Cerita Ketua KPK soal Mahalnya Perawatan Barang Rampasan Korupsi
A
A
A
JAKARTA - Sebagai anak kandung reformasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perjalanannya telah menyelesaikan beragam kasus tindak pidana korupsi, mulai kasus kecil hingga kelas raksasa.
Namun, ada masalah yang muncul setelah kasus korupsi tersebut terungkap, dimana KPK membutuhkan dana untuk merawat barang rampasan dari tersangka kasus korupsi.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan, pihaknya memilih merawat barang rampasan tersebut karena menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) tersangka korupsi. Sehingga barang tersebut kemudian disimpan dan setelah putusan pengadilan, barang tersebut akan jadi aset yang harus di-recovery.
"Tapi seiring waktu pemeliharaan barang (koruptor) itu, kami memerlukan uang tidak sedikit," katanya di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Dia mencontohkan, perawatan mobil mewah milik tersangka korupsi yang sudah pasti butuh biaya tidak sedikit. Komisi antirasuah juga pernah melelang sapi rampasan hasil tindak pidana korupsi.
Ini dilakukan agar harga barang tidak terlalu jatuh. Sementara pemeliharaan cukup besar dan jika tidak dirawat bisa mati.
"Oleh karena itu, dengan persetujuan tersangka, kami lelang. Hasil lelang kami titipkan pengadilan. Kami menunggu keputusan pengadilan uangnya jadi hak siapa," imbuh dia.
Tak hanya itu, tambah Agus, pihaknya juga membutuhkan biaya untuk merawat benda rampasan yang pengoperasiannya tidak bisa dihentikan. Misalnya, rumah sakit atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang tidak bisa dihentikan pengoperasiannya.
"RS, SPBU, pasti dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan kalau kami hentikan operasinya malah harganya turun. Ini pasti butuh tata kelola yang baik di waktu yang akan datang," tandasnya.
Namun, ada masalah yang muncul setelah kasus korupsi tersebut terungkap, dimana KPK membutuhkan dana untuk merawat barang rampasan dari tersangka kasus korupsi.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan, pihaknya memilih merawat barang rampasan tersebut karena menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) tersangka korupsi. Sehingga barang tersebut kemudian disimpan dan setelah putusan pengadilan, barang tersebut akan jadi aset yang harus di-recovery.
"Tapi seiring waktu pemeliharaan barang (koruptor) itu, kami memerlukan uang tidak sedikit," katanya di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Dia mencontohkan, perawatan mobil mewah milik tersangka korupsi yang sudah pasti butuh biaya tidak sedikit. Komisi antirasuah juga pernah melelang sapi rampasan hasil tindak pidana korupsi.
Ini dilakukan agar harga barang tidak terlalu jatuh. Sementara pemeliharaan cukup besar dan jika tidak dirawat bisa mati.
"Oleh karena itu, dengan persetujuan tersangka, kami lelang. Hasil lelang kami titipkan pengadilan. Kami menunggu keputusan pengadilan uangnya jadi hak siapa," imbuh dia.
Tak hanya itu, tambah Agus, pihaknya juga membutuhkan biaya untuk merawat benda rampasan yang pengoperasiannya tidak bisa dihentikan. Misalnya, rumah sakit atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang tidak bisa dihentikan pengoperasiannya.
"RS, SPBU, pasti dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan kalau kami hentikan operasinya malah harganya turun. Ini pasti butuh tata kelola yang baik di waktu yang akan datang," tandasnya.
(ven)