Ekspor Kayu Olahan dan Turunannya ke Eropa Baru 10%

Jum'at, 16 September 2016 - 22:21 WIB
Ekspor Kayu Olahan dan Turunannya ke Eropa Baru 10%
Ekspor Kayu Olahan dan Turunannya ke Eropa Baru 10%
A A A
YOGYAKARTA - Ekspor kayu dan turunannya ke Uni Eropa (UE) selama ini masih kecil dibanding komposisi dari keseluruhan ekspor kayu dan turunannya ke seluruh dunia. Ekspor produk ini ke Eropa masih kalah dengan ekspor ke Jepang, yang notabene hanya satu negara di Asia.

Ketua Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) Robianto Koestomo mengungkapkan, selama ini Apkindo merupakan salah satu pihak yang pertama merasakan dampak dari perambahan hutan atau ilegal loging. Dan biasanya, ilegal loging tersebut akan dipasarkan ke seluruh dunia, terutama Eropa melalui jalur tidak resmi alias ilegal, sehingga berdampak pada nilai ekspor dari tanah air.

"Kompetitor utama kita ya para selundupan tersebut," tuturnya dalam The 5th Joint Implementation Commitee (JIC) Meeting di Hotel Tentrem Yogyakarta, Jumat (16/9/2016).

Robianto menuturkan, selama ini ilegal loging justru banyak dilakukan oleh negara tetangga yang melakukan pencurian kayu di Indonesia. Mereka lantas memasarkannya ke berbagai negara dengan harga yang lebih murah ketimbang kayu yang dijual oleh eksportir dari Indonesia. Akibatnya, nilai ekspor kayu dan turunannya dari Tanah Air memang masih kecil kalah dengan negara tetangga.

Karena itu, dia berharap agar pemberlakuan Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) ke negara-negara Eropa terkait dengan ekspor kayu dan turunannya pada 15 November 2016 ini akan berdampak positif bagi industri pengolahan kayu di tanah air. Sebab, pemberlakuan SVLK tersebut akan meminimalisir dari perdagangan kayu yang tak jelas asal-usulnya.

Dengan pemberlakuan ini, maka ekspor Indonesia yang masuk ke Eropa tanpa pemeriksaan menyeluruh lagi karena sudah ada SVLK. Harapannya memang nanti bisa meningkatkan sales atau penjualan produk olahan kayu dan turunannya. Tak hanya ke Eropa, tetapi ke negara-negara lain. Sebab selama ini Eropa merupakan barometer dunia.

"Setelah Eropa, sekarang Australia kemudian Kanada juga mendukung tata cara di Eropa," ungkapnya.

Sebelum 2000, ekspor kayu dan turunannya dari Indonesia mencapai USD40 miliar. Namun setelah tahun 2000, ketika marak pembalakan liar ekspor Indonesia turun lebih dari 50%. Dan Jepang masih menduduki ranking teratas negara yang menjadi tujuan ekspor produk kayu olahan dan turunannya.

Namun perlahan, sejak SVLK mulai didengungkan dan akan diterapkan di Eropa, ekspor kayu olahan dan turunannya dari Indonesia ke Eropa terus meningkat.

Dia mengklaim saat ini seluruh anggota Apkindo telah mengantongi SVLK, sehingga pemberlakuan SVLK nanti dapat mendongkrak nilai ekspor dari Apkindo dan organisasi lain yang bergerak di dalam industri kayu olahan dan turunannya, seperti kertas.

Indonesia merupakan negara pertama yang memberlakukan ekspor dengan syarat SVLK. Sekarang negara lain mulai mengikuti. Tahun ini, pihaknya menargetkan ekspor produk kayu olahan dan turunannya ke seluruh mencapai USD10 miliar.

Menurutnya, hingga Agustus 2016 posisi ekspor kayu olahan dan turunannya dari Indonesia mencapai USD5,4 miliar, dan ke eropa hanya sebesar USD708 Juta. Jumlah tersebut jauh meningkat dibanding tiga tahun lalu.

Apkindo mencatat, ekspor produk kayu olahan bersama turunannya pada 2013 mencapai USD6 miliar, dan ke Eropa nilai ekspornya sekitar USD593 juta. Pada 2015, ekspor kayu olahan dan turunannya dari Indonesia ke seluruh dunia mencapai USD9,8 miliar sementara ke Eropa hanya USD882 juta.

"Nilai ke Eropa tersebut hanya 10% dari keseluruhan ekspor kayu ke dunia. Tetapi itu sudah sepertiga dari serapan kayu tropis di Eropa," ungkapnya.

Deputi Head Of Mission EU Delegation To Indonesia and Brunei, Charles Michel Geurts mengakui jika nilai ekspor kayu olahan hanya sekitar 10% namun jumlah tersebut sudah sekitar 30% dari total impor kayu tropis Eropa.

Selama ini, kelemahan dari priduk kayu olahan dari Indonesia masih seputaran legalitas kayu. Diperkirakan nanti nilai ekspor kayu olahan Indonesia ke Eropa akan meningkat tajam seiring pemberlakuan SLVK pada November.

"Eropa sangat rijit terkait dengan legalitas. Karena hal tersebut sesuai kepentingan Eropa berkaitan dengan isu lingkungan," tandasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6462 seconds (0.1#10.140)