Menuju Kemandirian Energi Lewat Bahan Bakar Alternatif

Minggu, 30 Oktober 2016 - 22:17 WIB
Menuju Kemandirian Energi...
Menuju Kemandirian Energi Lewat Bahan Bakar Alternatif
A A A
JAKARTA - Jumlah produksi bahan bakar minyak (BBM) terus turun setiap tahun. Penurunan tersebut diakibatkan berkurangnya cadangan minyak di dalam negeri akibat minimnya sumber-sumber minyak (fosil) yang baru.

Permasalahan yang terjadi hingga saat ini yakni produksi BBM tidak mampu mengimbangi lonjakan konsumsi BBM di Tanah Air. Akibatknya, volume impor minyak mentah dan produk BBM masih sangat tinggi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai impor migas periode Januari-September 2016 masi mencapai level USD13,74 miliar. Sementara data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, produksi minyak mentah nasional pada 2017 diproyeksikan hanya 661,7 juta barel per hari (bph). Produksi diproyeksikan turun menjadi 643,67 juta bph pada 2018 dan hanya 560,21 juta bph pada 2023.

"Kemandirian energi memang membutuhkan proses yang panjang. Untuk memenuhi kemandirian energi itu road map yang disusun pemerintah baru pada 2025, yang perlu dilakukan sekarang adalah pembangunan infrastruktur energi," ungkap Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto kepada KORAN SINDO/SINDOnews di Jakarta, Minggu (30/10/2016).

Dia mengungkapkan, hingga kini volume impor BBM untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri mencapai 600 ribu bph. Saat ini, kata dia, hanya dua kilang yakni Tuban dan Bontang yang mampu mendukung roadmap kemandirian energi tersebut.

"Diproyeksikan ada tambahan dari empat kilang, tapi yang siap baru dua. Agar lebih cepat realisasi kemandirian energi ini saya usulkan pemerintah memberikan penugasan kepada Pertamina," sebutnya.

Selain kemandirian energi, yang perlu dilakukan adalah ketahanan energi. "Kita juga belum sampai pada ketahanan energi karena cadangan energi nasional nol. Yang ada sekarang adalah cadangan milik Pertamina. Jika ingin swasembada BBM tercapai pada 2025, maka sekarang harus dimulai," tegas Dito.

Salah satu hal yang bisa dilakukan agar kemandirian energi dan ketahanan energi tercapai yakni dengan mendorong penggunaan energi alternatif seperti bahan bakar nabati (bioefuel). Sebab, dengan membaiknya perekonomian dan meningkatnya daya beli masyarakat, penggunaan energi terus meningkat.

pertamina
Program penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif merupakan solusi sementara yang bertujuan untuk mencari bahan bakar yang ramah lingkungan, juga untuk mengurangi konsumsi BBM. Potensi energi yang dapat dikembangkan di antaranya biofuel yang bersumber dari tanaman yang sudah ada di sekitar masyarakat Indonesia.

Penggunaan energi alternatif ini tentu saja selain mampu mengurangi konsumsi BBM dan subsidi BBM juga mendukung pelestarian lingkungan. Seperti diketahui, jumlah kendaraan bermotor yang terus tumbuh setiap tahun memberikan sumbangan terhadap polusi udara. Kalangan produsen mobil pun sependapat bahwa sudah saatnya penggunaan energi alternatif digalakkan.

"Ini penting dalam rangka penghematan energi. Dari sisi teknologi, kami pun sudah siap," ujar Direktur Korporasi dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) I Made Dana Tangkas saat perayaan 45 Tahun Toyota di Indonesia, Sabtu (29/10/2016) malam.

Perlu dilakukan saat ini yakni pembangunan infrastruktur agar penggunaan energi alternatif tersebut segera bisa direalisasikan. Saat ini, semakin banyak pihak yang peduli terhadap kemandirian energi. PT Pertamina (Persero) bersama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dan Toyota Motor Corporation (TMC) misalnya, berkolaborasi mengkaji pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang berasal dari rumput gajah (napier grass). Rumput gajah tersebut di tanam di lahan dengan luas area 7 hektar di Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat menggunakan lahan milik PT PG Rajawali II, yang merupakan anak perusahaan PT RNI.

