Merayakan Viral Pokemon Go
A
A
A
YUSWOHADY
Managing Partner, Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
MINGGU-minggu ini kita menyaksikan dua kejadian viral dahsyat yang terjadi bersamaan yaitu Pokemon Go dan kasus virus palsu.
Setiap terjadi gelombang viral, baik itu produk (iPhone), layanan (Klinik Tong Fang), iklan (Mastin si kulit manggis), meme (Bekasi dan AADC), video (Gangnam Style), game (Pokemon Go), atau kasus (virus palsu dan sidang Jessica) selalu saja terjadi aksi massa untuk "menggoreng" viral tersebut hingga menjadi bola liar yang kian menggila.
Seperti dalam kasus viral Pokemon Go yang sedang hot saat ini, seperti dikomando, kita berpartisipasi aktif menanggapi, mengembangkan pernik-pernik cerita, atau menciptakan kontroversi agar magnitute isunya menjadi kian membesar.
Kita berkreasi habis-habisan dengan membuat diskusi terbuka, melempar isu, menciptakan hastag, atau menyebarkan meme untuk memanaskan suasana. Hasil akhirnya bisa kita tebak, bola salju viral kian membesar dan menggulunggulung liar.
Dalam kondisi seperti ini massa, kita semua, seperti sedang hiruk- pikuk merayakan viral Pokemon Go. Kita seperti berpesta pora dan bergotong-royong untuk melipatgandakan viralnya.
Go Viral
Coba kita tengok bagaimana viral Pokemon Go menjalar dalam seminggu terakhir. Begitu game fenomenal ini meluncur di pasar (terbatas di beberapa negara), dalam ukuran hari viralnya lang-sung menyebar ke seluruh pelosok dunia dari New York hingga Gunung Kidul.
Awalnya, isu viral menyangkut kehebatan game tersebut seperti pengalaman mencari Pokemon yang mengasyikkan, penggunaan teknologi augmentedreality (AR) yang canggih, atau dampak positifnya bagi kesehatan karena intensnya aktivitas fisik. Tapi kemudian isu viral berkembang ke berbagai kejadian yang terkait dengan game ini.
Dimulai dari para selebritas global maupun lokal yang berlomba-lomba narsis memproklamirkan diri sebagai pengguna fanatik Pokemon Go. Lalu isu meluas ke dampak samping Pokemon Go seperti banyaknya orang yang kecanduan atau banyaknya kasus kecelakaan lalu-lintas karena asyik memainkan Pokemon Go.
Berikutnya isu viral menjorok kian dalam dan rumit. Tiba-tiba muncul hoax Dekan Fakultas Psikologi UGM yang memperingatkan bahaya serius dari permainan ini. "Go to hell Pokemon," seru hoax tersebut.
Hoax ini sukses menghasilkan perdebatan seru di media sosial, walaupun akhirnya kita tahu bahwa hoax ini tak jelas sumbernya. Tak hanya itu, isu viral kemudian berkembang semakin menakutkan. Tiba-tiba muncul isu seolah-olah game ini merupakan alat CIA untuk memata-matai seluruh dunia.
Di salah satu blog, saya menemukan seorang pendeta secara lugas menyebut Pokemon Go sebagai permainan iblis dan bagian dari penyebaran ajaran setan di dunia maya.
Di sini kontroversi di seputar viral Pokemon Go mulai terbentuk dan menjalar liar. Viral Pokemon Go menjadi kian panas ketika satu-persatu menteri, gubernur, bupati hingga kepolisian mulai berlomba-lomba melarang personilnya bermain Pokemon Go saat bekerja.
"Kapolres Depok Razia Anggotanya yang Bermain Pokemon Go," begitu salah satu judul headline sebuah surat kabar. Para petinggi negeri ini seperti tidak mau ketinggalan untuk numpang beken di tengah heboh Pokemon Go.
Api Unggun
Saya menggambarkan fenomena viral layaknya sebuah api unggun di ujung gang yang ramai. Api unggun ini begitu eksotis dengan lidah api yang menjilat-jilat udara. Karena itu, setiap orang yang lalulalang selalu menyempatkan diri untuk melihatnya. Nah, sambil melihat dan menikmati kehangatan api, mereka melemparkan apapun yang dibawanya.
