Dana Repatriasi Dinilai Tidak Mampu Dongkrak RAPBN 2017
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menilai ada banyak faktor yang membuat Pemerintah dan DPE akhirnya sepakat memangkas asumsi pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2017 menjadi 5,1%. Salah satunya, kata Josua, pemasukan dana repatriasi yang digadang-gadang akan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi 2017 dinilai tidak berefek besar. Alias tetap membuat ekonomi tahun depan berjalan stagnan.
Kalkulasi Josua, meski hasil dari dana repatriasi akan terefleksi di tahun depan dan memberi ruang untuk penerimaan negara, namun tidak tampak apabila pengaruhnya dibawa ke pertumbuhan ekonomi 2017 secara tahun ke tahun (year on year/YoY).
Pembentukan Modal Total Bruto (PMTB) pun diperkirakan masih akan stagnan meski dana repatriasi dari tax amnesty sudah terefleksi pada tahun depan. "Jadi ekonomi kita kemungkinan juga akan stagnan. Itulah kenapa pemerintah menetapkan asumsi makro untuk target pertumbuhan ekonomi di angka 5,1 persen dalam RAPBN 2017," kata Josua kepada Sindonews, Jakarta, Senin (12/9/2016)
Selain itu, faktor pertumbuhan ekonomi global yang belum menunjukkan perbaikan masih menjadi faktor yang turut mempengaruhi ekonomi domestik ditengah juga melemahnya sektor rill.
"Sementara itu faktor lain yang mendorong pemerintah merevisi ke bawah target pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi masyarakat yang cenderung masih lemah. Meski sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan tapi masih terbatas," kata dia.
Hal lain, lanjutnya, tak boleh dilupakan juga potensi melebarnya defisit anggaran pada tahun depan yang berpotensi menghambat stimulus fiskal untuk dapat mendorong sektor riil ekonomi. Namun demikian, di tengah perlambatan ekonomi China serta dampak lanjutan dari Brexit, pertumbuhan ekonomi sekitar 5% masih cukup baik, bahkan masih lebih tinggi dari beberapa negara di kawasan.
Indonesia dapat bertahan sebetulnya ditengah gejolak-gejolak tersebut dengan mempertahankan tigkat inflasi yang diperkirakan akan semakin terkendali dan suku bunga yang dalam tren menurun. "Pemerintah diharapkan dapat menjaga iklim investasi yang positif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat cenderung stabil," kata dia.
Namun demikian, hal berikutnya yang perlu diperhatikan yakni kondisi harga komoditas yang masih cukup lemah menunjukkan ekspor Indonesia belum akan membaik dalam jangka pendek ini. Di tengah tren perlambatan pertumbuhan ekonomi global, pelaku pasar dan industri mengharapkan pemerintah dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang countercyclical.
"Sehingga pertumbuhan ekonomi dapat stabil dan berkualitas dan lebih sustainable daripada pertumbuhan yang tinggi dan tidak berkualitas dan tidak berkesinambungan," pungkasnya.
Kalkulasi Josua, meski hasil dari dana repatriasi akan terefleksi di tahun depan dan memberi ruang untuk penerimaan negara, namun tidak tampak apabila pengaruhnya dibawa ke pertumbuhan ekonomi 2017 secara tahun ke tahun (year on year/YoY).
Pembentukan Modal Total Bruto (PMTB) pun diperkirakan masih akan stagnan meski dana repatriasi dari tax amnesty sudah terefleksi pada tahun depan. "Jadi ekonomi kita kemungkinan juga akan stagnan. Itulah kenapa pemerintah menetapkan asumsi makro untuk target pertumbuhan ekonomi di angka 5,1 persen dalam RAPBN 2017," kata Josua kepada Sindonews, Jakarta, Senin (12/9/2016)
Selain itu, faktor pertumbuhan ekonomi global yang belum menunjukkan perbaikan masih menjadi faktor yang turut mempengaruhi ekonomi domestik ditengah juga melemahnya sektor rill.
"Sementara itu faktor lain yang mendorong pemerintah merevisi ke bawah target pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi masyarakat yang cenderung masih lemah. Meski sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan tapi masih terbatas," kata dia.
Hal lain, lanjutnya, tak boleh dilupakan juga potensi melebarnya defisit anggaran pada tahun depan yang berpotensi menghambat stimulus fiskal untuk dapat mendorong sektor riil ekonomi. Namun demikian, di tengah perlambatan ekonomi China serta dampak lanjutan dari Brexit, pertumbuhan ekonomi sekitar 5% masih cukup baik, bahkan masih lebih tinggi dari beberapa negara di kawasan.
Indonesia dapat bertahan sebetulnya ditengah gejolak-gejolak tersebut dengan mempertahankan tigkat inflasi yang diperkirakan akan semakin terkendali dan suku bunga yang dalam tren menurun. "Pemerintah diharapkan dapat menjaga iklim investasi yang positif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat cenderung stabil," kata dia.
Namun demikian, hal berikutnya yang perlu diperhatikan yakni kondisi harga komoditas yang masih cukup lemah menunjukkan ekspor Indonesia belum akan membaik dalam jangka pendek ini. Di tengah tren perlambatan pertumbuhan ekonomi global, pelaku pasar dan industri mengharapkan pemerintah dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang countercyclical.
"Sehingga pertumbuhan ekonomi dapat stabil dan berkualitas dan lebih sustainable daripada pertumbuhan yang tinggi dan tidak berkualitas dan tidak berkesinambungan," pungkasnya.
(ven)