BI: Krisis Karena Brexit Tidak Sama dengan Tahun 2008
A
A
A
JAKARTA - Deputi Gubernur Bank Indonesia, Mirza Adityaswara menyatakan, volatilitas yang terjadi pada rupiah hitungannya tidak akan berlangsung lama karena pengaruh Brexit. Karena pelemahan ekonomi global ditambah dengan Brexit tahun ini, tidak sama dengan krisis tahun 2008.
Dijelaskan Mirza, pada tahun 2008, kondisi global mengalami guncangan krisis yang disebabkan kondisi kredit pada waktu itu memang bermasalah.
"Hitungannya kurang dari itu lah, karena kini kan berbeda dengan krisis global tahun 2008, karena yang terjadi kan kredit bermasalah. Sedangkan kalau ini menunjukkan bahwa ekonomi Inggris akan mengalami penurunan jangka panjang itu pun dalam dua tahun lagi," kata Mirza di Gedung DPR usai Rapat Badan Anggaran dengan Pemerintah dan DPR membahas RAPBNP 2016, Selasa dini hari (28/6/2016).
Selain itu, lanjut dia, fenomena ini akan lebih kepada potensi ekonomi Inggris yang akan turun, maka profitability perusahaan-perusahaan di sana akan turun juga.
"Dengan turunnya itu, maka perbankan-perbankan di Inggris akan menjadi market share di Eropa dan akan kelihatan saham bank di Inggris akan jatuh," kata dia.
Namun, kata Mirza, tak perlu dikhawatirkan terlalu dalam, karena krisis yang terjadi di Inggris tak sama dengan Amerika Serikat yang terjadi beberapa tahun lalu, jadi dampaknya tak akan besar.
"Masalah yang dihadapi Inggris sih tidak parah bukan seperti Amerika yang mnghadapi krisis dulu. Jadi tidak perlu dikhawatirkan," pungkasnya.
Dijelaskan Mirza, pada tahun 2008, kondisi global mengalami guncangan krisis yang disebabkan kondisi kredit pada waktu itu memang bermasalah.
"Hitungannya kurang dari itu lah, karena kini kan berbeda dengan krisis global tahun 2008, karena yang terjadi kan kredit bermasalah. Sedangkan kalau ini menunjukkan bahwa ekonomi Inggris akan mengalami penurunan jangka panjang itu pun dalam dua tahun lagi," kata Mirza di Gedung DPR usai Rapat Badan Anggaran dengan Pemerintah dan DPR membahas RAPBNP 2016, Selasa dini hari (28/6/2016).
Selain itu, lanjut dia, fenomena ini akan lebih kepada potensi ekonomi Inggris yang akan turun, maka profitability perusahaan-perusahaan di sana akan turun juga.
"Dengan turunnya itu, maka perbankan-perbankan di Inggris akan menjadi market share di Eropa dan akan kelihatan saham bank di Inggris akan jatuh," kata dia.
Namun, kata Mirza, tak perlu dikhawatirkan terlalu dalam, karena krisis yang terjadi di Inggris tak sama dengan Amerika Serikat yang terjadi beberapa tahun lalu, jadi dampaknya tak akan besar.
"Masalah yang dihadapi Inggris sih tidak parah bukan seperti Amerika yang mnghadapi krisis dulu. Jadi tidak perlu dikhawatirkan," pungkasnya.
(ven)