LPDB-KUMKM Diusulkan Jadi Badan Baru di Bawah Presiden
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) dinilai sudah saatnya diganti menjadi badan supaya penyaluran kredit permodala UMKM lebih efektif. Usulan tersebut bukan tanpa alasan kuat.
Pasalnya, LPDB memiliki struktur dan standar ISO 9001. Apalagi, kontribusi LPDB sudah terbukti mendongkrak perekonomian masyarakat di daerah.
Sejak didirikan sepuluh tahun lalu, lembaga yang dikomandoi Kemas Danial itu sukses menyalurkan dana bergulir Rp7,5 triliun kepada lima ribu UMKM.
Hasilnyanya jelas dan terarah, di mana dari kredit yang disalurkan, LPDB berhasil mencetak 1,6 juta lapangan pekerjaan di sektor UMKM dan meraup untung Rp1,3 triliun.
Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi Badan Layanan Umum (BLU). Pasalnya, peran BLU permodalan yang sudah dibentuk sebelumnya tidak efektif dan kurang memiliki peran strategis bagi UMKM.
"Struktur yang dimiliki LPDB sudah sangat lengkap karena mendapat Standar ISO 9001 yang diakui dunia internasional. LPDB memiliki peran strategis mengembangkan ekonomi di daerah. Sehingga, perlu diperhatikan tentang dibentuknya badan baru penyaluran kredit bagi UMKM," kata Kemas.
Dengan berbentuk lembaga, LPDB-KUMKM tak bisa membuka kantor cabang atau perwakilan di daerah-daerah. Padahal, jumlah kalangan KUKM yang mengajukan proposal ke lembaga bentukan Kementerian Koperasi dan UKM sangat banyak, hingga ke pelosok penjuru tanah air.
"Kami terkendala tidak mempunyai jumlah SDM yang memadai dan bisa menjangkau hingga ke pelosok daerah," ujar dia.
Kemas pun menyodorkan nama baru yakni Badan Pembiayaan Mikro Indonesia (BPMI). Jika sebelumnya LPBD-KUMKM berada di bawah naungan Kementerian Koperasi dan UKM, dia mengusulkan agar BPMI berada di bawah kontrol langsung Presiden.
Nantinya, kata Kemas, seluruh dana yang disalurkan buat membantu permodalan kalangan usaha kecil dilebur ke BPMI. Selain LPDB, yang akan dilebur ke badan itu antara lain Permdalan Nasional Madani (PNM).
"Nantinya, semua program pembiayaan usaha mikro dan kecil yang ada di banyak kementerian akan disatukan dalam satu badan ini," bebernya.
Menurutnya, konsep perubahan bentuk organisasi itu sudah dipaparkan kepada Presiden Joko Widodo. Tapi, sampai saat ini belum ada tindaklanjutnya. "Dan Pak Menteri (Menkop) juga sangat mendukung usulan ini," jelasnya.
Apalagi, LPDB membutuhkan unit layanan di daerah. Namun, terganjal regulasi UU No 39/2008 tentang Kementrian Negara, UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Perpres No 47/2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementrian Negara yang tidak memungkinkan bagi LPDB KUMKM untuk memiliki unit layanan di daerah.
Akibatnya, saat ini, LPDB hanya bisa membentuk dua kantor Satgas Monitoring dan Evaluasi di dua kota. Yaitu, Surakarta (untuk wilayah kerja Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta) dan Makassar (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat).
"Satgas kami bentuk untuk mengawal dana yang sudah dicairkan kepada koperasi dan UKM, serta membantu verifikasi proposal yang akan disampaikan kepada tim on the spot saat meninjau ke lapangan," imbuhnya.
Pasalnya, LPDB memiliki struktur dan standar ISO 9001. Apalagi, kontribusi LPDB sudah terbukti mendongkrak perekonomian masyarakat di daerah.
Sejak didirikan sepuluh tahun lalu, lembaga yang dikomandoi Kemas Danial itu sukses menyalurkan dana bergulir Rp7,5 triliun kepada lima ribu UMKM.
Hasilnyanya jelas dan terarah, di mana dari kredit yang disalurkan, LPDB berhasil mencetak 1,6 juta lapangan pekerjaan di sektor UMKM dan meraup untung Rp1,3 triliun.
Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi Badan Layanan Umum (BLU). Pasalnya, peran BLU permodalan yang sudah dibentuk sebelumnya tidak efektif dan kurang memiliki peran strategis bagi UMKM.
"Struktur yang dimiliki LPDB sudah sangat lengkap karena mendapat Standar ISO 9001 yang diakui dunia internasional. LPDB memiliki peran strategis mengembangkan ekonomi di daerah. Sehingga, perlu diperhatikan tentang dibentuknya badan baru penyaluran kredit bagi UMKM," kata Kemas.
Dengan berbentuk lembaga, LPDB-KUMKM tak bisa membuka kantor cabang atau perwakilan di daerah-daerah. Padahal, jumlah kalangan KUKM yang mengajukan proposal ke lembaga bentukan Kementerian Koperasi dan UKM sangat banyak, hingga ke pelosok penjuru tanah air.
"Kami terkendala tidak mempunyai jumlah SDM yang memadai dan bisa menjangkau hingga ke pelosok daerah," ujar dia.
Kemas pun menyodorkan nama baru yakni Badan Pembiayaan Mikro Indonesia (BPMI). Jika sebelumnya LPBD-KUMKM berada di bawah naungan Kementerian Koperasi dan UKM, dia mengusulkan agar BPMI berada di bawah kontrol langsung Presiden.
Nantinya, kata Kemas, seluruh dana yang disalurkan buat membantu permodalan kalangan usaha kecil dilebur ke BPMI. Selain LPDB, yang akan dilebur ke badan itu antara lain Permdalan Nasional Madani (PNM).
"Nantinya, semua program pembiayaan usaha mikro dan kecil yang ada di banyak kementerian akan disatukan dalam satu badan ini," bebernya.
Menurutnya, konsep perubahan bentuk organisasi itu sudah dipaparkan kepada Presiden Joko Widodo. Tapi, sampai saat ini belum ada tindaklanjutnya. "Dan Pak Menteri (Menkop) juga sangat mendukung usulan ini," jelasnya.
Apalagi, LPDB membutuhkan unit layanan di daerah. Namun, terganjal regulasi UU No 39/2008 tentang Kementrian Negara, UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Perpres No 47/2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementrian Negara yang tidak memungkinkan bagi LPDB KUMKM untuk memiliki unit layanan di daerah.
Akibatnya, saat ini, LPDB hanya bisa membentuk dua kantor Satgas Monitoring dan Evaluasi di dua kota. Yaitu, Surakarta (untuk wilayah kerja Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta) dan Makassar (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat).
"Satgas kami bentuk untuk mengawal dana yang sudah dicairkan kepada koperasi dan UKM, serta membantu verifikasi proposal yang akan disampaikan kepada tim on the spot saat meninjau ke lapangan," imbuhnya.
(izz)