Purnawirawan AU Sebut Insiden Lion Air Akibat Mekanisme Kerja Tambal Sulam
A
A
A
JAKARTA - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Chappy Hakim menilai, pemerintah Indonesia selama ini kerap terbiasa berada pada mekanisme kerja tambal sulam dan tanpa rencana. Hal ini menanggapi insiden salah antar penumpang yang dilakukan dua maskapai penerbangan internasional yaitu Lion Air dan Air Asia.
Dia mengatakan, kasus yang melibatkan dua maskapai nasional tersebut memang terlihat sepele. Namun sejatinya ini merupakan permasalahan yang sangat serius dan pemecahannya harus dilihat secara komprehensif.
"Kasus Lion Air dan Air Asia, penerbangan internasional yang penumpangnya dibawa ke domestik. Kelihatan ini masalah sepele, dan penanganannya juga begitu saja supirnya dipecat. Padahal ini tidak bisa dilepaskan dengan kejadian sebelumnya, banyak kejadian di dunia penerbangan yang punya enyebab satu," katanya dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu (21/5/2016).
Chappy mengisahkan, pada akhir 1990-an terjadi perubahan besar dalam pola permainan industri penerbangan di Tanah Air. Kala itu, orang lebih mudah membentuk sebuah maskapai, membeli bahkan menyewa pesawat terbang.
Bahkan, peristiwa 911 di Amerika Serikat (AS) turut menyumbangkan perubahan yang besar terhadap industri penerbangan di negeri ini. "Pada 2001 terjadi 911, dan kemudian banyak terjadi pesawat yang nggak bisa dioperasikan sehingga di pasar global bisa beli dan sewa pesawat murah. Itu semua berbarengan dengan terjadi di negeri ini, orang mudah buat maskapai," imbuh dia.
Akibatnya, sambung dia, secara logika terjadi pertumbuhan penumpang yang sangat besar. Tren penerbangan murah (low cost air carrier/LCC) pun semakin berkembang. Sayangnya, pertumbuhan tersebut hanya dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi dan tidak diiringi dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur di bidang transportasi udara.
"Katakanlah, kita bisa dengan mudah mengembangkan perekonomian dalam konteks air transportation. Tapi tidak diiringi dengan antisipasi banyak pesawat, kita harus memiliki SDM di bidang air transportation. Kesenjangan yang terjadi dari pertumbuhan penumpang dan manajemen pengelolaan SDM dan infrastruktur penerbangan makin lama makin jauh," terangnya.
Menurutnya, peristiwa yang terjadi di industri penerbangan Tanah Air akhir-akhir ini, seperti penundaan penerbangan (delay) hingga salah antar penumpang penerbangan internasional menjadi dampak dari manajemen pengelolaan SDM yang kurang baik tersebut.
"Pasar begitu tinggi sehingga orang menggenjot penumpang, jual tiket murah, pilotnya itu-itu juga, semua itu-itu juga. Jadi bisa dibayangkan, harusnya jalannya kaki kan kanan dan kiri. Tapi yang jalan hanya kanan doang. Kirinya enggak jalan," tandasnya.
Dia mengatakan, kasus yang melibatkan dua maskapai nasional tersebut memang terlihat sepele. Namun sejatinya ini merupakan permasalahan yang sangat serius dan pemecahannya harus dilihat secara komprehensif.
"Kasus Lion Air dan Air Asia, penerbangan internasional yang penumpangnya dibawa ke domestik. Kelihatan ini masalah sepele, dan penanganannya juga begitu saja supirnya dipecat. Padahal ini tidak bisa dilepaskan dengan kejadian sebelumnya, banyak kejadian di dunia penerbangan yang punya enyebab satu," katanya dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu (21/5/2016).
Chappy mengisahkan, pada akhir 1990-an terjadi perubahan besar dalam pola permainan industri penerbangan di Tanah Air. Kala itu, orang lebih mudah membentuk sebuah maskapai, membeli bahkan menyewa pesawat terbang.
Bahkan, peristiwa 911 di Amerika Serikat (AS) turut menyumbangkan perubahan yang besar terhadap industri penerbangan di negeri ini. "Pada 2001 terjadi 911, dan kemudian banyak terjadi pesawat yang nggak bisa dioperasikan sehingga di pasar global bisa beli dan sewa pesawat murah. Itu semua berbarengan dengan terjadi di negeri ini, orang mudah buat maskapai," imbuh dia.
Akibatnya, sambung dia, secara logika terjadi pertumbuhan penumpang yang sangat besar. Tren penerbangan murah (low cost air carrier/LCC) pun semakin berkembang. Sayangnya, pertumbuhan tersebut hanya dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi dan tidak diiringi dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur di bidang transportasi udara.
"Katakanlah, kita bisa dengan mudah mengembangkan perekonomian dalam konteks air transportation. Tapi tidak diiringi dengan antisipasi banyak pesawat, kita harus memiliki SDM di bidang air transportation. Kesenjangan yang terjadi dari pertumbuhan penumpang dan manajemen pengelolaan SDM dan infrastruktur penerbangan makin lama makin jauh," terangnya.
Menurutnya, peristiwa yang terjadi di industri penerbangan Tanah Air akhir-akhir ini, seperti penundaan penerbangan (delay) hingga salah antar penumpang penerbangan internasional menjadi dampak dari manajemen pengelolaan SDM yang kurang baik tersebut.
"Pasar begitu tinggi sehingga orang menggenjot penumpang, jual tiket murah, pilotnya itu-itu juga, semua itu-itu juga. Jadi bisa dibayangkan, harusnya jalannya kaki kan kanan dan kiri. Tapi yang jalan hanya kanan doang. Kirinya enggak jalan," tandasnya.
(dol)