Genjot Produksi Pangan, Kementan Optimalisasi Sumber Air
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) berikhtiar meningkatkan produksi pangan di tengah dampak perubahan iklim. Pengembangan bangunan konservasi air pada sektor pertanian, kata Kementan, menjadi strategi jitu menyiasati ancaman gagal panen.
Dirjen PSP Kementan Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, pengembangan bangunan konservasi air merupakan cara mengoptimalisasi ketersediaan air. Hal ini berguna untuk menyimpan sekaligus mengatasi kelangkaan air. Dia meyakini, upaya ini dapat meningkatkan luas tanam dan produksi pertanian.
"Beberapa jenis bangunan konservasi air yang dikembangkan pemerintah melalui Kementerian Pertanian yaitu embung, dam parit, dan long storage," ujar Gatot dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews di Jakarta, Selasa (18/10/2016).
Ditjen PSP Kementan melalui Direktorat Irigasi Pertanian pada 2015 dan 2016 telah melaksanakan program kegiatan pengembangan bangunan konservasi air yakni embung, dam parit, dan long storage. Pelaksanaan kegiatan tersebut seluruhnya berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pada 2015 dikembangkan 318 unit embung, dam parit, dan long storage di 57 kabupaten di 16 provinsi. Tahun berikutnya, jumlah pengembangan ketiga bangunan konservasi air bertambah menjadi 2.030 unit yang tersebar di 270 kabupaten di 32 provinsi.
"Satuan harga per unit adalah Rp100 juta dan coverage area rata-rata 25 hektare per unit. Hasil program ini diperkirakan mampu meningkatkan indeks pertanaman, minimal sebesar 0,5 kali," imbuh dia.
Gatot mengatakan berdasarkan data Pusdatin Kementan di 2015, produktivitas padi nasional mencapai 5,2 ton per hektare. Dengan strategi pengembangan bangunan konservasi air berpotensi meningkatkan produksi pada 2015 sebanyak 20.670 ton dan di 2016 minimal sebesar 131.950 ton.
Pelaksanaan kegiatan pengembangan bangunan konservasi air sendiri dilakukan secara padat karya oleh Kelompok Tani. Salah satunya dilakukan oleh Kelompok Tani Jaya 4 di Desa Bandungharjo, Kecamatan Donorojo, Jepara, Jawa Tengah.
Ketua Kelompok Tani Jaya 4, Suryanto mengungkapkan, dengan mengembangkan dam parit, pihaknya mampu mengalirkan air untuk areal sawah seluas 35 ha. "Saat ini telah dimanfaatkan petani untuk irigasi sawah, sehingga biasanya setahun dua kali tanam tapi berkat adanya dam parit ini, pada September 2016 atau pada musim kemarau kedua, kami malah akan melakukan tanam untuk yang ketiga kalinya," pungkasnya.
Dirjen PSP Kementan Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, pengembangan bangunan konservasi air merupakan cara mengoptimalisasi ketersediaan air. Hal ini berguna untuk menyimpan sekaligus mengatasi kelangkaan air. Dia meyakini, upaya ini dapat meningkatkan luas tanam dan produksi pertanian.
"Beberapa jenis bangunan konservasi air yang dikembangkan pemerintah melalui Kementerian Pertanian yaitu embung, dam parit, dan long storage," ujar Gatot dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews di Jakarta, Selasa (18/10/2016).
Ditjen PSP Kementan melalui Direktorat Irigasi Pertanian pada 2015 dan 2016 telah melaksanakan program kegiatan pengembangan bangunan konservasi air yakni embung, dam parit, dan long storage. Pelaksanaan kegiatan tersebut seluruhnya berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pada 2015 dikembangkan 318 unit embung, dam parit, dan long storage di 57 kabupaten di 16 provinsi. Tahun berikutnya, jumlah pengembangan ketiga bangunan konservasi air bertambah menjadi 2.030 unit yang tersebar di 270 kabupaten di 32 provinsi.
"Satuan harga per unit adalah Rp100 juta dan coverage area rata-rata 25 hektare per unit. Hasil program ini diperkirakan mampu meningkatkan indeks pertanaman, minimal sebesar 0,5 kali," imbuh dia.
Gatot mengatakan berdasarkan data Pusdatin Kementan di 2015, produktivitas padi nasional mencapai 5,2 ton per hektare. Dengan strategi pengembangan bangunan konservasi air berpotensi meningkatkan produksi pada 2015 sebanyak 20.670 ton dan di 2016 minimal sebesar 131.950 ton.
Pelaksanaan kegiatan pengembangan bangunan konservasi air sendiri dilakukan secara padat karya oleh Kelompok Tani. Salah satunya dilakukan oleh Kelompok Tani Jaya 4 di Desa Bandungharjo, Kecamatan Donorojo, Jepara, Jawa Tengah.
Ketua Kelompok Tani Jaya 4, Suryanto mengungkapkan, dengan mengembangkan dam parit, pihaknya mampu mengalirkan air untuk areal sawah seluas 35 ha. "Saat ini telah dimanfaatkan petani untuk irigasi sawah, sehingga biasanya setahun dua kali tanam tapi berkat adanya dam parit ini, pada September 2016 atau pada musim kemarau kedua, kami malah akan melakukan tanam untuk yang ketiga kalinya," pungkasnya.
(ven)