Ini Penyebab Kenaikan Upah Buruh di NTT Paling Kecil
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengungkapkan, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2017 di Nusa Tenggara Timur (NTT) paling kecil se-Indonesia. Persentase kenaikannya hanya sebesar 7,02%.
Kasubdit Standarisasi dan Fasilitasi Pengupahan Kemenaker Dinar Tirtus mengatakan, angka itu berada di bawah standar formula yang ditentukan di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. Dalam PP tersebut. UMP 2017 diputuskan naik 8,25% setiap wilayah.
Dinar menjelaskan, rendahnya kenaikan upah ini disebabkan oleh produktivitas buruh di NTT yang masih lesu. Jika dipaksakan sesuai PP 78 maka dikhawatirkan akan merusak perekonomian daerah.
"NTT itu mohon maaf, dia (gubernur) mengaku produktivitas buruh dan ekonomi lambat, enggak mungkin nambah 8,25%. Gubernur tahu, enggak mungkin naik lebih dari itu, dipaksa seperti apa, jatuh itu," ujarnya di Gedung Kemenaker, Jakarta, Senin (28/11/2016).
Menurut dia, formulasi UMP 2017 yang dihitung berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi tetap tidak bisa diterapkan di NTT. Sebab, setiap wilayah memiliki keterbatasan untuk mendorong perekonomiannya.
"Kami menghitung formula dari inflasi dan PDB tapi NTT terlalu rendah. Didorong untuk terlalu tinggi enggak bisa, ditahan, dengan begini NTT juga belum bisa didorong (perekonomiannya)" katanya.
Mirisnya lagi, dia melanjutkan, belum ada sektor unggulan yang bisa menggerakan perekonomian di NTT karena produktivitasnya rendah. Sehingga pengusaha yang ada di sana memiliki keterbatasan dalam mengembangkan bisnis.
"Perusahaan umum saja, enggak ada unggulan. Bayar (buruh) tetap di atas upah minimum tapi kalau dinaikkan lagi upahnya naik tinggi, perusahaan enggak akan mampu bayar," pungkasnya.
Sekedar informasi, UMP Nusa Tenggara Timur (NTT) 2017 di bawah ketentuan PP 78 yang hanya naik sebesar 7,02% dari Rp1.425.000 menjadi Rp1.525.000. Persentase tersebut berada 1,23% di bawah hitungan formula 8,25%.
Kasubdit Standarisasi dan Fasilitasi Pengupahan Kemenaker Dinar Tirtus mengatakan, angka itu berada di bawah standar formula yang ditentukan di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. Dalam PP tersebut. UMP 2017 diputuskan naik 8,25% setiap wilayah.
Dinar menjelaskan, rendahnya kenaikan upah ini disebabkan oleh produktivitas buruh di NTT yang masih lesu. Jika dipaksakan sesuai PP 78 maka dikhawatirkan akan merusak perekonomian daerah.
"NTT itu mohon maaf, dia (gubernur) mengaku produktivitas buruh dan ekonomi lambat, enggak mungkin nambah 8,25%. Gubernur tahu, enggak mungkin naik lebih dari itu, dipaksa seperti apa, jatuh itu," ujarnya di Gedung Kemenaker, Jakarta, Senin (28/11/2016).
Menurut dia, formulasi UMP 2017 yang dihitung berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi tetap tidak bisa diterapkan di NTT. Sebab, setiap wilayah memiliki keterbatasan untuk mendorong perekonomiannya.
"Kami menghitung formula dari inflasi dan PDB tapi NTT terlalu rendah. Didorong untuk terlalu tinggi enggak bisa, ditahan, dengan begini NTT juga belum bisa didorong (perekonomiannya)" katanya.
Mirisnya lagi, dia melanjutkan, belum ada sektor unggulan yang bisa menggerakan perekonomian di NTT karena produktivitasnya rendah. Sehingga pengusaha yang ada di sana memiliki keterbatasan dalam mengembangkan bisnis.
"Perusahaan umum saja, enggak ada unggulan. Bayar (buruh) tetap di atas upah minimum tapi kalau dinaikkan lagi upahnya naik tinggi, perusahaan enggak akan mampu bayar," pungkasnya.
Sekedar informasi, UMP Nusa Tenggara Timur (NTT) 2017 di bawah ketentuan PP 78 yang hanya naik sebesar 7,02% dari Rp1.425.000 menjadi Rp1.525.000. Persentase tersebut berada 1,23% di bawah hitungan formula 8,25%.
(ven)