Perkuat Bisnis Syariah, Mandiri Suntik Modal BSM Rp500 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Bank Mandiri menyuntik dana sebesar Rp500 miliar kepada anak perusahaan yakni Bank Syariah Mandiri (BSM) guna memperkuat permodalan. Pasca-penambahan modal, rasio kecukupan modal Bank Syariah Mandiri akan berada pada kisaran 14,5%.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, suntikan dana tersebut dilakukan untuk menjaga agar permodalan BSM tetap berada pada posisi yang aman untuk mendukung ekspansi perusahaan yang diharapkan bisa membukukan pertumbuhan pembiayaan sebesar 9-10% pada tahun ini dan tahun depan.
“Langkah ini untuk memperkuat bisnis kami di perbankan syariah. Selain itu, penambahan modal juga dapat meningkatkan valuasi BSM sehingga tetap memimpin pasar perbankan syariah,” kata Kartika di Plaza Mandiri Jakarta.
Penambahan modal kepada BSM itu, lanjut dia merupakan salah satu rencana stategis perseroan yang telah ditetapkan dalam Rencana Bisnis Bank 2016. “Suntikan modal ini pun tidak berpengaruh terhadap kecukupan modal Bank Mandiri yang terjaga baik di kisaran 20%,” jelasnya.
Dengan penambahan modal sebesar Rp500 miliar, modal disetor BSM menjadi Rp2,49 triliun dengan jumlah saham Bank Mandiri sebanyak 397,81 juta lembar saham. Adapun modal inti tercatat Rp6,09 triliun.
Sementara itu Direktur Utama Bank Syariah Mandiri Agus Sudiarto mengungkap penambahan modal akan memperkuat kinerja BSM dalam mencapai target bisnis yang telah ditetapkan. Dia mengungkapkan, kinerja BSM dari sisi volume, kualitas dan profitabilitas saat ini makin baik.
Lebih lanjut dia mengatakan BSM pada 2016 dan 2017 mematok pertumbuhan konservatif mempertimbangkan makroekonomi dan menjaga kualitas. Hingga September 2016, BSM telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp53,2 triliun tumbuh 5,2% dari periode yang sama tahun lalu dengan total penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp66,0 triliun, meningkat 10% dari September 2015.
Laba bersih per September 2016 Rp246 miliar atau naik 65,5%. Terkait dengan kinerja, dia menjelaskan bahwa Bank Mandiri saat ini terus memupuk pencadangan untuk menjaga kinerja positif perseroan secara berkelanjutan. Selain itu, Mandiri juga konsisten menyelesaikan kredit-kredit bermasalah.
Salah satunya, Bank Mandiri berkomunikasi secara langsung maupun melalui media massa kepada debitur-debitur yang kesulitan melakukan kewajiban pembayaran. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencari solusi sekaligus menilai tingkat kooperatif debitur. Saat ini, terdapat beberapa debitur yang tengah dalam proses due diligence dengan strategic Investor, di antaranya TAB dan AIC.
Selain itu, Bank Mandiri juga akan membawa debitur yang tidak kooperatif ke meja hijau. upaya hukum tersebut akan dilakukan baik melalui jalur perdata maupun pidana terhadap debitur yang terindikasi melakukan penyalahgunaan kredit, maupun debitur yang tidak memiliki itikad baik untuk memenuhi kewajiban pembayaran kreditnya kepada Bank Mandiri.
Debitur yang saat ini akan kami proses secara legal di antaranya PT Rockit Aldeway yang telah dilaporkan ke kepolisian terkait dugaan tindak pidana penipuan, pemalsuan dan pencucian uang. Langkah tersebut kemungkinan akan diikuti dengan pelaporan debitur-debitur bermasalah dan tidak kooperatif lainnya seperti PT Central Steel Indonesia.
Dia menegaskan, perseroan tengah fokus dalam mengelola berbagai risiko bisnis untuk meningkatkan kualitas dan menjaga kinerja perseroan secara berkelanjutan. “Sampai September lalu, NPL (Nett) kami tercatat 1,27%. Jumlah itu masih lebih tinggi 20 bps dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kami berharap angka itu akan terus membaik seiring dengan upaya yang kami lakukan, baik litigasi maupun restrukturisasi,” jelas Kartika.
