Lima Opsi Model Perdagangan Inggris Usai Cerai dari Uni Eropa
A
A
A
LONDON - Inggris harus menghadapi tantangan untuk membangun hubungan perdagangan baru setelah memutuskan hengkang dari keanggotaan Uni Eropa (UE), dengan 27 anggota UE yang tersisa dan negara-negara lain di seluruh dunia. Sebagai anggota UE, Inggris telah ambil bagian dalam kesepakatan transaksi perdagangan di Eropa.
Setidaknya seperti dilansir BBCnews, Selasa (28/6/2016) ada 22 perjanjian antara Uni Eropa dan negara-negara individu lainnya serta lima kesepakatan multi-lateral yang mencakup beberapa negara. Hal ini berarti apabila Inggris ingin mempertahankan akses istimewa ke 52 negara yang tercakup dalam perjanjian tersebut, maka Negeri Ratu Elizabeth -julukan Inggris- itu harus melakukan negosiasi kembali dan mengajukan penawaran dagang dengan mereka semua.
(Baca Juga: Menkeu Inggris Akui Brexit Bisa Bikin Ekonomi Melemah)
Inggris adalah pasar yang besar, sehingga sangat jelas ada insentif untuk negara-negara lain dalam menegosiasikan kesepakatan. Pendukung Brexit (British exit) berpendapat bahwa ini tidak akan mengganggu kemitraan perdagangan yang sudah terjalin selama ini. Tapi beberapa model ini bisa menjadi pilihan realistis buat Inggris setelah memilih Brexit.
Pertama model Norwegia dimana Inggris dapat bekerja sama dengan UE menggunakan format European Economic Area (EEA), dimana mendapatkan akses penuh ke single market dan wajib memberikan kontribusi keuangan serta menjalankan beberapa undang-undang UE. Pergerakan bebas para pekerja berlaku seperti halnya di Uni Eropa.
Norwegia adalah negara anggota EEA bersama dengan 28 anggota UE saat ini seperti Liechtenstein dan Islandia. Dalam model ini, Inggris dan UE menjalankan kesepakatan mulai dari Free Movement of Services (FMS) hingga kemungkinan melakukan negosiasi secara otonom dengan UE.
Setiap orang dari seluruh Uni Eropa bebas hidup dan bekerja di Norwegia, tapi negara ini tidak menjalankan aturan Uni Eropa soal pertanian, perikanan dan kebijakan dalam negeri. Perbedaannya bahwa Inggris hanya perlu menjalankan 350 peraturan yang terkait dibandingkan dengan 1.000-an peraturan yang harus dilakukan bila menjadi anggota UE.
Beberapa peraturan yang berpeluang dirundingkan terutama terkait dengan FMP atau imigrasi yang selama ini memang menjadi pokok masalah. Analis senior berharap Inggris akan terus memiliki akses ke single market. Sementara Menteri Keuangan Irlandia Michael Noonan mengatakan, Inggris tidak mungkin menjamin akses penuh ke pasar tunggal kecuali memungkinkan gerakan bebas pekerja.
Inggris sendiri dinilai harus membayar mahal akses mereka ke single market, bila mengikuti cara Norwegia. "Biaya per kapita Norwegia adalah persis sama seperti apa yang Inggris sekarang bayarkan ke Uni Eropa. Jadi tidak akan ada tabungan apapun," terang Analis Senior MP Jerman Angela Merkel.
Kedua adalah model Swiss yakni kerja sama yang dilakukan bersama UE hanya dilandasi kesepakatan EFTA dan bilateral kedua pihak. Dalam model ini, tidak semua aturan perdagangan UE harus dijalankan, meski tetap berkontribusi kepada keuangan dengan besaran lebih kecil dari Norwegia.
Swiss memang tidak memiliki kewajiban untuk menerapkan undang-undang EU tetapi harus mengimplementasikan beberapa peraturan Uni Eropa untuk memungkinkan perdagangan, dan perdagangan bebas tetap berlaku. Mereka tidak mempunyai akse penuh ke single market untuk sektor perbankan dan beberapa sektor jasa.
Sampai saat ini, Swiss yang menjual lebih dari 50% dari ekspor ke Uni Eropa memiliki sekitar 120 perjanjian perdagangan bilateral. Selain itu Swiss juga menyumbang miliaran dolar untuk proyek-proyek EU.
Ketiga yakni model Turki, dimana mereka tidak memberlakukan tarif dan kuota pada barang-barang industri yang diekspor ke Uni Eropa. Namun soal kebebasan warga negara Turki untuk bekerja di negara UE masih dibatasi.
Keempat adalah model yang digunakan Kanada ketika kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa belum mulai berlaku, dan hanya menghilangkan beberapa tarif barang termasuk makanan dan minuman serta layanan. Poin krusial lainnya kesepakatan The Comprehensive Economic and Trade Agreement (Ceta) akan menutup akses sektor keuangan Inggris ke UE seperti sekarang bila menggunakan modal ini.
Selanjutnya ada pendekatan Singapura dan Hong Kong yang menjadi model kelima. Mereka tidak memberlakukan tarif sama sekali untuk impor dan ekspor dengan pendekatan perdagangan bebas sepihak. Beberapa pendukung Brexit mengatakan Inggris dapat mengadopsi model sepihak perdagangan bebas dengan mengandalkan organisasi perdagangan dunia.
