Mantan Menteri ESDM Sudirman Said Kembali Muncul

Sabtu, 24 September 2016 - 11:36 WIB
Mantan Menteri ESDM Sudirman Said Kembali Muncul
Mantan Menteri ESDM Sudirman Said Kembali Muncul
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa bulan lalu memutuskan untuk melakukan perombakan (reshuffle) kabinet jilid II. Salah satu menteri yang terdepak dari Kabinet Kerja adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang kala itu dijabat Sudirman Said.

Sejak itu, keberadaan Sudirman Said bak ditelan bumi. Namanya yang dalam 21 bulan terakhir kerap menghiasi media masa terkait gebrakannya di sektor energi, kini sudah tidak terdengar lagi gaungnya.

Namun, mantan Bos PT Pindad (Persero) ini kembali tampil di muka umum. Dalam forum diskusi bertajuk "Ketahanan Energi untuk Masa Depan Indonesia", Sudirman hadir sebagai salah satu pembicara.

Dalam diskusi tersebut, mantan Kepala Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina ini mengatakan, Indonesia hingga saat ini masih memiliki kelemahan dalam kemampuan yang sifatnya jangka panjang. Bahkan, dia menyebut bahwa daya saing (competitiveness) Indonesia di berbagai hal masih sangat rendah.

Dia mencontohkan, beberapa hari lalu media diramaikan dengan berita atlet asal Sulawesi Tengah yang terdampar di Stasiun Manggarai dan tidak bisa pulang. Padahal, atlet-atlet tersebut berjuang untuk nama baik daerahnya.

"Coba kita perhatikan, betapa kita lemah di semua aspek yang kaitannya dengan kemampuan jangka panjang. Daya saing jangka panjang kita di semua aspek itu lemah, olah raga kita makin hari turun prestasinya. Dan prestasi olah raga itu adalah wujud dari competitiveness bangsa," katanya di Kampus MM UGM, Jakarta, Sabtu (24/9/2016).

Contoh lain, kata Sudirman, angka impor pangan di Indonesia yang semakin lama justru semakin meningkat. Pada 2009 hingga 2014, impor pangan di Tanah Air meningkat lima kali lipat.

"Impor kita pada 2009 itu hanya USD2 billion sekian, kemudian pada 2014 sudah Rp100 triliun lebih. Sudah lima kali lipat meningkat," imbuh dia.

Sudirman menilai, jika dikaitkan dengan kebutuhan dan jenis pangan ke depan, maka angka impor tersebut masih akan terus terkerek dalam beberapa waktu ke depan. Tak jauh berbeda, industri minyak dan gas (migas) juga dihadapi pesoalan sama lantaran kapasitas produksi minyak di Tanah Air semakin rendah, sementara kebutuhan semakin lebar.

Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa perhatian Indonesia kepada hal yang sifatnya strategis dan jangka panjang masih sangat rendah. "Perhatian kita kepada hal yang sifatnya strategis dan jangka panjang dan sifatnya riil dari kemampuan kita itu memang rendah," tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4076 seconds (0.1#10.140)