikit menggunakan kartel OPEC. Dia tampaknya baik-baiknya dengan pergerakan harga minyak saat ini karena dirinya sedang fokus melakukan perbaikan besar ekonomi Saudi," jelas Croft.
(Baca Juga: Arab Saudi Jual Saham Perusahaan Minyak Nasional USD2 Triliun)
Dia menambahkan pertanyaan yang tepat sebenarnya adalah apakah Khalid al-Falih punya kemampuan untuk menetapkan kebijakan kerajaan. "Salah satu alasan banyak orang berpikir kebijakan Saudi menjadi tidak menentu ketika diatur oleh Pangeran atau putra mahkota berusia 30 tahun yang bertanggung jawab atas hampir seluruh pejabat tinggi di Arab Saudi," tutupnya.
Sebagai informasi Kementerian Minyak juga diganti namanya menjadi Kementerian Energi, Industri, dan Pertambangan. Beberapa bulan terakhir, al-Naimi telah mewakili Arab Saudi dalam berbagai pembicaraan dengan negara-negara penghasil minyak utama dunia.
Ia bersikeras bahwa Arab Saudi tidak akan memangkas produksi di tengah jatuhnya harga minyak dunia. Pada saat yang sama Mohamed bin Salman menyatakan Arab Saudi tidak akan setuju menahan produksi kecuali Iran, pesaing utamanya di regional, juga melakukan hal serupa. Sementara itu diyakini Menteri Energi Arab Saudi yang baru Khalid al-Falih hanya akan meneruskan saja kebijakan tersebut.
(akr)