Apersi Bangun 40 Ribu Unit Rumah Subsidi Sepanjang 2016
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) mengungkapkan, sepanjang 2016 telah merealisasikan 40 ribu unit rumah subsidi dan 10 ribu unit rumah nonsubsidi. Ini dinilai sebagai pencapaian maksimal di tengah kondisi pasar yang kurang bersahabat terkait daya beli.
"Selain itu, kondisi di lapangan juga masih ada kendala. Sehingga, ada beberapa proyek anggota yang tertunda," ujar Ketua Umum Apersi Anton R Santoso di Jakarta, Rabu (28/12/2016).
Menurutnya, terkait kendala yang ada mulai dari ketersediaan tanah atau lahan sebagai bahan baku, kenaikan harganya sangat signifikan karena berkembangnya sebuah kawasan di sekitarnya. Sehingga, tidak mungkin dikembangkan sebagai rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Selain itu, biaya pungutan liar (pungli) pungli juga menjadi momok bagi pengembang rumah subsidi yang juga diikuti lamanya proses perizinan. Terkait kendala ini, kata Anton, sebenarnya pemerintah pusat sudah banyak mengeluarkan regulasi yang mendukung rumah sunsidi namun realisasinya di lapangan tidak seperti yang diharapkan.
"Pemerintah banyak keluarkan regulasi namun PP belum dikeluarkan, sehingga belum bisa diterapkan kebijakan tersebut di lapangan, jadinya seperti setengah hati," ujar dia.
Anton menuturkan, di beberapa daerah, kendala klasik juga masih ditemukan seperti soal listrik. Ada beberapa anggota Apersi yang rumahnya sudah jadi tapi belum dialiri listrik.
Kendala tersebut akan terus disuarakan ke pemerintah agar backlog tidak terus bertambah. Selain ada juga beberapa daerah yang kurang maksimal mendukung program sejuta rumah (PSR) ini.
Sementara pada 2017, pihaknya meyakini akan lebih baik. "Apersi akan punya strategi dalam membangun rumah subsidi dengan cara mensosialisasikan dan mendidik pengembang baru agar mau membangun rumah untuk MBR," tutur Anton.
"Selain itu, kondisi di lapangan juga masih ada kendala. Sehingga, ada beberapa proyek anggota yang tertunda," ujar Ketua Umum Apersi Anton R Santoso di Jakarta, Rabu (28/12/2016).
Menurutnya, terkait kendala yang ada mulai dari ketersediaan tanah atau lahan sebagai bahan baku, kenaikan harganya sangat signifikan karena berkembangnya sebuah kawasan di sekitarnya. Sehingga, tidak mungkin dikembangkan sebagai rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Selain itu, biaya pungutan liar (pungli) pungli juga menjadi momok bagi pengembang rumah subsidi yang juga diikuti lamanya proses perizinan. Terkait kendala ini, kata Anton, sebenarnya pemerintah pusat sudah banyak mengeluarkan regulasi yang mendukung rumah sunsidi namun realisasinya di lapangan tidak seperti yang diharapkan.
"Pemerintah banyak keluarkan regulasi namun PP belum dikeluarkan, sehingga belum bisa diterapkan kebijakan tersebut di lapangan, jadinya seperti setengah hati," ujar dia.
Anton menuturkan, di beberapa daerah, kendala klasik juga masih ditemukan seperti soal listrik. Ada beberapa anggota Apersi yang rumahnya sudah jadi tapi belum dialiri listrik.
Kendala tersebut akan terus disuarakan ke pemerintah agar backlog tidak terus bertambah. Selain ada juga beberapa daerah yang kurang maksimal mendukung program sejuta rumah (PSR) ini.
Sementara pada 2017, pihaknya meyakini akan lebih baik. "Apersi akan punya strategi dalam membangun rumah subsidi dengan cara mensosialisasikan dan mendidik pengembang baru agar mau membangun rumah untuk MBR," tutur Anton.
(izz)