Pengetatan Likuiditas Hantui Industri Perbankan

Minggu, 16 Oktober 2016 - 17:54 WIB
Pengetatan Likuiditas Hantui Industri Perbankan
Pengetatan Likuiditas Hantui Industri Perbankan
A A A
BANDUNG - Industri perbankan nasional tengah dihantui seretnya likuiditas di akhir tahun. Pasalnya, ada dua faktor yang menyebabkan pengetatan likuiditas, pertama terkait program pengampunan pajak atau tax amnesty.

Memang hingga saat ini amnesti pajak dinilai berhasil, namun keberhasilan ini justru bisa menyebabkan ketatnya likuiditas perbankan di akhir tahun terutama untuk bank berkategori BUKU I dan BUKU II. Hal ini lantaran banyaknya masyarakat yang menarik dananya di bank untuk membayar uang tebusan amnesti pajak ke pemerintah.

"Kalau bank-bank besar tidak masalah cuma bank menengah dan kecil memang mengalami kesulitan likuiditas karena banyak nasabah membayar uang tebusan amnesti pajak," ujar Kepala Ekonom BCA David Sumual pada Media sharing knowledge di Trizara resort lembang, Bandung (16/10/2016).

Selain itu, faktor kedua yang menghantui likuiditas perbankan adalah terkait rencana pemerintah untuk menerbitkan obligasi di akhir tahun guna menutupi kebutuhan anggaran. Sebagai gambaran untuk obligasi pemerintah 10 tahun saat ini tercatat mempunyai bunga 7% atau lebih tinggi dari deposito perbankan.

"Likuiditas perbankan yang ketat ini utamanya disebabkan karena kemungkinan pindahnya dana dari perbankan ke obligasi pemerintah," ujar dia.

Untuk mengatasi likuiditas ini, diharapkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) bisa berkoordinasi dengan baik terkait akibat dari penerbitan obligasi pemerintah pengaruhnya terhadap terserapnya dana perbankan. "Selama ini banyak dipicu masalah kurang koordinasi pemerintah dan BI," cetusnya.

Kemudian, David juga menyarankan perbankan untuk bisa memanfaatkan fasilitas Lending Facility (LF) BI guna menambah likuiditasnya. Per 22 September 2016, BI menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebesar 25 bps dari 5,25% menjadi 5,00%, sehingga turut menurunkan suku bunga Deposit Facility (DF) menjadi 4,25% dan LF menjadi 5,75%.

"Kalau sewaktu-waktu di PUAB bunganya tinggi bisa kesitu, ke LF di BI. Itu sebenarnya masalah biasa tapi suka dikaitkan dengan wah ini ada masalah likuiditas, kalau sewaktu-waktu menggunakan itu enggak apa-apa," jelasnya.

Sejauh ini, tercatat BI sudah melakukan intervensi sebesar Rp75 triliun untuk menambah likuditas yang ada di pasar. Diharapkan melalui intervensi itu kondisi likuiditas dapat terjaga dengan aman hingga akhir tahun.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3638 seconds (0.1#10.140)