Dibanjiri Pekerja China, ESDM Rekomendasi Smelter Pakai SDM Lokal
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong agar pekerja lokal diberikan kesempatan bekerja dalam pembangunan smelter atau pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat di Indonesia. Pasalnya saat ini diyakini banyak pekerja asing dari China yang bekerja di proyek pembangunan smelter.
Penyebabnya lantaran teknologi dari segi peralatan yang digunakan oleh Indonesia, kebanyakan buatan China. Karena hal itu Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) ESDM Bambang Gatot merasa perlu memberikan rekomendasi kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) agar mengutamakan SDM (Sumber Daya Manusia) lokal.
"Memang ada beberapa perusahaan China, sebagai operator. Tapi ketentuannya kalau ada tenaga asing tentu ada pendamping, pendampingnya itu yang dari Indonesia. Penyeimbang lah, itu kita lihat nanti. Kalau soal izin dari Kementerian Ketenagakerjaan, kita hanya merekomendasikan," kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (26/7/2016).
(Baca Juga: Komoditas Anjlok, Pemerintah Melunak Soal Kewajiban Bangun Smelter)
Dia menceritakan pernah suatu kali bertandang ke daerah operasi di Bintang 8, dimana rata-rata pekerjanya berasal dari China semua. Melihat hal tersebut, dia merasa perlu agak memaksa supaya tenaga kerja Indonesia dapat dipekerjakan.
"Bayangkan saja waktu saya ke Bintang 8 itu China semua, bagaimana coba. Maka dari itu kita harus paksakan adanya pendamping yang bisa mengendalikan, meskipun teknologinya dari sana," sambungnya.
Lanjut dia jika memang Indonesia banyak menggunakan teknologi China untuk peralatan mesin smelter, bukan berarti tenaga kerjanya harus banyak dari sana. "Saya tidak melihat itu. Semuanya menurut saya mesti seimbang," tutup Bambang.
Sebagai informasi kewajiban pembangunan smelter kepada para perusahaan tambang sejatinya merupakan buntut panjang dari ketentuan Pasal 170 Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 Pertambangan Minerba, yang mengatur bahwa setelah lima tahun diundangkan, seluruh pemegang kontrak karya (KK) wajib melakukan pemurnian di dalam negeri atas tambangnya.
Ketentuan tersebut dipertegas dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2014 yang menekankan bahwa smelter harus selesai setelah tiga tahun PP dikeluarkan.
Penyebabnya lantaran teknologi dari segi peralatan yang digunakan oleh Indonesia, kebanyakan buatan China. Karena hal itu Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) ESDM Bambang Gatot merasa perlu memberikan rekomendasi kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) agar mengutamakan SDM (Sumber Daya Manusia) lokal.
"Memang ada beberapa perusahaan China, sebagai operator. Tapi ketentuannya kalau ada tenaga asing tentu ada pendamping, pendampingnya itu yang dari Indonesia. Penyeimbang lah, itu kita lihat nanti. Kalau soal izin dari Kementerian Ketenagakerjaan, kita hanya merekomendasikan," kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (26/7/2016).
(Baca Juga: Komoditas Anjlok, Pemerintah Melunak Soal Kewajiban Bangun Smelter)
Dia menceritakan pernah suatu kali bertandang ke daerah operasi di Bintang 8, dimana rata-rata pekerjanya berasal dari China semua. Melihat hal tersebut, dia merasa perlu agak memaksa supaya tenaga kerja Indonesia dapat dipekerjakan.
"Bayangkan saja waktu saya ke Bintang 8 itu China semua, bagaimana coba. Maka dari itu kita harus paksakan adanya pendamping yang bisa mengendalikan, meskipun teknologinya dari sana," sambungnya.
Lanjut dia jika memang Indonesia banyak menggunakan teknologi China untuk peralatan mesin smelter, bukan berarti tenaga kerjanya harus banyak dari sana. "Saya tidak melihat itu. Semuanya menurut saya mesti seimbang," tutup Bambang.
Sebagai informasi kewajiban pembangunan smelter kepada para perusahaan tambang sejatinya merupakan buntut panjang dari ketentuan Pasal 170 Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 Pertambangan Minerba, yang mengatur bahwa setelah lima tahun diundangkan, seluruh pemegang kontrak karya (KK) wajib melakukan pemurnian di dalam negeri atas tambangnya.
Ketentuan tersebut dipertegas dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2014 yang menekankan bahwa smelter harus selesai setelah tiga tahun PP dikeluarkan.
(akr)