Promosi Tenaga Nuklir ke RI, Rusia Kalahkan Korea dan Jepang
A
A
A
JAKARTA - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mengemukakan, Rusia menjadi negara paling agresif dalam promosi penggunaan tenaga nuklir ke Indonesia. Mereka mengalahkan Korea, Jepang, dan Prancis yang menawarkan hal serupa.
Kepala Batan Djarot S Wisnubroto mengatakan, Rusia memiliki pengalaman tinggi dalam menggunakan tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik maupun lainnya. Sehingga, wajar apabila Rusia gencar menawarkan produk andalannya ke negara lain.
"Kalau teknologi (nuklir), kita adopsi mau dari negara mana, keputusannya teknis dan nonteknis. Rusia negara paling agresif bangun di negara lain, mampu kalahkan Jepang, Korea, Prancis yang datang ke Indonesia untuk promosi," ujarnya di Jakarta, Selasa (11/10/2016).
Djarot menjelaskan, kerja sama dengan Rusia saat ini baru sebatas pembangunan sumber daya manusia dalam mengembangkan energi nuklir. Batan terlebih dahulu mendorong untuk memberikan pengetahuan terkait teknologi tersebut.
"Kalau teknologi belum, artinya Rosatom (perusahaan nuklir Rusia) dan Batan atau Rusia dan Indonesia lebih ke arah kapasitas membangun sumber daya manusia. Kita beri pengetahuan, pengalaman," katanya.
Rusia, lanjut Djarot, juga sudah memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Ini berbeda dengan Indonesia yang masih belum mengarah ke pembangunan PLTN.
"Rusia punya PLTN, kita belum ke arah PLTN. Tiap tahun kita kirim 20-30 orang tak hanya dari Batan tapi juga badan pengawas nuklir, dari universitas termasuk wartawan beberapa kunjungi Rusia," tutur Djarot.
Dia menambahkan, pemerintah sudah mengembangkan studi nuklir melalui perguruan tinggi negeri. Dengan langkah ini, Indonesia diharapkan dapat mencetak sumber daya manusia yang ahli di bidang nuklir.
"Persiapan, kalau bicara sumber daya manusia, kita punya perguruan tinggi bergerak di ilmu nuklir seperti UGM, ITB, UI. Mereka otpmatis support sumber daya manusia," pungkasnya.
Kepala Batan Djarot S Wisnubroto mengatakan, Rusia memiliki pengalaman tinggi dalam menggunakan tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik maupun lainnya. Sehingga, wajar apabila Rusia gencar menawarkan produk andalannya ke negara lain.
"Kalau teknologi (nuklir), kita adopsi mau dari negara mana, keputusannya teknis dan nonteknis. Rusia negara paling agresif bangun di negara lain, mampu kalahkan Jepang, Korea, Prancis yang datang ke Indonesia untuk promosi," ujarnya di Jakarta, Selasa (11/10/2016).
Djarot menjelaskan, kerja sama dengan Rusia saat ini baru sebatas pembangunan sumber daya manusia dalam mengembangkan energi nuklir. Batan terlebih dahulu mendorong untuk memberikan pengetahuan terkait teknologi tersebut.
"Kalau teknologi belum, artinya Rosatom (perusahaan nuklir Rusia) dan Batan atau Rusia dan Indonesia lebih ke arah kapasitas membangun sumber daya manusia. Kita beri pengetahuan, pengalaman," katanya.
Rusia, lanjut Djarot, juga sudah memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Ini berbeda dengan Indonesia yang masih belum mengarah ke pembangunan PLTN.
"Rusia punya PLTN, kita belum ke arah PLTN. Tiap tahun kita kirim 20-30 orang tak hanya dari Batan tapi juga badan pengawas nuklir, dari universitas termasuk wartawan beberapa kunjungi Rusia," tutur Djarot.
Dia menambahkan, pemerintah sudah mengembangkan studi nuklir melalui perguruan tinggi negeri. Dengan langkah ini, Indonesia diharapkan dapat mencetak sumber daya manusia yang ahli di bidang nuklir.
"Persiapan, kalau bicara sumber daya manusia, kita punya perguruan tinggi bergerak di ilmu nuklir seperti UGM, ITB, UI. Mereka otpmatis support sumber daya manusia," pungkasnya.
(izz)