Menurut Kartika, untuk mengantisipasi rasio kredit bermasalah, Bank Mandiri telah melakukan langkah-langkah antisipasi untuk menghadapi risiko. Di antaranya melalui penguatan fungsi risk, penajaman Risk Acceptance Criteria (RAC), dan optimalisasi restrukturisasi dan recovery untuk penyelesaian kredit bermasalah.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, suntikan dana tersebut dilakukan untuk menjaga agar permodalan BSM tetap berada pada posisi yang aman untuk mendukung ekspansi perusahaan yang diharapkan bisa membukukan pertumbuhan pembiayaan sebesar 9-10% pada tahun ini dan tahun depan.
“Langkah ini untuk memperkuat bisnis kami di perbankan syariah. Selain itu, penambahan modal juga dapat meningkatkan valuasi BSM sehingga tetap memimpin pasar perbankan syariah,” kata Kartika di Plaza Mandiri Jakarta.
Penambahan modal kepada BSM itu, lanjut dia merupakan salah satu rencana stategis perseroan yang telah ditetapkan dalam Rencana Bisnis Bank 2016. “Suntikan modal ini pun tidak berpengaruh terhadap kecukupan modal Bank Mandiri yang terjaga baik di kisaran 20%,” jelasnya.
Dengan penambahan modal sebesar Rp500 miliar, modal disetor BSM menjadi Rp2,49 triliun dengan jumlah saham Bank Mandiri sebanyak 397,81 juta lembar saham. Adapun modal inti tercatat Rp6,09 triliun.
Sementara itu Direktur Utama Bank Syariah Mandiri Agus Sudiarto mengungkap penambahan modal akan memperkuat kinerja BSM dalam mencapai target bisnis yang telah ditetapkan. Dia mengungkapkan, kinerja BSM dari sisi volume, kualitas dan profitabilitas saat ini makin baik.
Lebih lanjut dia mengatakan BSM pada 2016 dan 2017 mematok pertumbuhan konservatif mempertimbangkan makroekonomi dan menjaga kualitas. Hingga September 2016, BSM telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp53,2 triliun tumbuh 5,2% dari periode yang sama tahun lalu dengan total penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp66,0 triliun, meningkat 10% dari September 2015.
Laba bersih per September 2016 Rp246 miliar atau naik 65,5%. Terkait dengan kinerja, dia menjelaskan bahwa Bank Mandiri saat ini terus memupuk pencadangan untuk menjaga kinerja positif perseroan secara berkelanjutan. Selain itu, Mandiri juga konsisten menyelesaikan kredit-kredit bermasalah.
Salah satunya, Bank Mandiri berkomunikasi secara langsung maupun melalui media massa kepada debitur-debitur yang kesulitan melakukan kewajiban pembayaran. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencari solusi sekaligus menilai tingkat kooperatif debitur. Saat ini, terdapat beberapa debitur yang tengah dalam proses due diligence dengan strategic Investor, di antaranya TAB dan AIC.
Selain itu, Bank Mandiri juga akan membawa debitur yang tidak kooperatif ke meja hijau. upaya hukum tersebut akan dilakukan baik melalui jalur perdata maupun pidana terhadap debitur yang terindikasi melakukan penyalahgunaan kredit, maupun debitur yang tidak memiliki itikad baik untuk memenuhi kewajiban pembayaran kreditnya kepada Bank Mandiri.
Debitur yang saat ini akan kami proses secara legal di antaranya PT Rockit Aldeway yang telah dilaporkan ke kepolisian terkait dugaan tindak pidana penipuan, pemalsuan dan pencucian uang. Langkah tersebut kemungkinan akan diikuti dengan pelaporan debitur-debitur bermasalah dan tidak kooperatif lainnya seperti PT Central Steel Indonesia.
Dia menegaskan, perseroan tengah fokus dalam mengelola berbagai risiko bisnis untuk meningkatkan kualitas dan menjaga kinerja perseroan secara berkelanjutan. “Sampai September lalu, NPL (Nett) kami tercatat 1,27%. Jumlah itu masih lebih tinggi 20 bps dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kami berharap angka itu akan terus membaik seiring dengan upaya yang kami lakukan, baik litigasi maupun restrukturisasi,” jelas Kartika.
Menurut Kartika, untuk mengantisipasi rasio kredit bermasalah, Bank Mandiri telah melakukan langkah-langkah antisipasi untuk menghadapi risiko. Di antaranya melalui penguatan fungsi risk, penajaman Risk Acceptance Criteria (RAC), dan optimalisasi restrukturisasi dan recovery untuk penyelesaian kredit bermasalah.
(akr)