Mereka yang punya kulit kacang, koran habis baca, kardus bekas kemasan, atau ranting kayu dilemparkan ke pusat bara api. Itu sebabnya api terus menyala. Nah, api unggun itu akan membesar nyala apinya jika banyak orang datang dan melemparkan apapun yang ia punya.
Sebaliknya, api unggun itu akan meredup dan berhenti menyala ketika sudah tak ada lagi orang lewat yang melempar barang. Ketika api tak lagi menyala, maka api unggun itu tak lagi menarik dan kemudian tak lagi ada orang yang mau mendatanginya.
Saya menggambarkan isu yang sedang hot dari sebuah viral sebagai api yang sedang hebat menyala-nyala. Setiap orang yang datang ke api unggun untuk sekadar melihat atau mencari kehangatan merepresentasikan kita semua para penggembira (baca:cheerleaders) viral.
Dan kulit kacang, kertas koran, kardus, ranting kayu, dan barang apapun yang dimasukan ke bara api menggambarkan tanggapan, isu, ataupun beragam cerita yang mereka lemparkan untuk meramaikan viral. Dengan penggambaran itu menjadi jelas bahwa, sebuah viral akan hot dan terus menjalar ke mana-mana jika banyak penggembira yang berpartisipasi dan kemudian melemparkan beragam isu dan cerita untuk membesarkan viral.
Sebaliknya viral itu meredup dan berhenti menjalar jika sudah tak ada lagi orang yang tertarik memperbincangkannya karena memang isu dan ceritanya sudah tak ada lagi yang tersisa. Minggu-minggu ini kita sedang hot-hot-nya merayakan api unggun Pokemon Go. Semua orang begitu bersemangat nimbrung dan melempar isu untuk membesarkan apinya.
Namun, setiap perayaan tentu ada usainya. LetLets see, kapan api unggun Pokemon Go bakal meredup dan akhirnya mati ditelan bumi. Mungkin minggu depan, bulan depan, atau mungkin juga tahun depan.
Managing Partner, Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
MINGGU-minggu ini kita menyaksikan dua kejadian viral dahsyat yang terjadi bersamaan yaitu Pokemon Go dan kasus virus palsu.
Setiap terjadi gelombang viral, baik itu produk (iPhone), layanan (Klinik Tong Fang), iklan (Mastin si kulit manggis), meme (Bekasi dan AADC), video (Gangnam Style), game (Pokemon Go), atau kasus (virus palsu dan sidang Jessica) selalu saja terjadi aksi massa untuk "menggoreng" viral tersebut hingga menjadi bola liar yang kian menggila.
Seperti dalam kasus viral Pokemon Go yang sedang hot saat ini, seperti dikomando, kita berpartisipasi aktif menanggapi, mengembangkan pernik-pernik cerita, atau menciptakan kontroversi agar magnitute isunya menjadi kian membesar.
Kita berkreasi habis-habisan dengan membuat diskusi terbuka, melempar isu, menciptakan hastag, atau menyebarkan meme untuk memanaskan suasana. Hasil akhirnya bisa kita tebak, bola salju viral kian membesar dan menggulunggulung liar.
Dalam kondisi seperti ini massa, kita semua, seperti sedang hiruk- pikuk merayakan viral Pokemon Go. Kita seperti berpesta pora dan bergotong-royong untuk melipatgandakan viralnya.
Go Viral
Coba kita tengok bagaimana viral Pokemon Go menjalar dalam seminggu terakhir. Begitu game fenomenal ini meluncur di pasar (terbatas di beberapa negara), dalam ukuran hari viralnya lang-sung menyebar ke seluruh pelosok dunia dari New York hingga Gunung Kidul.
Awalnya, isu viral menyangkut kehebatan game tersebut seperti pengalaman mencari Pokemon yang mengasyikkan, penggunaan teknologi augmentedreality (AR) yang canggih, atau dampak positifnya bagi kesehatan karena intensnya aktivitas fisik. Tapi kemudian isu viral berkembang ke berbagai kejadian yang terkait dengan game ini.
