Formula Perhitungan Tarif Listrik Tidak Relevan
A
A
A
JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengusulkan perubahan perhitungan formula tarif listrik kepada pemerintah. Pasalnya, perhitungan skema tarif listrik sudah tidak relevan dengan penggunaan energi pada pembangkit listrik.
"Perhitungan formulasi tarif berada di Kementerian ESDM, kami hanya mengusulkan saja karena penggunaan BBM tidak mendominasi sehingga tidak relevan. Kami mengusulkan formulanya dapat disesuaikan dengan bauran energi yang digunakan," ujar Direktur Perencanaan PLN Nicke Widyawati, Jakarta, Rabu (24/8/2016).
Menurutnya, formula baru diharapkan bukan hanya memakai acuan harga minyak Indonesia, namun juga mengacu bauran energi lain seperti gas, batu bara dan energi terbarukan. Dia mengatakan, porsi kebutuhan pembangkit menggunakan bahan bakar minyak tinggal 7% selebihnya di topang dari energi batubara, gas, air dan tenaga panas bumi.
Berdasarkan data PLN, total kapasitas pembangkit listrik sebesar 54.000 megawatt. Adapun sebanyak 54,4% menggunakan batubara, 25,3% menggunakan gas bumi, 8,9% menggunakan tenaga air dan 7,1% menggunakan tenaga panas bumi.
"Realisasi terbesar menggunakan batu bara kemudian diikuti gas dan energi terbarukan. Jadi kalau hanya dipatok dengan BBM tidak relevan lagi. Tapi wewenangnya berada di Kementerian ESDM dan masih harus disetujui DPR," katanya.
Sementara, Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, usulan tersebut sudah dilaporkan ke Pelaksana Tugas Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan kemarin. PLN berharap formula perhitungan tarif listrik diubah menyesuaikan bauran energi yang digunakan pada pembangkit litsrik.
Adapun sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014 perhitungan skema tarif listrik yang digunakan PLN saat ini mengacu pada kondisi harga minyak, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan inflasi.
Padahal, peran energi pada pembangkit PLN saat ini tidak hanya menggunakan BBM. Namun, menggunakan energi lain seperti batu bara, gas dan energi terbarukan sehingga variabelnya sudah tidak relevan.
Semakin banyak menggunakan gas bumi maka berpengaruh terhadap tarif listrik. Karena itu, jika harga gas turun maka akan semakin murah tarif listriknya. Sebab itu, pihaknya mengusulkan kepada pemerintah melakukan perubahan tarif listrik. "Tapi ini baru usulan, keputusannya terserah Kementerian ESDM," tutup Sofyan.
"Perhitungan formulasi tarif berada di Kementerian ESDM, kami hanya mengusulkan saja karena penggunaan BBM tidak mendominasi sehingga tidak relevan. Kami mengusulkan formulanya dapat disesuaikan dengan bauran energi yang digunakan," ujar Direktur Perencanaan PLN Nicke Widyawati, Jakarta, Rabu (24/8/2016).
Menurutnya, formula baru diharapkan bukan hanya memakai acuan harga minyak Indonesia, namun juga mengacu bauran energi lain seperti gas, batu bara dan energi terbarukan. Dia mengatakan, porsi kebutuhan pembangkit menggunakan bahan bakar minyak tinggal 7% selebihnya di topang dari energi batubara, gas, air dan tenaga panas bumi.
Berdasarkan data PLN, total kapasitas pembangkit listrik sebesar 54.000 megawatt. Adapun sebanyak 54,4% menggunakan batubara, 25,3% menggunakan gas bumi, 8,9% menggunakan tenaga air dan 7,1% menggunakan tenaga panas bumi.
"Realisasi terbesar menggunakan batu bara kemudian diikuti gas dan energi terbarukan. Jadi kalau hanya dipatok dengan BBM tidak relevan lagi. Tapi wewenangnya berada di Kementerian ESDM dan masih harus disetujui DPR," katanya.
Sementara, Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, usulan tersebut sudah dilaporkan ke Pelaksana Tugas Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan kemarin. PLN berharap formula perhitungan tarif listrik diubah menyesuaikan bauran energi yang digunakan pada pembangkit litsrik.
Adapun sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014 perhitungan skema tarif listrik yang digunakan PLN saat ini mengacu pada kondisi harga minyak, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan inflasi.
Padahal, peran energi pada pembangkit PLN saat ini tidak hanya menggunakan BBM. Namun, menggunakan energi lain seperti batu bara, gas dan energi terbarukan sehingga variabelnya sudah tidak relevan.
Semakin banyak menggunakan gas bumi maka berpengaruh terhadap tarif listrik. Karena itu, jika harga gas turun maka akan semakin murah tarif listriknya. Sebab itu, pihaknya mengusulkan kepada pemerintah melakukan perubahan tarif listrik. "Tapi ini baru usulan, keputusannya terserah Kementerian ESDM," tutup Sofyan.
(izz)