Dapat Gelar Doktor Honoris Causa, Menteri Susi Orasi Soal Illegal Fishing
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampikan orasi ilmiah bertajuk "Pemberantasan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing: Menegakkan Kedaulatan dan Menjaga Keberlanjutan untuk Kesejahteraan Bangsa Indonesia" pada rapat senat terbuka penganugerahan doktor honoris causa di Kampus Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang.
Dalam orasinya, Susi mengajak masyarakat untuk tetap konsisten menjalankan reformasi tata kelola perikanan di Indonesia. Hal itu tidak terlepas dari peran dan kontribusi Indonesia dalam memberantas illegal fishing yang telah diakui dunia.
Susi mengungkapkan, upaya Indonesia dalam memerangi illegal fishing di tingkat global sudah selayaknya terintegrasi pada suatu sistem sehingga tidak hanya berlaku pada kepemimpinan politik tertentu saja. Menurutnya, Indonesia sebagai negara penghasil sumber daya perikanan bertanggung jawab menjaganya dan negara yang melaksanakan penegakan hukum dengan tegas harus diperkuat tanpa pandang bulu dan adil.
“Upaya yang kita lakukan seyogyanya jangan sampai pandang bulu. Kita harus bisa melakukan penguatan aparat penegakan hukum juga memaksimalkan kerjasama internasional baik bilateral maupun multilateral dan pendayagunaan teknologi," katanya seperti dalam rilis di Jakarta, Sabtu (3/11/2016).
Setelah upaya pemberantasan IUU fishing berhasil menumbuhkan efek jera (deterrent effect), lanjut Susi, peluang pengelolaan perikanan dalam mewujudkan kesejahteraan nelayan terbuka lebar.
"Saat ini, stok ikan semakin banyak dan nelayan Indonesia mulai dapat menikmati kekayaan laut Indonesia sebagai tuan di negeri sendiri, setelah berpuluh-puluh tahun dieksploitasi oleh kapal ikan asing dan eks-asing," imbuh dia.
Meskipun demikian, mantan Bos Susi Air ini menyadari tetap ada tantangan di depan. Dia menilai, tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah saat ini untuk menjadikan laut sebagai masa depan bangsa adalah konsistensi kita dalam melaksanakan reformasi tata kelola perikanan.
"Tantangan terbesar biasanya adalah konsistensi dari elemen pemerintah, akademisi maupun masyarakat. Untuk itu, mari jaga konsistensi kita semua untuk melakukan reformasi tata kelola kelautan dan perikanan," tuturnya.
Adapun reformasi tata kelola yang dilakukan saat ini antara lain menyempurnakan metoda perhitungan stok sumber daya ikan, menyediakan data yang terpercaya, akuntabel, dan terintegrasi, mengoptimalkan perizinan sebagai perangkat pengawasan kepatuhan pemegang izin, mengembangkan proses perizinan yang transparan.
Selain itu, memperbaiki mutu pelayanan perizinan, memperkuat fungsi kontrol pelabuhan, mengoptimalkan keterlibatan masyarakat/multistakeholders dalam pembangunan perikanan serta mengupayakan perlindungan dan penghargaan hak asasi manusia terhadap para pekerja di industri perikanan, termasuk para anak buah kapal (ABK) di kapal perikanan.
Susi juga menilai, saat ini merupakan momentum yang baik bagi lembaga-lembaga perguruan tinggi untuk ikut serta mewujudkan visi besar Indonesia sebagai poros maritim dunia. "Yaitu dengan melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat," tutupnya.
Dalam orasinya, Susi mengajak masyarakat untuk tetap konsisten menjalankan reformasi tata kelola perikanan di Indonesia. Hal itu tidak terlepas dari peran dan kontribusi Indonesia dalam memberantas illegal fishing yang telah diakui dunia.
Susi mengungkapkan, upaya Indonesia dalam memerangi illegal fishing di tingkat global sudah selayaknya terintegrasi pada suatu sistem sehingga tidak hanya berlaku pada kepemimpinan politik tertentu saja. Menurutnya, Indonesia sebagai negara penghasil sumber daya perikanan bertanggung jawab menjaganya dan negara yang melaksanakan penegakan hukum dengan tegas harus diperkuat tanpa pandang bulu dan adil.
“Upaya yang kita lakukan seyogyanya jangan sampai pandang bulu. Kita harus bisa melakukan penguatan aparat penegakan hukum juga memaksimalkan kerjasama internasional baik bilateral maupun multilateral dan pendayagunaan teknologi," katanya seperti dalam rilis di Jakarta, Sabtu (3/11/2016).
Setelah upaya pemberantasan IUU fishing berhasil menumbuhkan efek jera (deterrent effect), lanjut Susi, peluang pengelolaan perikanan dalam mewujudkan kesejahteraan nelayan terbuka lebar.
"Saat ini, stok ikan semakin banyak dan nelayan Indonesia mulai dapat menikmati kekayaan laut Indonesia sebagai tuan di negeri sendiri, setelah berpuluh-puluh tahun dieksploitasi oleh kapal ikan asing dan eks-asing," imbuh dia.
Meskipun demikian, mantan Bos Susi Air ini menyadari tetap ada tantangan di depan. Dia menilai, tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah saat ini untuk menjadikan laut sebagai masa depan bangsa adalah konsistensi kita dalam melaksanakan reformasi tata kelola perikanan.
"Tantangan terbesar biasanya adalah konsistensi dari elemen pemerintah, akademisi maupun masyarakat. Untuk itu, mari jaga konsistensi kita semua untuk melakukan reformasi tata kelola kelautan dan perikanan," tuturnya.
Adapun reformasi tata kelola yang dilakukan saat ini antara lain menyempurnakan metoda perhitungan stok sumber daya ikan, menyediakan data yang terpercaya, akuntabel, dan terintegrasi, mengoptimalkan perizinan sebagai perangkat pengawasan kepatuhan pemegang izin, mengembangkan proses perizinan yang transparan.
Selain itu, memperbaiki mutu pelayanan perizinan, memperkuat fungsi kontrol pelabuhan, mengoptimalkan keterlibatan masyarakat/multistakeholders dalam pembangunan perikanan serta mengupayakan perlindungan dan penghargaan hak asasi manusia terhadap para pekerja di industri perikanan, termasuk para anak buah kapal (ABK) di kapal perikanan.
Susi juga menilai, saat ini merupakan momentum yang baik bagi lembaga-lembaga perguruan tinggi untuk ikut serta mewujudkan visi besar Indonesia sebagai poros maritim dunia. "Yaitu dengan melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat," tutupnya.
(dol)