Pemerintah Kejar Divestasi Freeport Sebelum UU Minerba Disahkan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mengejar waktu dalam menyerap pelepasan sebagian (divestasi) saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Sebab harus ada kesepakatan sebelum UU Minerba disahkan.
Anggota Komite Tim Divestasi Freeport Budi G Sadikin mengatakan, penentuan harga 10,64% saham Freeport tidak bisa menunggu lebih lama. Pembicaraan yang sudah dilakukan juga belum ada hasilnya.
"Masih belum ketemu bukan mentok. Soalnya dia kan ada deadline UU Minerba tahun depan, Januari. Harusnya sebelum itu harus ada deal harga," ujarnya kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Budi menjelaskan, pemerintah masih tetap bertahan di harga USD630 juta atau sekitar Rp8,19 triliun. Namun, Freeport masih belum mau menyetujui.
"Sampai sekarang belum ada diskusi ke arah sana (naikan harga). Saya ikut sekali pertemuan tim divestasi, Pak Aloy (Kementerian BUMN) ikut dua kali, saya sama Pak Aloy jadi di anggota komite tim divestasi, ketuanya menteri ESDM," kata dia.
Sementara, lanjut Budi, untung atau rugi jika sebelum Januari tidak juga ketemu titik terang divestasi saham ada di kajian menteri ESDM. Pihaknya tidak bisa bicara hal itu.
"Harus tanya ke Menteri ESDM. Kalau tidak deal (siapa yang untung atau rugi) mesti tanya menteri ESDM)," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa harga ideal divestasi saham PT Freeport Indonesia 10,64% berdasarkan perhitungan replacement cost atau biaya penggantian investasi hanya sekitar USD630 juta atau sekitar Rp8,19 triliun dengan kurs Rp13.000/USD.
Harga ini separuh lebih rendah dari harga yang ditawarkan Freeport sebesar USD1,7 miliar. Meski demikian, Menteri ESDM yang saat itu dijabat Sudirman Said menuturkan pemerintah sejauh ini belum mengajukan penawaran apapun kepada Freeport terkait 10,64% saham yang didivestasikan raksasa tambang AS tersebut.
Harga USD630 juta baru perhitungan pemerintah dengan dasar perhitungan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Nomor 27 tahun 2013.
Anggota Komite Tim Divestasi Freeport Budi G Sadikin mengatakan, penentuan harga 10,64% saham Freeport tidak bisa menunggu lebih lama. Pembicaraan yang sudah dilakukan juga belum ada hasilnya.
"Masih belum ketemu bukan mentok. Soalnya dia kan ada deadline UU Minerba tahun depan, Januari. Harusnya sebelum itu harus ada deal harga," ujarnya kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Budi menjelaskan, pemerintah masih tetap bertahan di harga USD630 juta atau sekitar Rp8,19 triliun. Namun, Freeport masih belum mau menyetujui.
"Sampai sekarang belum ada diskusi ke arah sana (naikan harga). Saya ikut sekali pertemuan tim divestasi, Pak Aloy (Kementerian BUMN) ikut dua kali, saya sama Pak Aloy jadi di anggota komite tim divestasi, ketuanya menteri ESDM," kata dia.
Sementara, lanjut Budi, untung atau rugi jika sebelum Januari tidak juga ketemu titik terang divestasi saham ada di kajian menteri ESDM. Pihaknya tidak bisa bicara hal itu.
"Harus tanya ke Menteri ESDM. Kalau tidak deal (siapa yang untung atau rugi) mesti tanya menteri ESDM)," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa harga ideal divestasi saham PT Freeport Indonesia 10,64% berdasarkan perhitungan replacement cost atau biaya penggantian investasi hanya sekitar USD630 juta atau sekitar Rp8,19 triliun dengan kurs Rp13.000/USD.
Harga ini separuh lebih rendah dari harga yang ditawarkan Freeport sebesar USD1,7 miliar. Meski demikian, Menteri ESDM yang saat itu dijabat Sudirman Said menuturkan pemerintah sejauh ini belum mengajukan penawaran apapun kepada Freeport terkait 10,64% saham yang didivestasikan raksasa tambang AS tersebut.
Harga USD630 juta baru perhitungan pemerintah dengan dasar perhitungan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Nomor 27 tahun 2013.
(izz)