Kolaborasi ini merupakan bagian dari dukungan tiga pihak yakni produsen BBM dalam hal ini Pertamina, pabrikan yakni Toyota Motor Corp. sebagai produsen mobil serta RNI selaku pengelola perkebunan dalam mensukseskan target Bauran Energi Nasional untuk energi baru dan terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025.

Langkah tersebut juga menjadi bagian dari upaya merealisasikan mandat pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM No.12 tahun 2015 yang berkaitan dengan kewajiban pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai campuran bahan bakar minyak. Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menegaskan, upaya ini merupakan bagian dari terobosan dalam menyediakan bahan baku untuk produksi bahan bakar nabati yang kompetitif serta terintegrasi dari hulu (kebun) hingga hilir (pabrik).

“Sinergi yang baik antara Pertamina, RNI dan Toyota dapat mengakselerasi upaya pengembangan BBN di Indonesia sehingga dapat berkontribusi dalam mewujudkan target bauran energi yang sudah dicanangkan pemerintah,” kata Wianda.

Panen perdana ini merupakan milestone bagi semua pihak yang terlibat. Apabila dari hasil pilot project dan kajian bersama tersebut menunjukan hasil yang positif, diharapkan kerja sama ini dapat berlanjut ke tahap selanjutnya. Di tengah semakin menipisnya cadangan energi fosil dunia maka ketergantungan terhadap bahan bakar fosil harus mulai dikurangi sedikit demi sedikit, oleh karena itu, pengembangan energi terbarukan sudah menjadi keharusan yang tidak dapat ditunda. Sebagai BUMN dengan bisnis inti agro industri, PT RNI berupaya berperan aktif dalam pengembangan energi terbarukan yang berbasis perkebunan, salah satunya melalui pemanfaatan biomassa yang dihasilkan dari rumput gajah menjadi biofuel.

Sebagai langkah awal, sejak 2015 Pusat Penelitian Agro milik PT PG Rajawali II Cirebon telah menyiapkan lahan seluas 7 hektare (ha) di HGU PG Jatitujuh, Majalengka, untuk keperluan riset pengembangan tanaman yang berpotensi sebagai sumber energi. Pemanfaatan rumput gajah itu sendiri tidak terlepas dari kandungan biomassa yang tinggi sehingga cocok digunakan sebagai salah satu bahan pembuat biofuel.

Seperti yang diungkapkan Direktur Utama PT RNI Didik Prasetyo, iklim di Indonesia sangat mendukung pengembangan rumput gajah. Selama ini rumput gajah belum banyak dimanfaatkan selain sebagai makanan ternak, bahkan terkadang dibiarkan tumbuh secara liar, padahal kandungan biomassanya cukup baik untuk dijadikan sumber energi terbarukan.

Agar pengembangan biofuel ini berkelanjutan, baik dari sisi pasokan bahan baku, riset, pengembangan, dan kebermanfaatan digagas kerjasama kemitraan strategis antara PT RNI, PT Pertamina dan Toyota Motor Corporation. Pembicaraan kerja sama yang dimulai pada tahun 2015 dan ditandai penandatanganan MoU di awal 2016 ini telah menuai hasil dengan panen perdana rumput gajah,yang akan ditindaklanjuti dengan riset.

Kemitraan tersebut juga bertujuan mewujudkan sinergi BUMN antara PT RNI dan PT Pertamina. Pemerintah sendiri terus menggenjot kebijakan peningkatan subtitusi biofuel ke dalam BBM untuk menekan tingginya angka impor BBM yang pada 2016 mencapai 8 juta barel per bulan. Dengan subtitusi penggunaan bahan bakar terbarukan diharapkan terjadi penghematan devisa serta mendukung clean energi.

Sasaran kebijakan energi terbarukan khususnya biomassa, seperti yang dicanangkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015, tentang Kebijakan Energi Nasional adalah mewujudkan bauran energi untuk energi baru dan terbarukan terhadap konsumsi energi nasional Iebih dari 23% pada tahun 2025.

"Penggunaan biofuel tentu akan membantu menciptakan lingkungan yang bersih," kata Wakil Presdir PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0779 seconds (0.1#10.140)