Petani di Riau Mulai Beralih dari Sawit ke Hortikultura
A
A
A
JAKARTA - Jumlah petani Provinsi Riau yang beralih dari kelapa sawit menjadi penanam sayuran atau hortikultura semakin banyak, terutama di daerah Kecamatan Tualang Kabupaten Siak yang dimotori seorang petani bernama Suryono.
"Setelah mereka melihat saya berhasil, akhirnya banyak yang mengikuti. Sedikitnya ada tiga sampai empat orang yang membabat sawit mereka, bahkan sampai pinjam alat penumbangnya ke saya," kata Suryono, Selasa (16/11/2016).
Dia mulai beralih dari kelapa sawit ke sayuran sejak 2013, karena melihat permintaan sayuran di daerah itu sangat tinggi namun bergantung pada pasokan dari Kota Pekanbaru serta Provinsi Sumatera Barat. Beberapa jenis sayuran yang mulai ditanam Suryono antara lain kangkung, bayam, cabai, melon, semangka, kacang panjang, timun, pepaya, dan jagung.
Ketika menjadi petani sawit dengan lahan dua hektare, Suryono hanya mampu meraih penghasilan maksimal sekitar Rp2 juta-Rp3 juta per bulan. Namun, kini dengan mengolah lahan setengah hektare untuk ditanami sayuran, dia berhasil meraup penghasilan sekitar Rp15 juta per bulan.
Bahkan, pada lahan yang sama, dia bisa mempekerjakan empat sampai sembilan orang warga setempat. "Berapa pun sayuran yang bisa kita tanam akan diambil semua di pasar, tanpa perlu memperluas lahan," kata pria 41 tahun ini.
Karena keberhasilannya, Suryono akhirnya diakui Pemerintah Kabupaten Siak melalui penghargaan Adikarya Pangan Nusantara 2015, dan Petani Terbaik Siak Bidang Hortikultura 2016. Keberhasilan Suryono kini dianggap menjadi inspirasi bagi petani lain, sehingga membawanya untuk menghadiri KTT PBB Perubahan Iklim (COP-22) di Marrakesh, Maroko.
Petani lain yang mulai beralih dari sawit ke sayuran, Makmur mengatakan, dirinya tertarik fokus menanam sayuran karena ada contoh yang sudah berhasil. Sebelumnya, dia memiliki 2,5 hektare kebun sawit namun hasil yang didapatkan tidak cukup untuk kebutuhan hidup, bahkan Makmur terpaksa sempat menjual setengah hektare tanahnya.
"Sudah mati-matian saya bertani sawit tapi hasilnya masih kurang, jadi terpaksa harus cari kerja sampingan lain. Sekarang saya matikan semua sawit saya dan tanam sayur saja," ujar lelaki 48 tahun ini.
Beberapa tahun terakhir petani setempat mulai terbantu dengan adanya program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) dari Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas. Program membantu petani mulai dari modal, fasilitas untuk infrastruktur pertanian, hingga bantu pemasaran hasil panen hortikultura.
"Dari DMPA saya dapat bantuan alat berat untuk bikin embung air, pembuatan infrastruktur jalan ke kebun sampai bantu memasarkan hasil panen seperti jagung dan melon ke karyawan pabrik," katanya.
Director of APP on Strategic Corporate Relation Elim Sritaba mengatakan, pelaku usaha di sektor kehutanan dapat ikut mendorong keterlibatan masyarakat dalam mencegah kebakaran hutan. Kerja sama semua pihak krusial untuk mencapai komitmen pengurangan emisi melalui keterlibatan masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan, sekaligus pemberdayaan masyarakat desa.
Pendekatan tersebut menjadi fondasi dari program DMPA, di mana menargetkan terbentuknya 500 DMPA sampai 2020. DMPA merupakan program terpadu antara perusahaan dengan masyarakat lokal untuk bersama-sama mengembangkan potensi diri dalam memberi nilai tambah sosial ekonomi masyarakat sekitar sekaligus menjaga kelestarian lingkungan sekitar, salah satunya melalui kegiatan agroforestri.
Satu tahun setelah diluncurkan, 58 desa sudah menerima manfaat dari program DMPA dan 22 desa lainnya diharapkan akan menyusul jelang akhir tahun. Ketika sebuah desa diberi program DMPA, pendapatan masyarakat tersebut diharapkan naik 50%-70% dalam kurun tiga tahun lewat berbagai kegiatan ekonomi yang terkait erat dengan potensi hutan alam.
