Pertumbuhan Ekonomi Jepang Kuartal III Turun Tajam
A
A
A
TOKYO - Pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal III 2016 turun tajam dari perkiraan. Melansir dari BBC, Kamis (8/12/2016), ekonomi Jepang sepanjang Juli-September 2016 hanya tumbuh 1,3%. Pertumbuhan ini lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yaitu 2,2%.
Kantor Kabinet Jepang juga mengabarkan bahwa belanja modal turun 0,4% pada kuartal III ini. Namun belanja konsumen meningkat seiring dengan membaiknya sentimen di sektor jasa.
“Belanja modal dan belanja konsumen adalah mesin kembar permintaan domestik. Dan saya tidak yakin bahwa keduanya akan pulih kuat,” ujar ekonom senior di Mizuho Securities, Norio Miyagawa, seperti dilansir CNBC, Kamis (8/12/2016).
Meski demikian, ekonom optimistis bahwa ekspor Jepang akan mengambil bagian di masa depan, menyusul kenaikan nilai dolar AS sejak pemilihan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.
“Dengan dolar yang lebih kuat maka potensi permintaan lebih tinggi di AS. Perusahaan akan ke perencanaan investasi mereka, yang akan mengisi missing link dalam pemulihan Jepang saat ini,” terang Martin Schulze dari Fujitsu Research Institute di Tokyo.
Selama beberapa tahun ini, ekonomi Jepang telah berjuang keras sehingga memunculkan pertanyaan mengenai strategi Perdana Menteri Shinzo Abe dalam menggairahkan kembali ekonomi Jepang.
Abe yang menjabat sejak 26 Desember 2012, meluncurkan program pertumbuhan ekonomi yang meliputi tiga unsur utama. Pertama, memompa lebih banyak uang ke dalam perekonomian. Hal ini ditandai dengan pemberian paket stimulus sebesar ¥7,5 triliun. Kedua, meningkatkan belanja pemerintah dan terakhir pemangkasan birokrasi.
Namun beberapa analis mengatakan masih terlalu dini untuk melihat keberhasilan kebijakan Abe, yang telah dijuluki dengan istilah Abenomics.
Kepala Eksekutif dari Motley Fool Singapura, David Kuo mengatakan, meski pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal III mengecewakan namun adanya Presiden baru AS, dolar yang lebih tinggi, dan yen yang lebih rendah bisa membuat semua yang dibutuhkan untuk ekonomi Jepang kembali seimbang.
Kantor Kabinet Jepang juga mengabarkan bahwa belanja modal turun 0,4% pada kuartal III ini. Namun belanja konsumen meningkat seiring dengan membaiknya sentimen di sektor jasa.
“Belanja modal dan belanja konsumen adalah mesin kembar permintaan domestik. Dan saya tidak yakin bahwa keduanya akan pulih kuat,” ujar ekonom senior di Mizuho Securities, Norio Miyagawa, seperti dilansir CNBC, Kamis (8/12/2016).
Meski demikian, ekonom optimistis bahwa ekspor Jepang akan mengambil bagian di masa depan, menyusul kenaikan nilai dolar AS sejak pemilihan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.
“Dengan dolar yang lebih kuat maka potensi permintaan lebih tinggi di AS. Perusahaan akan ke perencanaan investasi mereka, yang akan mengisi missing link dalam pemulihan Jepang saat ini,” terang Martin Schulze dari Fujitsu Research Institute di Tokyo.
Selama beberapa tahun ini, ekonomi Jepang telah berjuang keras sehingga memunculkan pertanyaan mengenai strategi Perdana Menteri Shinzo Abe dalam menggairahkan kembali ekonomi Jepang.
Abe yang menjabat sejak 26 Desember 2012, meluncurkan program pertumbuhan ekonomi yang meliputi tiga unsur utama. Pertama, memompa lebih banyak uang ke dalam perekonomian. Hal ini ditandai dengan pemberian paket stimulus sebesar ¥7,5 triliun. Kedua, meningkatkan belanja pemerintah dan terakhir pemangkasan birokrasi.
Namun beberapa analis mengatakan masih terlalu dini untuk melihat keberhasilan kebijakan Abe, yang telah dijuluki dengan istilah Abenomics.
Kepala Eksekutif dari Motley Fool Singapura, David Kuo mengatakan, meski pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal III mengecewakan namun adanya Presiden baru AS, dolar yang lebih tinggi, dan yen yang lebih rendah bisa membuat semua yang dibutuhkan untuk ekonomi Jepang kembali seimbang.
(ven)