LPS Turunkan Suku Bunga Penjaminan 25 Basis Poin
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menetapkan tingkat suku bunga penjaminan baru untuk simpanan dalam rupiah dan valuta asing (valas) di bank umum serta simpanan dalam rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tingkat bunga penjaminan untuk simpanan dalam rupiah di bank umum dan BPR ditetapkan turun 25 basis poin (bps), sementara simpanan dalam valas tidak mengalami perubahan.
Hal ini berlaku efektif mulai 24 Juni 2016 sampai 14 September 2016 dengan rincian sebagai berikut untuk bank umum rupiah sebesar 6,75%, sedangkan valuta asing (valuta asing) sebesar 0,75%. "Sementara BPR, rupiah sebesar 9,25%," ujar Sekretaris Lembaga, Samsu Adi Nugroho di Jakarta, Rabu (22/6/2016).
Menurut Samsu, tingkat bunga penjaminan ini sejalan dengan perkembangan terkini suku bunga simpanan perbankan dalam rupiah dan valas, di tengah stabilitas ekonomi makro dan kondisi likuiditas perbankan yang tetap terjaga.
Dia juga memandang tekanan inflasi secara umum terpantau masih sangat terkendali, sehingga memungkinkan otoritas moneter untuk kembali melonggarkan kebijakannya. Likuiditas rupiah yang terjaga, perbankan pun merespons dengan melanjutkan penurunan suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman antarbank.
Sesuai ketentuan LPS, apabila suku bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi tingkat bunga penjaminan simpanan, maka simpanan nasabah dimaksud menjadi tidak dijamin.
"Berkenaan dengan hal tersebut, bank diharuskan untuk memberitahukan kepada nasabah penyimpan mengenai tingkat bunga penjaminan simpanan yang berlaku dengan menempatkan informasi dimaksud pada tempat yang mudah diketahui oleh nasabah penyimpan," jelasnya.
Sejalan dengan tujuan untuk melindungi nasabah dan memperluas cakupan tingkat bunga penjaminan, LPS mengimbau agar perbankan lebih memperhatikan ketentuan tingkat bunga penjaminan simpanan dalam rangka penghimpunan dana. Dalam menjalankan usahanya, bank hendaknya memperhatikan kondisi likuiditas ke depan.
"Dengan demikian, bank diharapkan dapat mematuhi ketentuan pengelolaan likuiditas perekonomian oleh Bank Indonesia, serta pengaturan dan pengawasan perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan," jelas Samsu.
Di samping itu, tren penurunan suku bunga simpanan juga diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun ini.
Hal tersebut seiring dengan implementasi program pemerintah untuk menerapkan bunga single digit dan pemberlakuan acuan struktur suku bunga operasi moneter yang baru.
"Dengan dua hal tersebut, intensitas perebutan DPK kami perkirakan tidak akan meningkat signifikan sepanjang 2016," kata Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan.
Menurutnya, suku bunga pasar (SBP) bank acuan untuk simpanan dalam rupiah masih menunjukkan tren menurun. Rata-rata bunga deposito bank acuan pada awal Juni 2016 mencapai 6,57%, turun 12 bps dari periode sebelumnya.
Hal yang sama terjadi untuk rata-rata bunga maksimum yang turun 33 bps dan bunga minimum yang menurun 13 bps. Sementara itu, adanya potensi penundaan kembali kenaikan Fed rate pada Juni dan arah suku bunga perbankan domestik yang cenderung menurun akan
memberikan sentimen positif bagi pasar obligasi.
Di sisi supply, wacana pemerintah untuk menaikkan target penerbitan SBN sebesar 17,7% menjadi Rp384,9 triliun merupakan sinyal lain yang menunjukkan bahwa pasar obligasi masih akan menarik hingga akhir tahun.
Hal ini berlaku efektif mulai 24 Juni 2016 sampai 14 September 2016 dengan rincian sebagai berikut untuk bank umum rupiah sebesar 6,75%, sedangkan valuta asing (valuta asing) sebesar 0,75%. "Sementara BPR, rupiah sebesar 9,25%," ujar Sekretaris Lembaga, Samsu Adi Nugroho di Jakarta, Rabu (22/6/2016).
Menurut Samsu, tingkat bunga penjaminan ini sejalan dengan perkembangan terkini suku bunga simpanan perbankan dalam rupiah dan valas, di tengah stabilitas ekonomi makro dan kondisi likuiditas perbankan yang tetap terjaga.
Dia juga memandang tekanan inflasi secara umum terpantau masih sangat terkendali, sehingga memungkinkan otoritas moneter untuk kembali melonggarkan kebijakannya. Likuiditas rupiah yang terjaga, perbankan pun merespons dengan melanjutkan penurunan suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman antarbank.
Sesuai ketentuan LPS, apabila suku bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi tingkat bunga penjaminan simpanan, maka simpanan nasabah dimaksud menjadi tidak dijamin.
"Berkenaan dengan hal tersebut, bank diharuskan untuk memberitahukan kepada nasabah penyimpan mengenai tingkat bunga penjaminan simpanan yang berlaku dengan menempatkan informasi dimaksud pada tempat yang mudah diketahui oleh nasabah penyimpan," jelasnya.
Sejalan dengan tujuan untuk melindungi nasabah dan memperluas cakupan tingkat bunga penjaminan, LPS mengimbau agar perbankan lebih memperhatikan ketentuan tingkat bunga penjaminan simpanan dalam rangka penghimpunan dana. Dalam menjalankan usahanya, bank hendaknya memperhatikan kondisi likuiditas ke depan.
"Dengan demikian, bank diharapkan dapat mematuhi ketentuan pengelolaan likuiditas perekonomian oleh Bank Indonesia, serta pengaturan dan pengawasan perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan," jelas Samsu.
Di samping itu, tren penurunan suku bunga simpanan juga diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun ini.
Hal tersebut seiring dengan implementasi program pemerintah untuk menerapkan bunga single digit dan pemberlakuan acuan struktur suku bunga operasi moneter yang baru.
"Dengan dua hal tersebut, intensitas perebutan DPK kami perkirakan tidak akan meningkat signifikan sepanjang 2016," kata Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan.
Menurutnya, suku bunga pasar (SBP) bank acuan untuk simpanan dalam rupiah masih menunjukkan tren menurun. Rata-rata bunga deposito bank acuan pada awal Juni 2016 mencapai 6,57%, turun 12 bps dari periode sebelumnya.
Hal yang sama terjadi untuk rata-rata bunga maksimum yang turun 33 bps dan bunga minimum yang menurun 13 bps. Sementara itu, adanya potensi penundaan kembali kenaikan Fed rate pada Juni dan arah suku bunga perbankan domestik yang cenderung menurun akan
memberikan sentimen positif bagi pasar obligasi.
Di sisi supply, wacana pemerintah untuk menaikkan target penerbitan SBN sebesar 17,7% menjadi Rp384,9 triliun merupakan sinyal lain yang menunjukkan bahwa pasar obligasi masih akan menarik hingga akhir tahun.
(dmd)