Arus Deras Capital Inflow Penopang Penguatan Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan, banyaknya dana dari luar negeri (capital inflow) yang masuk ke Indonesia menjadi sentimen positif untuk penguatan rupiah hingga mampu meninggalkan level Rp13.000/USD. Dia menjabarkan jumlah dana yang masuk ke Tanah Air mengalami kenaikan dari tahun lalu Rp39 triliun menjadi Rp151 triliun pada periode Januari hingga September.
(Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Dua Sisi Penguatan Rupiah)
Meski begitu, menurutnya BI khawatir uang sebanyak itu tidak digunakan ke sektor produktif yang mampu mendorong perekonomian. "Jadi oleh karena itu kami takutkan. Dana inflow ke Indonesia dari Januari sampai September 2016 Rp151 triliun. Tahun lalu pada periode yang sama hanya Rp39 triliun. Jadi ini menunjukkan dana yang besar," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (29/9/2016).
Dana dari luar yang masuk ini kata dia, sebagian bersumber dari repatriasi program tax amnesty. Sehingga banyak perusahaan mengkonversi mata uangnya dari dolar Amerika Serikat (USD) ke rupiah, meski tidak secara keseluruhan.
"Di Indonesia, dana yang masuk untuk repatriasi, itu ada yang tetap mau pegang dalam USD. Tapi ada yang setuju valuta asingnya dikonversi ke rupiah. Nah, kemarin itu banyak perusahaan yang mengkonversi USD-nya ke rupiah. Jadi suplai daripada rupiah dari konversi USD itu besar, otomatis rupiah menguat," papar dia.
Dia menambahkan nilai tukar rupiah merupakan cerminan dari kondisi perekonomian Indonesia. Karena itu, pemerintah tidak akan membiarkan deviasi mata uang Garuda yang mengakibatkan daya saing melemah.
"Tapi kami akan jaga bahwa nilai tukar itu mencerminkan fundamental ekonomi kita. Kita tidak kemudian menjadi mengizinkan untuk dia deviasi terhadap fundamental dan akhirnya menciptakan pelemahan daya saing dari Indonesia. Jadi itu adalah kondisinya," pungkasnya.
(Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Dua Sisi Penguatan Rupiah)
Meski begitu, menurutnya BI khawatir uang sebanyak itu tidak digunakan ke sektor produktif yang mampu mendorong perekonomian. "Jadi oleh karena itu kami takutkan. Dana inflow ke Indonesia dari Januari sampai September 2016 Rp151 triliun. Tahun lalu pada periode yang sama hanya Rp39 triliun. Jadi ini menunjukkan dana yang besar," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (29/9/2016).
Dana dari luar yang masuk ini kata dia, sebagian bersumber dari repatriasi program tax amnesty. Sehingga banyak perusahaan mengkonversi mata uangnya dari dolar Amerika Serikat (USD) ke rupiah, meski tidak secara keseluruhan.
"Di Indonesia, dana yang masuk untuk repatriasi, itu ada yang tetap mau pegang dalam USD. Tapi ada yang setuju valuta asingnya dikonversi ke rupiah. Nah, kemarin itu banyak perusahaan yang mengkonversi USD-nya ke rupiah. Jadi suplai daripada rupiah dari konversi USD itu besar, otomatis rupiah menguat," papar dia.
Dia menambahkan nilai tukar rupiah merupakan cerminan dari kondisi perekonomian Indonesia. Karena itu, pemerintah tidak akan membiarkan deviasi mata uang Garuda yang mengakibatkan daya saing melemah.
"Tapi kami akan jaga bahwa nilai tukar itu mencerminkan fundamental ekonomi kita. Kita tidak kemudian menjadi mengizinkan untuk dia deviasi terhadap fundamental dan akhirnya menciptakan pelemahan daya saing dari Indonesia. Jadi itu adalah kondisinya," pungkasnya.
(akr)