Proyek LRT Butuh Rp22 Triliun, Rp12 Triliun dari APBN
A
A
A
JAKARTA - PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mengungkapkan, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) akan memimpin sindikasi pembiayaan proyek Light Rail Transit (LRT) bersama dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Nilai sindikasi tersebut sebesar Rp10 triliun.
"Sindikasinya nanti ada beberapa bank yang gabung. Lead-nya Bank Mandiri bersama BNI, BRI, dan SMI," ujar Direktur Keuangan Adhi Karya Harris Gunawan di Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Senin (24/10/2016).
Harris menjelaskan, total investasi secara keseluruhan dari proyek LRT sebesar Rp22 triliun. Sementara, sindikasi Rp10 triliun itu berupa kas dan non kas.
"Total kebutuhan sampai selesai pada 2019 sebesar Rp22 triliun. Sindikasinya nanti kita minta mereka sampai dengan Rp10 triliun ada dalam bentuk kas dan non kas," katanya.
Proyek LRT, kata dia, mengutamakan pembiayaan dari sindikasi terlebih dahulu karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak bisa mengkover dalam tiga tahun ke depan. Sebelum menggunakan APBN juga harus ada Peraturan Presiden (Perpres) yang dikeluarkan.
"Pakai Perpres APBN karena kemampuan APBN enggak bisa dalam tiga tahun. Kita bicara sindikasi biayai LRT," tutur Harris.
Dia menambahkan, APBN mendanai sisa dari kebutuhan investasi proyek LRT senilai Rp12 triliun mulai 2018. Pembiayaan ini terbagi atas 40% kas dan 60% non kas.
"Kami akan create model pembiayaan LRT itu 40% non kas, 60% kas. Sisanya Rp12 triliun dari APBN. APBN tahun ini tandatangan, baru 2018 ada pembayaran dari pemerintah," pungkas Harris.
"Sindikasinya nanti ada beberapa bank yang gabung. Lead-nya Bank Mandiri bersama BNI, BRI, dan SMI," ujar Direktur Keuangan Adhi Karya Harris Gunawan di Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Senin (24/10/2016).
Harris menjelaskan, total investasi secara keseluruhan dari proyek LRT sebesar Rp22 triliun. Sementara, sindikasi Rp10 triliun itu berupa kas dan non kas.
"Total kebutuhan sampai selesai pada 2019 sebesar Rp22 triliun. Sindikasinya nanti kita minta mereka sampai dengan Rp10 triliun ada dalam bentuk kas dan non kas," katanya.
Proyek LRT, kata dia, mengutamakan pembiayaan dari sindikasi terlebih dahulu karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak bisa mengkover dalam tiga tahun ke depan. Sebelum menggunakan APBN juga harus ada Peraturan Presiden (Perpres) yang dikeluarkan.
"Pakai Perpres APBN karena kemampuan APBN enggak bisa dalam tiga tahun. Kita bicara sindikasi biayai LRT," tutur Harris.
Dia menambahkan, APBN mendanai sisa dari kebutuhan investasi proyek LRT senilai Rp12 triliun mulai 2018. Pembiayaan ini terbagi atas 40% kas dan 60% non kas.
"Kami akan create model pembiayaan LRT itu 40% non kas, 60% kas. Sisanya Rp12 triliun dari APBN. APBN tahun ini tandatangan, baru 2018 ada pembayaran dari pemerintah," pungkas Harris.
(ven)