ESDM Anggap Holding Migas Tidak Melanggar UU
A
A
A
JAKARTA - Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu mengatakan, pembentukan holding BUMN migas sudah sesuai aturan yang berlaku. Hal ini sama sekali tidak melanggar satupun Undang-Undang (UU).
"UU apa yang disalahi? Sama sekali tidak ada. Saya tidak menemukan UU atau aturan pun yang dilanggar, tidak juga UU tentang BUMN," kata Said yang juga mantan Sekretaris Menteri BUMN dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Said tidak menepis, bahwa saat ini banyak pihak berusaha menggagalkan pembentukan holding BUMN migas. Antara lain, dengan mengembuskan isu bahwa pembentukan holding BUMN migas melanggar UU dan aturan. Tetapi ketika ditanya UU mana yang dilanggar, tak ada yang bisa menjawab.
Said juga menegaskan, pembentukan holding BUMN migas tidak perlu meminta izin DPR. Pasalnya, pada holding BUMN migas sama sekali tidak terdapat perpindahan status aset, dari yang semula aset negara menjadi aset nonnegara.
Sebab, sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa aset anak perusahaan di BUMN juga merupakan aset negara. Artinya, jika berada di bawah Pertamina sebagai induk holding, maka aset PGN tetap menjadi aset negara.
"Yang perlu minta izin DPR, jika terjadi perubahan status aset negara di BUMN menjadi aset bukan milik negara lagi," kata Said.
Dengan demikian, pemerintah sebaiknya segera merelisasikan pembentukan holding BUMN migas. Pasalnya, selain menjadikan Pertamina sebagai National Oil Company (NOC), juga menjadi tuntutan di tengah penggunaan gas dalam negeri yang semakin meningkat.
"Ini langkah yang sangat baik. Apalagi di tengah permintaan gas yang semakin meningkat, 43% saham PGN justru dimiliki bukan milik pemerintah," lanjut dia.
Upaya tersebut, menurut Said juga menguntungkan semua pihak. Tidak hanya pemerintah, namun juga BUMN yang ada, termasuk Pertamina dan PGN. Bahkan, pemilik saham minoritas di PGN pun sangat diuntungka.
Pemerintah untung, karena dengan adanya holding BUMN migas, mempermudah dan mempercepat pengembangan gas nasional. "Karena pemerintah bisa menugaskan langsung. Sedangkan sekarang lebih sulit karena ada satu BUMN yang terbuka," jelas Said.
BUMN juga untung. Pasalnya, dengan adanya holding BUMN migas, maka efisiensi dan kinerja akan meningkat. Bahkan, PGN juga akan memiliki aset dan kapasitas bisnis yang meningkat.
Sementara, pemilik saham publik untung, karena memiliki kesempatan untuk menambah lembar sahamnya. Sebab, pasti akan terjadi re-isue terhadap inbreng saham pemerintah.
"Jadi saya sama sekali tidak melihat bahwa langkah akan merugikan pihak lain," pungkasnya.
"UU apa yang disalahi? Sama sekali tidak ada. Saya tidak menemukan UU atau aturan pun yang dilanggar, tidak juga UU tentang BUMN," kata Said yang juga mantan Sekretaris Menteri BUMN dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Said tidak menepis, bahwa saat ini banyak pihak berusaha menggagalkan pembentukan holding BUMN migas. Antara lain, dengan mengembuskan isu bahwa pembentukan holding BUMN migas melanggar UU dan aturan. Tetapi ketika ditanya UU mana yang dilanggar, tak ada yang bisa menjawab.
Said juga menegaskan, pembentukan holding BUMN migas tidak perlu meminta izin DPR. Pasalnya, pada holding BUMN migas sama sekali tidak terdapat perpindahan status aset, dari yang semula aset negara menjadi aset nonnegara.
Sebab, sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa aset anak perusahaan di BUMN juga merupakan aset negara. Artinya, jika berada di bawah Pertamina sebagai induk holding, maka aset PGN tetap menjadi aset negara.
"Yang perlu minta izin DPR, jika terjadi perubahan status aset negara di BUMN menjadi aset bukan milik negara lagi," kata Said.
Dengan demikian, pemerintah sebaiknya segera merelisasikan pembentukan holding BUMN migas. Pasalnya, selain menjadikan Pertamina sebagai National Oil Company (NOC), juga menjadi tuntutan di tengah penggunaan gas dalam negeri yang semakin meningkat.
"Ini langkah yang sangat baik. Apalagi di tengah permintaan gas yang semakin meningkat, 43% saham PGN justru dimiliki bukan milik pemerintah," lanjut dia.
Upaya tersebut, menurut Said juga menguntungkan semua pihak. Tidak hanya pemerintah, namun juga BUMN yang ada, termasuk Pertamina dan PGN. Bahkan, pemilik saham minoritas di PGN pun sangat diuntungka.
Pemerintah untung, karena dengan adanya holding BUMN migas, mempermudah dan mempercepat pengembangan gas nasional. "Karena pemerintah bisa menugaskan langsung. Sedangkan sekarang lebih sulit karena ada satu BUMN yang terbuka," jelas Said.
BUMN juga untung. Pasalnya, dengan adanya holding BUMN migas, maka efisiensi dan kinerja akan meningkat. Bahkan, PGN juga akan memiliki aset dan kapasitas bisnis yang meningkat.
Sementara, pemilik saham publik untung, karena memiliki kesempatan untuk menambah lembar sahamnya. Sebab, pasti akan terjadi re-isue terhadap inbreng saham pemerintah.
"Jadi saya sama sekali tidak melihat bahwa langkah akan merugikan pihak lain," pungkasnya.
(izz)