HT Nilai Ekonomi Kesejahteraan Mampu Membangun Indonesia
A
A
A
KENDARI - CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) saat memberikan kuliah Umum di Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, kemarin mengatakan bahwa Indonesia tidak lagi memiliki penopang ekonomi yang solid.
(Baca: HT Ajak Masyarakat Bersatu Hadapi Tantangan Ekonomi di Kendari)
Dia menuturkan, Indonesia pernah berjaya di bidang minyak, industri, dan komoditas. Masing-masing pada era tahun 1970-an, 1980-an dan komoditas yang sempat berjaya hingga 2008 atau sekitar empat tahun lalu meredup.
Indonesia bukan lagi berstatus sebagai pengekspor tapi malah menjadi pengimpor minyak. Sementara, industri juga tak lagi sekompetitf tahun 1980-an saat negara ini mendapat julukan macan Asia. Sebab, saat itu lupa memhbangun ekosistem baik pendidikan maupun infrastruktur.
Komoditas sempat melesat mampu mebawa perekonomian Indonesia tumbuh sekitar 6%-7%. Namun, pelambatan ekonomi dunia membuat harga-harga komoditas anjlok.
Berbagai upaya dilakukan untuk melakukan pembenahan perekonomian. Termasuk memudahkan investasi dengan berbagai regulasi. Namun, kondisi pelambatan ekonomi dunia membuat investasi masuk bukan lah hal yang mudah.
Sementara, penerimaan pajak pun diperkirakan akan meleset dari target. HT memperkirakan akan terjadi kekurangan penerimaan pajak sekitar Rp200 triliun-Rp300 triliun. Hal tersebut akan berdampak pada pemotongan angaran baik pusat maupun daerah.
"Pembayar pajak kita sedikit, ketika ekonomi melambat akan banyak mengubah angka anggaran," kata HT dalam kesempatan tersebut. (Baca: HT: Jadikan Masyarakat Pelaku Ekonomi, Bukan Penonton)
Ketua Umum Partai Perindo ini menjelaskan, tax ratio Indonesia yang sebesar 12% menunjukan pembayar pajak Indonesia sedikit. Artinya, masyarakat yang mapan masih sedikit.
Hal tersebut, lanjut HT tak lepas dari kapitalisme yang terburu-buru diterapkan di Indonesia. Akibatnya, pertumbuhan terkonsentrasi di kota-kota besar dan kelompok tertentu.
Seharusnya, kata dia, Indonesia mengubah strategi dengan ekonomi kesejahteraan, yang menjadikan masyarakat tidak produktif dan belum produktif menjadi produktif. Sehingga, lebih banyak penggerak perekonomian Indonesia.
Selain itu, pembangunan di daerah harus didorong agar terjadi pemerataan. "Indonesia harus fokus membangun daerah sehingga banyak pilar yang menyangga perekonomian," ujarnya.
Dalam kuliah umum bertajuk "Membangun Ekonomi Indonesia Dalam Menghadapi Persaingan Ekonomi Global" La Ode Ngkoimani, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan berharap para mahasiswa yang mengikuti kuliah umum bisa mengikuti jejak HT.
"Mudah-mudahan setelah selesai mereka akan menjadi Hary Tanoesoedibjo yang berikutnya," tandas dia.
(Baca: HT Ajak Masyarakat Bersatu Hadapi Tantangan Ekonomi di Kendari)
Dia menuturkan, Indonesia pernah berjaya di bidang minyak, industri, dan komoditas. Masing-masing pada era tahun 1970-an, 1980-an dan komoditas yang sempat berjaya hingga 2008 atau sekitar empat tahun lalu meredup.
Indonesia bukan lagi berstatus sebagai pengekspor tapi malah menjadi pengimpor minyak. Sementara, industri juga tak lagi sekompetitf tahun 1980-an saat negara ini mendapat julukan macan Asia. Sebab, saat itu lupa memhbangun ekosistem baik pendidikan maupun infrastruktur.
Komoditas sempat melesat mampu mebawa perekonomian Indonesia tumbuh sekitar 6%-7%. Namun, pelambatan ekonomi dunia membuat harga-harga komoditas anjlok.
Berbagai upaya dilakukan untuk melakukan pembenahan perekonomian. Termasuk memudahkan investasi dengan berbagai regulasi. Namun, kondisi pelambatan ekonomi dunia membuat investasi masuk bukan lah hal yang mudah.
Sementara, penerimaan pajak pun diperkirakan akan meleset dari target. HT memperkirakan akan terjadi kekurangan penerimaan pajak sekitar Rp200 triliun-Rp300 triliun. Hal tersebut akan berdampak pada pemotongan angaran baik pusat maupun daerah.
"Pembayar pajak kita sedikit, ketika ekonomi melambat akan banyak mengubah angka anggaran," kata HT dalam kesempatan tersebut. (Baca: HT: Jadikan Masyarakat Pelaku Ekonomi, Bukan Penonton)
Ketua Umum Partai Perindo ini menjelaskan, tax ratio Indonesia yang sebesar 12% menunjukan pembayar pajak Indonesia sedikit. Artinya, masyarakat yang mapan masih sedikit.
Hal tersebut, lanjut HT tak lepas dari kapitalisme yang terburu-buru diterapkan di Indonesia. Akibatnya, pertumbuhan terkonsentrasi di kota-kota besar dan kelompok tertentu.
Seharusnya, kata dia, Indonesia mengubah strategi dengan ekonomi kesejahteraan, yang menjadikan masyarakat tidak produktif dan belum produktif menjadi produktif. Sehingga, lebih banyak penggerak perekonomian Indonesia.
Selain itu, pembangunan di daerah harus didorong agar terjadi pemerataan. "Indonesia harus fokus membangun daerah sehingga banyak pilar yang menyangga perekonomian," ujarnya.
Dalam kuliah umum bertajuk "Membangun Ekonomi Indonesia Dalam Menghadapi Persaingan Ekonomi Global" La Ode Ngkoimani, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan berharap para mahasiswa yang mengikuti kuliah umum bisa mengikuti jejak HT.
"Mudah-mudahan setelah selesai mereka akan menjadi Hary Tanoesoedibjo yang berikutnya," tandas dia.
(izz)