Bank Indonesia Prediksi Inflasi Akhir Tahun 3,2%
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memprediksi, inflasi hingga akhir tahun 2016 bisa di bawah angka 3,2%. Dengan demikian, inflasi diperkirakan semakin terkendali dan berada pada sasaran inflasi 2016, yaitu 4%±1% atau bisa di bawah 4%.
"Sampai akhir tahun, inflasi bisa di bawah 4%, bahkan sekarang bisa di bawah 3,5%," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Dia melanjutkan, tekanan terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) mereda pasca Idul Fitri dan mencatat deflasi sebesar 0,02% (mtm) atau 2,79% (yoy) di bulan Agustus 2016 dengan inflasi inti tercatat 3,32% (yoy).
Menurutnya, perkembangan inflasi inti tersebut terutama akibat dari masih terbatasnya permintaan domestik, terkendalinya ekspektasi inflasi dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah. Selain itu, secara umum dari volatile food dan administrated prices juga sudah kembali normal ke kondisi sebelum Idul Fitri.
"Dan untuk core inflation memang ada sedikit peningkatan, utamanya karena biaya pendidikan," katanya. Dengan kondisi demikian, angka inflasi sebesar 0,02% dan 2,79% itu sejalan dengan kajian Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Agustus kemarin.
"RDG BI Agustus, kita melihat ada posisi BI melakukan pelonggaran moneter. Tapi pelonggaran moneter tergantung pada data dan waktu yang kita yakini nanti. Dan itu menujukan kita siap untuk easing. Siap menyesuaikan stance moneter, lihat di September atau Oktober," jelas Agus.
Lebih lanjut dia menuturkan, kondisi deflasi bulan Agustus 2016 merupakan kondisi yang lebih baik dalam lima tahun terakhir. Pasalnya, dari tahun 2009 hingga 2015, rata-rata inflasi sehabis Idul Fitri berada di angka 6,74%.
"Kalau sekarang kan di angka 3,32% (yoy) untuk core inflasinya dan 2,79% (yoy) untuk IHK," ungkap dia. Secara umum, lanjut dia, saat ini kondisi global memang tantangannya cukup berat.
Dia menyebut, tantangan berat dari dunia adalah pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan melemah, tetapi ini juga karena kondisi inflasi sedang rendah. Jadi, saat ini di dunia secara umum dalam kondisi inflasi sedang rendah, bahkan juga menjurus ke deflasi.
Dalam banyak hal karena memang daya beli beberapa negara itu melemah. Sehingga harga itu tidak bisa meningkat. "Jadi di Indonesia, faktor itu juga ada pengaruh karena harga-harga komoditas dunia yang turun membuat kondisi harga itu menjadi lebih murah itu," ungkapnya.
Selain kondisi dunia dalam kecenderungan inflasi rendah, Indonesia telah melakukan koordinasi yang baik di antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Alhasil meski terjadi gejolak harga pangan namun tersedia dengan baik, sehingga inflasi pun terjaga.
Ke depan, koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus dilakukan, khususnya mewaspadai tekanan inflasi volatile food (gejolak pangan) akibat dampak fenomena La Nina.
"Sampai akhir tahun, inflasi bisa di bawah 4%, bahkan sekarang bisa di bawah 3,5%," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Dia melanjutkan, tekanan terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) mereda pasca Idul Fitri dan mencatat deflasi sebesar 0,02% (mtm) atau 2,79% (yoy) di bulan Agustus 2016 dengan inflasi inti tercatat 3,32% (yoy).
Menurutnya, perkembangan inflasi inti tersebut terutama akibat dari masih terbatasnya permintaan domestik, terkendalinya ekspektasi inflasi dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah. Selain itu, secara umum dari volatile food dan administrated prices juga sudah kembali normal ke kondisi sebelum Idul Fitri.
"Dan untuk core inflation memang ada sedikit peningkatan, utamanya karena biaya pendidikan," katanya. Dengan kondisi demikian, angka inflasi sebesar 0,02% dan 2,79% itu sejalan dengan kajian Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Agustus kemarin.
"RDG BI Agustus, kita melihat ada posisi BI melakukan pelonggaran moneter. Tapi pelonggaran moneter tergantung pada data dan waktu yang kita yakini nanti. Dan itu menujukan kita siap untuk easing. Siap menyesuaikan stance moneter, lihat di September atau Oktober," jelas Agus.
Lebih lanjut dia menuturkan, kondisi deflasi bulan Agustus 2016 merupakan kondisi yang lebih baik dalam lima tahun terakhir. Pasalnya, dari tahun 2009 hingga 2015, rata-rata inflasi sehabis Idul Fitri berada di angka 6,74%.
"Kalau sekarang kan di angka 3,32% (yoy) untuk core inflasinya dan 2,79% (yoy) untuk IHK," ungkap dia. Secara umum, lanjut dia, saat ini kondisi global memang tantangannya cukup berat.
Dia menyebut, tantangan berat dari dunia adalah pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan melemah, tetapi ini juga karena kondisi inflasi sedang rendah. Jadi, saat ini di dunia secara umum dalam kondisi inflasi sedang rendah, bahkan juga menjurus ke deflasi.
Dalam banyak hal karena memang daya beli beberapa negara itu melemah. Sehingga harga itu tidak bisa meningkat. "Jadi di Indonesia, faktor itu juga ada pengaruh karena harga-harga komoditas dunia yang turun membuat kondisi harga itu menjadi lebih murah itu," ungkapnya.
Selain kondisi dunia dalam kecenderungan inflasi rendah, Indonesia telah melakukan koordinasi yang baik di antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Alhasil meski terjadi gejolak harga pangan namun tersedia dengan baik, sehingga inflasi pun terjaga.
Ke depan, koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus dilakukan, khususnya mewaspadai tekanan inflasi volatile food (gejolak pangan) akibat dampak fenomena La Nina.
(ven)