BI Nilai Akan Ada Referendum Kedua Pascabrexit
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai, ada kemungkinan terjadi referendum kedua setelah Inggris mengumumkan keluar dari Uni Eropa (Brexit). Pasalnya, sudah ada petisi untuk melaksanakan referendum kedua dan petisi ini sudah ditandatangani tiga juta orang.
"Tapi sekarang kita tahu ada petisi di rakyat Inggris, sudah ada 3 juta orang untuk referendum kedua. Karena kemarin kan yang menang itu ada 52%, sementara yang datang untuk pemilu ada 70%. Jadi kan 52% dari 70% yang datang untuk pemilu. Makannya ada petisi itu," ujar Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara saat buka puasa bersama di Jakarta, Rabu (29/6/2016).
Menurutnya, tantangan untuk Inggris memang berat. Pasalnya, selama ini mereka menikmati aliran Penanaman Modal Asing (PMA) Eropa masuk ke Inggris. Selama ini, lanjut Mirza, Inggris mengalami defisit untuk ekspor-impor barang dan jasanya.
Sementara defisit mereka, ditutup dari aliran modal dari Eropa ke Inggris. "Nah, jadi aliran modal Eropa masuk ke Inggris itu juga karena memanfaatkan EU agrement. Jadi sekarang Inggris harus membuat negosiasi agreement terkait investasi, perdagangan, dengan negara eropa," papar Mirza.
Dia mengatakan, Inggris harus mulai melakukan negosiasi ulang terhadap agreement yang telah disepakatinya dalam Uni Eropa. Bukan hanya untuk bilateral dengan negara di sana, tetapi Inggris juga harus membuat agreement sendiri dengan negara-negara di luar Uni Eropa.
Diperkirakan ekonomi Inggris akan melambat, sehingga membuat stok market di Inggris jatuh dan saham mereka juga jatuh. Bukan hanya itu, ujar dia, Inggris akan kehilangan market share di Eropa, sehingga perekonomian Inggris bisa melemah dan membuat pertumbuhan kredit melambat.
Namun, menurut Mirza, kondisi perekonomian Inggris yang dinilai akan memburuk tidak sepenuhnya berdampak ke negara emerging market seperti Indonesia.
"Tapi, memang kita harus monitor apakah perlambatan ekonomi Inggris akan membuat ekonomi Eropa akan ada referendum-referendum lain di sana, ekspor Eropa turun. Itu skenario yang saya rasa masih terlalu dini untuk kita buat. Tapi kita akan monitor terus," jelasnya.
"Tapi sekarang kita tahu ada petisi di rakyat Inggris, sudah ada 3 juta orang untuk referendum kedua. Karena kemarin kan yang menang itu ada 52%, sementara yang datang untuk pemilu ada 70%. Jadi kan 52% dari 70% yang datang untuk pemilu. Makannya ada petisi itu," ujar Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara saat buka puasa bersama di Jakarta, Rabu (29/6/2016).
Menurutnya, tantangan untuk Inggris memang berat. Pasalnya, selama ini mereka menikmati aliran Penanaman Modal Asing (PMA) Eropa masuk ke Inggris. Selama ini, lanjut Mirza, Inggris mengalami defisit untuk ekspor-impor barang dan jasanya.
Sementara defisit mereka, ditutup dari aliran modal dari Eropa ke Inggris. "Nah, jadi aliran modal Eropa masuk ke Inggris itu juga karena memanfaatkan EU agrement. Jadi sekarang Inggris harus membuat negosiasi agreement terkait investasi, perdagangan, dengan negara eropa," papar Mirza.
Dia mengatakan, Inggris harus mulai melakukan negosiasi ulang terhadap agreement yang telah disepakatinya dalam Uni Eropa. Bukan hanya untuk bilateral dengan negara di sana, tetapi Inggris juga harus membuat agreement sendiri dengan negara-negara di luar Uni Eropa.
Diperkirakan ekonomi Inggris akan melambat, sehingga membuat stok market di Inggris jatuh dan saham mereka juga jatuh. Bukan hanya itu, ujar dia, Inggris akan kehilangan market share di Eropa, sehingga perekonomian Inggris bisa melemah dan membuat pertumbuhan kredit melambat.
Namun, menurut Mirza, kondisi perekonomian Inggris yang dinilai akan memburuk tidak sepenuhnya berdampak ke negara emerging market seperti Indonesia.
"Tapi, memang kita harus monitor apakah perlambatan ekonomi Inggris akan membuat ekonomi Eropa akan ada referendum-referendum lain di sana, ekspor Eropa turun. Itu skenario yang saya rasa masih terlalu dini untuk kita buat. Tapi kita akan monitor terus," jelasnya.
(izz)