"Setelah mereka melihat saya berhasil, akhirnya banyak yang mengikuti. Sedikitnya ada tiga sampai empat orang yang membabat sawit mereka, bahkan sampai pinjam alat penumbangnya ke saya," kata Suryono, Selasa (16/11/2016).
Dia mulai beralih dari kelapa sawit ke sayuran sejak 2013, karena melihat permintaan sayuran di daerah itu sangat tinggi namun bergantung pada pasokan dari Kota Pekanbaru serta Provinsi Sumatera Barat. Beberapa jenis sayuran yang mulai ditanam Suryono antara lain kangkung, bayam, cabai, melon, semangka, kacang panjang, timun, pepaya, dan jagung.
Ketika menjadi petani sawit dengan lahan dua hektare, Suryono hanya mampu meraih penghasilan maksimal sekitar Rp2 juta-Rp3 juta per bulan. Namun, kini dengan mengolah lahan setengah hektare untuk ditanami sayuran, dia berhasil meraup penghasilan sekitar Rp15 juta per bulan.
Bahkan, pada lahan yang sama, dia bisa mempekerjakan empat sampai sembilan orang warga setempat. "Berapa pun sayuran yang bisa kita tanam akan diambil semua di pasar, tanpa perlu memperluas lahan," kata pria 41 tahun ini.
Karena keberhasilannya, Suryono akhirnya diakui Pemerintah Kabupaten Siak melalui penghargaan Adikarya Pangan Nusantara 2015, dan Petani Terbaik Siak Bidang Hortikultura 2016. Keberhasilan Suryono kini dianggap menjadi inspirasi bagi petani lain, sehingga membawanya untuk menghadiri KTT PBB Perubahan Iklim (COP-22) di Marrakesh, Maroko.
Petani lain yang mulai beralih dari sawit ke sayuran, Makmur mengatakan, dirinya tertarik fokus menanam sayuran karena ada contoh yang sudah berhasil. Sebelumnya, dia memiliki 2,5 hektare kebun sawit namun hasil yang didapatkan tidak cukup untuk kebutuhan hidup, bahkan Makmur terpaksa sempat menjual setengah hektare tanahnya.
"Sudah mati-matian saya bertani sawit tapi hasilnya masih kurang, jadi terpaksa harus cari kerja sampingan lain. Sekarang saya matikan semua sawit saya dan tanam sayur saja," ujar lelaki 48 tahun ini.
Beberapa tahun terakhir petani setempat mulai terbantu dengan adanya program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) dari Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas. Program membantu petani mulai dari modal, fasilitas untuk infrastruktur pertanian, hingga bantu pemasaran hasil panen hortikultura.
"Dari DMPA saya dapat bantuan alat berat untuk bikin embung air, pembuatan infrastruktur jalan ke kebun sampai bantu memasarkan hasil panen seperti jagung dan melon ke karyawan pabrik," katanya.
Director of APP on Strategic Corporate Relation Elim Sritaba mengatakan, pelaku usaha di sektor kehutanan dapat ikut mendorong keterlibatan masyarakat dalam mencegah kebakaran hutan. Kerja sama semua pihak krusial untuk mencapai komitmen pengurangan emisi melalui keterlibatan masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan, sekaligus pemberdayaan masyarakat desa.
Pendekatan tersebut menjadi fondasi dari program DMPA, di mana menargetkan terbentuknya 500 DMPA sampai 2020. DMPA merupakan program terpadu antara perusahaan dengan masyarakat lokal untuk bersama-sama mengembangkan potensi diri dalam memberi nilai tambah sosial ekonomi masyarakat sekitar sekaligus menjaga kelestarian lingkungan sekitar, salah satunya melalui kegiatan agroforestri.
Satu tahun setelah diluncurkan, 58 desa sudah menerima manfaat dari program DMPA dan 22 desa lainnya diharapkan akan menyusul jelang akhir tahun. Ketika sebuah desa diberi program DMPA, pendapatan masyarakat tersebut diharapkan naik 50%-70% dalam kurun tiga tahun lewat berbagai kegiatan ekonomi yang terkait erat dengan potensi hutan alam.
(izz)