Kadin Sebut Indonesia Alami Gejala Deindustrialisasi
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perindustrian Johnny Darmawan mengatakan, Indonesia saat ini sedang mengalami gejala deindustrialisasi yang semakin nyata. Hal ini ditandai dengan makin turunnya kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap produk domestik bruto (PDB).
Dia menuturkan, pada 2004 industri pengolahan nonmigas sangat berkontribusi terhadap PDB cukup tinggi yakni sekitar 28,34%, namun untuk tahun selanjutnya terus mengalami penurunan.
"Pada 2004 kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB masih tinggi sebesar 28,34%, tetapi pada tahun berikutnya terus mengalami penurunan sampai saat ini, yakni pada 2013 sebesar 21,03 %, 2014 sebesar 21,01% dan 2015 sebesar 20,84%," kata dia dalam sambutannya di Rakornas Kadin di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (20/9/2016).
Adanya gejala deindustrialisasi ini telah mengakibatkan meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sudah terjadi sejak beberapa tahun belakangan. Berkaitan dengan hal tersebut, sektor manufaktur menjadi kunci untuk menghindari deindustrialisasi.
"Hal ini karena manufaktur yang kuat menjadi syarat untuk meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia," imbuh Johnny.
Transformasi ekonomi, lanjut dia, perlu dilakukan melalui peningkatan daya saing industri di pasar global. Di mana, industri menjadi sentral dalam transformasi karena industri merupakan lokomotif pertumbuhan menuju negara maju.
"Strategi nasional perlu diarahkan untuk membangun industri berdaya saing tinggi, penciptaan nilai tambah domestik, serta berorientasi ekspor," kata dia.
Sejalan dengan program pemerintah, Kadin mendukung upaya-upaya pemerintah yang terus menjalankan hilirisasi industri untuk menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan kerja serta peluang usaha di negeri sendiri.
"Ke depan, Indonesia harus memiliki industri primer yang kuat untuk menopang sektor jasa dan perdagangan yang terus bertumbuh," pungkasnya.
Dia menuturkan, pada 2004 industri pengolahan nonmigas sangat berkontribusi terhadap PDB cukup tinggi yakni sekitar 28,34%, namun untuk tahun selanjutnya terus mengalami penurunan.
"Pada 2004 kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB masih tinggi sebesar 28,34%, tetapi pada tahun berikutnya terus mengalami penurunan sampai saat ini, yakni pada 2013 sebesar 21,03 %, 2014 sebesar 21,01% dan 2015 sebesar 20,84%," kata dia dalam sambutannya di Rakornas Kadin di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (20/9/2016).
Adanya gejala deindustrialisasi ini telah mengakibatkan meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sudah terjadi sejak beberapa tahun belakangan. Berkaitan dengan hal tersebut, sektor manufaktur menjadi kunci untuk menghindari deindustrialisasi.
"Hal ini karena manufaktur yang kuat menjadi syarat untuk meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia," imbuh Johnny.
Transformasi ekonomi, lanjut dia, perlu dilakukan melalui peningkatan daya saing industri di pasar global. Di mana, industri menjadi sentral dalam transformasi karena industri merupakan lokomotif pertumbuhan menuju negara maju.
"Strategi nasional perlu diarahkan untuk membangun industri berdaya saing tinggi, penciptaan nilai tambah domestik, serta berorientasi ekspor," kata dia.
Sejalan dengan program pemerintah, Kadin mendukung upaya-upaya pemerintah yang terus menjalankan hilirisasi industri untuk menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan kerja serta peluang usaha di negeri sendiri.
"Ke depan, Indonesia harus memiliki industri primer yang kuat untuk menopang sektor jasa dan perdagangan yang terus bertumbuh," pungkasnya.
(izz)