Brexit Paksa Banyak Perusahaan Bekukan Rekrutmen
A
A
A
LONDON - Efek keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE) disebutkan telah membuat banyak perusahaan terpaksa menunda atau bahkan membekukan rekrutmen pekerja baru, seperti disampaikan oleh kelompok bisnis terkemuka. Institute of Directors (IoD) telah melakukan survei kepada 1.000 anggota dan menemukan bahwa seperempat di antaranya berencana membatalkan perekrutan pekerja baru.
Dilansir BBCnews, Senin (27/6/2016) hasil survei tersebut juga mencatat hampir sepertiga perusahaan menyatakan masih akan terus melakukan penerimaan dengan 5% di antaranya berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan hampir dua pertiganya menyuarakan efek negetif dari Brexit terhadap bisnis mereka.
"Kami tidak bisa mempermanis kondisi ini, banyak dari anggota kami merasa cemas. Sebagian besar pemimpin perusahaan berpikir vote untuk Brexit buruk bagi mereka dan sebagai akibatnya mereka membuat rencana baru untuk investasi dan menahan penambahan pekerja baru atau bahkan mengurangi," terang Direktur Jenderal IoD Simon Walker.
Sementara itu terkait tuntutan bisnis, dia juga mengomentari seputar pengunduran diri Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron setelah referendum Brexit mengeluarkan keputusan hengkang dari UE.
"Pelaku bisnis memiliki pesan yang jelas kepada mereka yang ingin menggantikan David Cameron sebagai Perdana Menteri. Selama kampanye referendum, kami dijanjikan negara terbuka dan melihat ke pasar bebas setelah Brexit. Saat ini harus disampaikan," tegasnya.
Di sisi lain sebelumnya HSBC kabarnya berencana merelokasi atau memindakan sampai 1.000 staf dari London ke Paris, jika Inggris meninggalkan single market. Selain itu Bank Investasi Morgan Stanley juga telah menggeser hingga 2.000 pekerjaan dari London ke Dublin atau Frankfurt.
Bank-bank lain diyakini akan membuat langkah serupa bila Inggris meninggalkan single market dan kesepatan "passport" hilang. Sebelumnya hal ini memungkinkan bank untuk melakukan bisnis di seluruh Eropa tanpa otorisasi yang terpisah untuk masing-masing negara.
Paspor secara luas digunakan oleh semua jenis perusahaan keuangan di EU serta perusahaan-perusahaan dari luar Area Ekonomi Eropa (EEA), seperti Swiss dan Amerika Serikat. Jika paspor perbankan tidak lagi tersedia untuk perusahaan-perusahaan yang berbasis di Inggris, beberapa operasi harus beralih ke lokasi di dalam EEA.
Dilansir BBCnews, Senin (27/6/2016) hasil survei tersebut juga mencatat hampir sepertiga perusahaan menyatakan masih akan terus melakukan penerimaan dengan 5% di antaranya berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan hampir dua pertiganya menyuarakan efek negetif dari Brexit terhadap bisnis mereka.
"Kami tidak bisa mempermanis kondisi ini, banyak dari anggota kami merasa cemas. Sebagian besar pemimpin perusahaan berpikir vote untuk Brexit buruk bagi mereka dan sebagai akibatnya mereka membuat rencana baru untuk investasi dan menahan penambahan pekerja baru atau bahkan mengurangi," terang Direktur Jenderal IoD Simon Walker.
Sementara itu terkait tuntutan bisnis, dia juga mengomentari seputar pengunduran diri Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron setelah referendum Brexit mengeluarkan keputusan hengkang dari UE.
"Pelaku bisnis memiliki pesan yang jelas kepada mereka yang ingin menggantikan David Cameron sebagai Perdana Menteri. Selama kampanye referendum, kami dijanjikan negara terbuka dan melihat ke pasar bebas setelah Brexit. Saat ini harus disampaikan," tegasnya.
Di sisi lain sebelumnya HSBC kabarnya berencana merelokasi atau memindakan sampai 1.000 staf dari London ke Paris, jika Inggris meninggalkan single market. Selain itu Bank Investasi Morgan Stanley juga telah menggeser hingga 2.000 pekerjaan dari London ke Dublin atau Frankfurt.
Bank-bank lain diyakini akan membuat langkah serupa bila Inggris meninggalkan single market dan kesepatan "passport" hilang. Sebelumnya hal ini memungkinkan bank untuk melakukan bisnis di seluruh Eropa tanpa otorisasi yang terpisah untuk masing-masing negara.
Paspor secara luas digunakan oleh semua jenis perusahaan keuangan di EU serta perusahaan-perusahaan dari luar Area Ekonomi Eropa (EEA), seperti Swiss dan Amerika Serikat. Jika paspor perbankan tidak lagi tersedia untuk perusahaan-perusahaan yang berbasis di Inggris, beberapa operasi harus beralih ke lokasi di dalam EEA.
(akr)