RI Tak Sendirian Saat Banyak Negara Emerging Market Alami Tekanan
A
A
A
JAKARTA - Perekonomian negara berkembang menurut VP Corporate Development and Market Research ForexTime Ltd (FXTM) Jameel Ahmad secara keseluruhan sedang mengalami banyak tekanan, tidak hanya dialami Indonesia. Bahkan dia menerangkan Nigeria sampai mengalami resesi.
Dia menambahkan tak hanya resesi di Nigeria, mata uang negara-negara berkembang lain di Afrika Selatan juga sedang mengalami volatilitas yang tinggi. Sehingga mempengaruhi perekonomian mereka.
"Jadi, banyak juga negara emerging market alami tekanan, Nigeria resesi tinggi sekali dan mata uang negara Afrika Selatan volatilitas tinggi. Ini volatilitas negara emerging market di Afrika Selatan berpengaruh terhadap ekonomi mereka," ujarnya di Jakarta, Selasa (22/11).
Sementara, kata dia, meski di Tanah Air rupiah juga mengalami pelemahan tapi tidak berdampak negatif ke pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih di atas 5%. Lebih lanjut dia menjelaskan tetap saja angka itu masih lebih rendah dari tahun lalu.
"Tahun 2016, ekonomi Indonesia secara umum baik walaupun PDB itu melambat tapi tetap saja masih di atas 5% meski turun dari tahun lalu," sambung dia.
Beralih ke Amerika Latin, terang Jameel, harga komoditas yang mengalami tekanan turut serta menyeret negara berkembang di wilayan tersebut ke dalam pertumbuhan ekonomi yang melambat. Beda halnya dengan Indonesia yang mendapat berbagai ujian dari luar negeri, tapi tetap bisa kuat menahan.
"Negara di Amerika Latin alami tekanan, komoditas mineral harga menurun karena pertumbuhan China melambat. Meskipun banyak faktor tersebut, faktor eksternal pengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia tapi tetap kuat. Jadi, institusi finansial dunia berapa kali revisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mungkin mereka akan revisi lebih rendah lagi, tapi ekonomi Indonesia tetap tunjukan ketahanannya," pungkasnya.
Dia menambahkan tak hanya resesi di Nigeria, mata uang negara-negara berkembang lain di Afrika Selatan juga sedang mengalami volatilitas yang tinggi. Sehingga mempengaruhi perekonomian mereka.
"Jadi, banyak juga negara emerging market alami tekanan, Nigeria resesi tinggi sekali dan mata uang negara Afrika Selatan volatilitas tinggi. Ini volatilitas negara emerging market di Afrika Selatan berpengaruh terhadap ekonomi mereka," ujarnya di Jakarta, Selasa (22/11).
Sementara, kata dia, meski di Tanah Air rupiah juga mengalami pelemahan tapi tidak berdampak negatif ke pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih di atas 5%. Lebih lanjut dia menjelaskan tetap saja angka itu masih lebih rendah dari tahun lalu.
"Tahun 2016, ekonomi Indonesia secara umum baik walaupun PDB itu melambat tapi tetap saja masih di atas 5% meski turun dari tahun lalu," sambung dia.
Beralih ke Amerika Latin, terang Jameel, harga komoditas yang mengalami tekanan turut serta menyeret negara berkembang di wilayan tersebut ke dalam pertumbuhan ekonomi yang melambat. Beda halnya dengan Indonesia yang mendapat berbagai ujian dari luar negeri, tapi tetap bisa kuat menahan.
"Negara di Amerika Latin alami tekanan, komoditas mineral harga menurun karena pertumbuhan China melambat. Meskipun banyak faktor tersebut, faktor eksternal pengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia tapi tetap kuat. Jadi, institusi finansial dunia berapa kali revisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mungkin mereka akan revisi lebih rendah lagi, tapi ekonomi Indonesia tetap tunjukan ketahanannya," pungkasnya.
(akr)