Tapi tanpa tarif apapun bisa memberikan efek yang sangat negatif kepada sektor pertanian Inggris dan manufaktur, impor barang-barang seperti makanan dan baja dalam kasus ini akan menjadi lebih murah dibandingkan produksi di Inggris.
Setidaknya seperti dilansir BBCnews, Selasa (28/6/2016) ada 22 perjanjian antara Uni Eropa dan negara-negara individu lainnya serta lima kesepakatan multi-lateral yang mencakup beberapa negara. Hal ini berarti apabila Inggris ingin mempertahankan akses istimewa ke 52 negara yang tercakup dalam perjanjian tersebut, maka Negeri Ratu Elizabeth -julukan Inggris- itu harus melakukan negosiasi kembali dan mengajukan penawaran dagang dengan mereka semua.
(Baca Juga: Menkeu Inggris Akui Brexit Bisa Bikin Ekonomi Melemah)
Inggris adalah pasar yang besar, sehingga sangat jelas ada insentif untuk negara-negara lain dalam menegosiasikan kesepakatan. Pendukung Brexit (British exit) berpendapat bahwa ini tidak akan mengganggu kemitraan perdagangan yang sudah terjalin selama ini. Tapi beberapa model ini bisa menjadi pilihan realistis buat Inggris setelah memilih Brexit.
Pertama model Norwegia dimana Inggris dapat bekerja sama dengan UE menggunakan format European Economic Area (EEA), dimana mendapatkan akses penuh ke single market dan wajib memberikan kontribusi keuangan serta menjalankan beberapa undang-undang UE. Pergerakan bebas para pekerja berlaku seperti halnya di Uni Eropa.
Norwegia adalah negara anggota EEA bersama dengan 28 anggota UE saat ini seperti Liechtenstein dan Islandia. Dalam model ini, Inggris dan UE menjalankan kesepakatan mulai dari Free Movement of Services (FMS) hingga kemungkinan melakukan negosiasi secara otonom dengan UE.
Setiap orang dari seluruh Uni Eropa bebas hidup dan bekerja di Norwegia, tapi negara ini tidak menjalankan aturan Uni Eropa soal pertanian, perikanan dan kebijakan dalam negeri. Perbedaannya bahwa Inggris hanya perlu menjalankan 350 peraturan yang terkait dibandingkan dengan 1.000-an peraturan yang harus dilakukan bila menjadi anggota UE.
Beberapa peraturan yang berpeluang dirundingkan terutama terkait dengan FMP atau imigrasi yang selama ini memang menjadi pokok masalah. Analis senior berharap Inggris akan terus memiliki akses ke single market. Sementara Menteri Keuangan Irlandia Michael Noonan mengatakan, Inggris tidak mungkin menjamin akses penuh ke pasar tunggal kecuali memungkinkan gerakan bebas pekerja.
Inggris sendiri dinilai harus membayar mahal akses mereka ke single market, bila mengikuti cara Norwegia. "Biaya per kapita Norwegia adalah persis sama seperti apa yang Inggris sekarang bayarkan ke Uni Eropa. Jadi tidak akan ada tabungan apapun," terang Analis Senior MP Jerman Angela Merkel.
Kedua adalah model Swiss yakni kerja sama yang dilakukan bersama UE hanya dilandasi kesepakatan EFTA dan bilateral kedua pihak. Dalam model ini, tidak semua aturan perdagangan UE harus dijalankan, meski tetap berkontribusi kepada keuangan dengan besaran lebih kecil dari Norwegia.
Swiss memang tidak memiliki kewajiban untuk menerapkan undang-undang EU tetapi harus mengimplementasikan beberapa peraturan Uni Eropa untuk memungkinkan perdagangan, dan perdagangan bebas tetap berlaku. Mereka tidak mempunyai akse penuh ke single market untuk sektor perbankan dan beberapa sektor jasa.
Sampai saat ini, Swiss yang menjual lebih dari 50% dari ekspor ke Uni Eropa memiliki sekitar 120 perjanjian perdagangan bilateral. Selain itu Swiss juga menyumbang miliaran dolar untuk proyek-proyek EU.
Ketiga yakni model Turki, dimana mereka tidak memberlakukan tarif dan kuota pada barang-barang industri yang diekspor ke Uni Eropa. Namun soal kebebasan warga negara Turki untuk bekerja di negara UE masih dibatasi.
Keempat adalah model yang digunakan Kanada ketika kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa belum mulai berlaku, dan hanya menghilangkan beberapa tarif barang termasuk makanan dan minuman serta layanan. Poin krusial lainnya kesepakatan The Comprehensive Economic and Trade Agreement (Ceta) akan menutup akses sektor keuangan Inggris ke UE seperti sekarang bila menggunakan modal ini.
Selanjutnya ada pendekatan Singapura dan Hong Kong yang menjadi model kelima. Mereka tidak memberlakukan tarif sama sekali untuk impor dan ekspor dengan pendekatan perdagangan bebas sepihak. Beberapa pendukung Brexit mengatakan Inggris dapat mengadopsi model sepihak perdagangan bebas dengan mengandalkan organisasi perdagangan dunia.
Tapi tanpa tarif apapun bisa memberikan efek yang sangat negatif kepada sektor pertanian Inggris dan manufaktur, impor barang-barang seperti makanan dan baja dalam kasus ini akan menjadi lebih murah dibandingkan produksi di Inggris.
(akr)