Dimulai dari para selebritas global maupun lokal yang berlomba-lomba narsis memproklamirkan diri sebagai pengguna fanatik Pokemon Go. Lalu isu meluas ke dampak samping Pokemon Go seperti banyaknya orang yang kecanduan atau banyaknya kasus kecelakaan lalu-lintas karena asyik memainkan Pokemon Go.
Berikutnya isu viral menjorok kian dalam dan rumit. Tiba-tiba muncul hoax Dekan Fakultas Psikologi UGM yang memperingatkan bahaya serius dari permainan ini. "Go to hell Pokemon," seru hoax tersebut.
Hoax ini sukses menghasilkan perdebatan seru di media sosial, walaupun akhirnya kita tahu bahwa hoax ini tak jelas sumbernya. Tak hanya itu, isu viral kemudian berkembang semakin menakutkan. Tiba-tiba muncul isu seolah-olah game ini merupakan alat CIA untuk memata-matai seluruh dunia.
Di salah satu blog, saya menemukan seorang pendeta secara lugas menyebut Pokemon Go sebagai permainan iblis dan bagian dari penyebaran ajaran setan di dunia maya.
Di sini kontroversi di seputar viral Pokemon Go mulai terbentuk dan menjalar liar. Viral Pokemon Go menjadi kian panas ketika satu-persatu menteri, gubernur, bupati hingga kepolisian mulai berlomba-lomba melarang personilnya bermain Pokemon Go saat bekerja.
"Kapolres Depok Razia Anggotanya yang Bermain Pokemon Go," begitu salah satu judul headline sebuah surat kabar. Para petinggi negeri ini seperti tidak mau ketinggalan untuk numpang beken di tengah heboh Pokemon Go.
Api Unggun
Saya menggambarkan fenomena viral layaknya sebuah api unggun di ujung gang yang ramai. Api unggun ini begitu eksotis dengan lidah api yang menjilat-jilat udara. Karena itu, setiap orang yang lalulalang selalu menyempatkan diri untuk melihatnya. Nah, sambil melihat dan menikmati kehangatan api, mereka melemparkan apapun yang dibawanya.
Mereka yang punya kulit kacang, koran habis baca, kardus bekas kemasan, atau ranting kayu dilemparkan ke pusat bara api. Itu sebabnya api terus menyala. Nah, api unggun itu akan membesar nyala apinya jika banyak orang datang dan melemparkan apapun yang ia punya.
Sebaliknya, api unggun itu akan meredup dan berhenti menyala ketika sudah tak ada lagi orang lewat yang melempar barang. Ketika api tak lagi menyala, maka api unggun itu tak lagi menarik dan kemudian tak lagi ada orang yang mau mendatanginya.
Saya menggambarkan isu yang sedang hot dari sebuah viral sebagai api yang sedang hebat menyala-nyala. Setiap orang yang datang ke api unggun untuk sekadar melihat atau mencari kehangatan merepresentasikan kita semua para penggembira (baca:cheerleaders) viral.
Dan kulit kacang, kertas koran, kardus, ranting kayu, dan barang apapun yang dimasukan ke bara api menggambarkan tanggapan, isu, ataupun beragam cerita yang mereka lemparkan untuk meramaikan viral. Dengan penggambaran itu menjadi jelas bahwa, sebuah viral akan hot dan terus menjalar ke mana-mana jika banyak penggembira yang berpartisipasi dan kemudian melemparkan beragam isu dan cerita untuk membesarkan viral.
Sebaliknya viral itu meredup dan berhenti menjalar jika sudah tak ada lagi orang yang tertarik memperbincangkannya karena memang isu dan ceritanya sudah tak ada lagi yang tersisa. Minggu-minggu ini kita sedang hot-hot-nya merayakan api unggun Pokemon Go. Semua orang begitu bersemangat nimbrung dan melempar isu untuk membesarkan apinya.
Namun, setiap perayaan tentu ada usainya. LetLets see, kapan api unggun Pokemon Go bakal meredup dan akhirnya mati ditelan bumi. Mungkin minggu depan, bulan depan, atau mungkin juga tahun depan.
(izz)