Triwulan III, Ekonomi Jawa Timur Tumbuh 5,61%
A
A
A
SURABAYA - Sepanjang triwulan III/2016, ekonomi Jawa Timur (Jatim) tumbuh 5,61%. Pertumbuhan terjadi di hampir semua sektor. Diantaranya, pertambangan dan penggalian yang tumbuh 17,48%. Diikuti penyediaan akomodasi dan makanan minuman 8,46%, informasi dan komunikasi 7,74%, transportasi dan pergudangan 6,43% dan jasa kesehatan 6,31%.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menyebutkan, struktur perekonomian Jatim menurut lapangan usaha 2016, didominasi industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 28,51%, pertanian, kehutanan dan perikanan 14,10%. Kemudian perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil, sepeda motor sebesar 18,10%.
Dari segi pertumbuhannya, industri pengolahan tumbuh 1,33%, diikuti perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 1,04%. Sedangkan pertanian, kehutanan dan perikanan tumbuh 0,30%. “Sektor yang mengalami penurunan adalah pengadaan listrik, gas dan produksi yang turun 1,55%,” ujar Kepala BPS Jatim, Teguh Pramono, Selasa (8/11/2016).
Menurut Teguh, sektor pertambangan dan penggalian semakin meningkat sejak memasuki tahun 2016. Hal ini didorong meningkatkan produksi minyak dan gas bumi yang naik signifikan. Meningkatnya pertumbuhan sektor ini memicu perekonomian Jatim tumbuh lebih tinggi dibanding tahun lalu. Jika dilihat perkembangan ekonomi di luar sektor migas, tampak terjadi sedikit perlambatan.
Pada triwulan III/2016, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa migas Jatim tumbuh 4,99%, atau melambat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yang tumbuh sebesar 5,38%. “Perlambatan ini didorong oleh melambatnya kinerja industri pengolahan, terutama pada skala usaha mikro kecil,” tandas Teguh.
Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan, sektor usaha, mikro, kecil dan menengah (UMKM) menjadi tulang punggung ekonomi Jatim. Selain itu, ekonomi tumbuh karena keamanan dalam berinvestasi. Pertumbuhan ekonomi saat ini mampu menghasilkan pendapatan PDRB sebesar Rp903,1 trilliun. PDRB tersebut hampir 60% didorong dari konsumsi. Sebagian besar konsumsi masyarakat merupakan konstribusi dari UMKM. Sektor ini yang diharapkan bisa memperkuat ekonomi Jatim. “Pertumbuhan ekonomi Jatim juga menurunkan angka pengangguran. Dari 4,47% pada Agusutus tahun lalu, menjadi 4,14% pada Februari 2016,” katanya.
Di bidang investasi, masih menurut Soekarwo, hingga semester I/2016 didominasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) baik fasilitas maupun nonfasilitas yang nilainya mencapai Rp58,98 triliun. Sedangkan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat Rp12,64 triliun. Untuk investasi PMA dari izin prinsip tahun 2010-2015 yang belum terealisasi sebesar Rp273 triliun.
Adapun kinerja perdagangan di Jatim, kata dia, pada semester I/2016 sebagian besar disumbang perdagangan dalam negeri yang nilainya mencapai lebih dari Rp469 triliun. Sementara perdagangan luar negeri defisit Rp6,827 triliun. “Namun secara total perdagangan Jatim surplus Rp43,377 triliun,” pungkas pejabat kelahiran Madiun ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menyebutkan, struktur perekonomian Jatim menurut lapangan usaha 2016, didominasi industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 28,51%, pertanian, kehutanan dan perikanan 14,10%. Kemudian perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil, sepeda motor sebesar 18,10%.
Dari segi pertumbuhannya, industri pengolahan tumbuh 1,33%, diikuti perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 1,04%. Sedangkan pertanian, kehutanan dan perikanan tumbuh 0,30%. “Sektor yang mengalami penurunan adalah pengadaan listrik, gas dan produksi yang turun 1,55%,” ujar Kepala BPS Jatim, Teguh Pramono, Selasa (8/11/2016).
Menurut Teguh, sektor pertambangan dan penggalian semakin meningkat sejak memasuki tahun 2016. Hal ini didorong meningkatkan produksi minyak dan gas bumi yang naik signifikan. Meningkatnya pertumbuhan sektor ini memicu perekonomian Jatim tumbuh lebih tinggi dibanding tahun lalu. Jika dilihat perkembangan ekonomi di luar sektor migas, tampak terjadi sedikit perlambatan.
Pada triwulan III/2016, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa migas Jatim tumbuh 4,99%, atau melambat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yang tumbuh sebesar 5,38%. “Perlambatan ini didorong oleh melambatnya kinerja industri pengolahan, terutama pada skala usaha mikro kecil,” tandas Teguh.
Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan, sektor usaha, mikro, kecil dan menengah (UMKM) menjadi tulang punggung ekonomi Jatim. Selain itu, ekonomi tumbuh karena keamanan dalam berinvestasi. Pertumbuhan ekonomi saat ini mampu menghasilkan pendapatan PDRB sebesar Rp903,1 trilliun. PDRB tersebut hampir 60% didorong dari konsumsi. Sebagian besar konsumsi masyarakat merupakan konstribusi dari UMKM. Sektor ini yang diharapkan bisa memperkuat ekonomi Jatim. “Pertumbuhan ekonomi Jatim juga menurunkan angka pengangguran. Dari 4,47% pada Agusutus tahun lalu, menjadi 4,14% pada Februari 2016,” katanya.
Di bidang investasi, masih menurut Soekarwo, hingga semester I/2016 didominasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) baik fasilitas maupun nonfasilitas yang nilainya mencapai Rp58,98 triliun. Sedangkan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat Rp12,64 triliun. Untuk investasi PMA dari izin prinsip tahun 2010-2015 yang belum terealisasi sebesar Rp273 triliun.
Adapun kinerja perdagangan di Jatim, kata dia, pada semester I/2016 sebagian besar disumbang perdagangan dalam negeri yang nilainya mencapai lebih dari Rp469 triliun. Sementara perdagangan luar negeri defisit Rp6,827 triliun. “Namun secara total perdagangan Jatim surplus Rp43,377 triliun,” pungkas pejabat kelahiran Madiun ini.
(ven)