Sentuh Level Rp13.500/USD, BI Sebut Kejatuhan Rupiah Temporer
A
A
A
SURABAYA - Bank Indonesia (BI) menyebutkan, kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang merosot hingga menyentuh level Rp13.500/USD hanya bersifat sementara. Diterangkan mayoritas mata uang negara lain juga dinilai sedang mengalami volatilitas tinggi.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, volatilitas pasar keuangan dunia terjadi sejak Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS). Arah kebijakan Trump yang masih abu-abu diyakini menjadi alasan fenomena ini terjadi.
"Sebenarnya saya sudah sampaikan sejak Trump terpilih ada volatilitas di pasar keuangan internasional dan menurut kami ini temporer karena belum ada kejelasan arah kebijakan kabinetnya Trump. Ini seperti apa? Apakah seperti yang diucapkan Trump saat kampanye yakni akan mendorong utang pemerintah meningkat, akan digenjot ekonominya?" ujarnya di Surabaya, Kamis (24/11/2016).
Lebih lanjut doa menjelaskan, jika semua wacana kebijakan Trump ketika kampanye tersebut jadi kenyataan maka otomatis AS harus menerbitkan surat utang untuk mendorong perekonomian. Ketika itu terwujud, inflasi di Negara Paman Sam -julukan AS- akan naik.
"Kalau itu dilakukan, maka yang terjadi adalah rate dari bunga surat utang AS akan naik. Kalau dorong ekonomi terlalu kencang maka inflasi AS akan naik lebih cepat. Itulah yang memuat rate utang AS meningkat dan membuat dolar menguat terhadap mata uang lainnya," katanya.
Beberapa mata uang lain, menurut dia seperti yen dan euro juga terseret oleh penguatan USD. Diterangkan mata uang di Asia juga tidak lepas dari pengaruh keperkasaan USD. "Yen jepang sudah melemah 6%, termasuk Eropa dan Asia juga melemah, Amerika Latin juga melemah termasuk rupiah," pungkasnya.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, volatilitas pasar keuangan dunia terjadi sejak Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS). Arah kebijakan Trump yang masih abu-abu diyakini menjadi alasan fenomena ini terjadi.
"Sebenarnya saya sudah sampaikan sejak Trump terpilih ada volatilitas di pasar keuangan internasional dan menurut kami ini temporer karena belum ada kejelasan arah kebijakan kabinetnya Trump. Ini seperti apa? Apakah seperti yang diucapkan Trump saat kampanye yakni akan mendorong utang pemerintah meningkat, akan digenjot ekonominya?" ujarnya di Surabaya, Kamis (24/11/2016).
Lebih lanjut doa menjelaskan, jika semua wacana kebijakan Trump ketika kampanye tersebut jadi kenyataan maka otomatis AS harus menerbitkan surat utang untuk mendorong perekonomian. Ketika itu terwujud, inflasi di Negara Paman Sam -julukan AS- akan naik.
"Kalau itu dilakukan, maka yang terjadi adalah rate dari bunga surat utang AS akan naik. Kalau dorong ekonomi terlalu kencang maka inflasi AS akan naik lebih cepat. Itulah yang memuat rate utang AS meningkat dan membuat dolar menguat terhadap mata uang lainnya," katanya.
Beberapa mata uang lain, menurut dia seperti yen dan euro juga terseret oleh penguatan USD. Diterangkan mata uang di Asia juga tidak lepas dari pengaruh keperkasaan USD. "Yen jepang sudah melemah 6%, termasuk Eropa dan Asia juga melemah, Amerika Latin juga melemah termasuk rupiah," pungkasnya.
(akr)