Harga Tanah Masih Jadi Kendala Bangun Rumah Murah
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menyatakan, naiknya harga tahun secara signifikan setiap tahun masih menjadi kendala dalam membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemerintah pun diusulkan dapat menyediakan kawasan khusus untuk rumah murah tersebut.
(Baca: Apersi Bangun 40 Ribu Unit Rumah Subsidi Sepanjang 2016)
Ketua Umum Apersi Anton R Santoso mengatakan, masalah harga tanah jadi hambatan bagi para pengembang yang membangun rumah MBR karena harganya terus meningkat, khususnya di kawasan industri dan kota besar. Padahal, harga rumah hanya naik 5%.
"Sehingga tidak mungkin dikembangkan sebagai rumah subsidi untuk MBR," ujarnya di Jakarta, Rabu (28/12/2016).
Anton menjelaskan, akibat harga tanah, pengembang rumah MBR bersaing dengan pengembang rumah komersial atau untuk masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas. Apalagi kenaikan harga juga sudah dibatasi.
"Membangun rumah MBR harus sesuaikan daerah yang butuh perumahan. Contoh dekat industri dan perkotaan besar soalnya harga tanah semakin melambung. Namun, menyesuaikan PMK untuk kenaikan harga rumah 5%, kondisi sekarang bertarung memperebutkan lahan dengan developer besar," kata dia.
Menurutnya, pemerintah pusat telah mengeluarkan regulasi melalui paket kebijakan ekonomi yang mendukung rumah subsidi. Namun, realisasi di lapangan jauh dari yang diharapkan.
"Pemerintah banyak keluarkan regulasi tapi peraturan pemerintah belum dikeluarkan. Sehingga belum bisa diterapkan kebijakan tersebut di lapangan, jadinya seperti setengah hati," kata Anton.
(Baca: Apersi Bangun 40 Ribu Unit Rumah Subsidi Sepanjang 2016)
Ketua Umum Apersi Anton R Santoso mengatakan, masalah harga tanah jadi hambatan bagi para pengembang yang membangun rumah MBR karena harganya terus meningkat, khususnya di kawasan industri dan kota besar. Padahal, harga rumah hanya naik 5%.
"Sehingga tidak mungkin dikembangkan sebagai rumah subsidi untuk MBR," ujarnya di Jakarta, Rabu (28/12/2016).
Anton menjelaskan, akibat harga tanah, pengembang rumah MBR bersaing dengan pengembang rumah komersial atau untuk masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas. Apalagi kenaikan harga juga sudah dibatasi.
"Membangun rumah MBR harus sesuaikan daerah yang butuh perumahan. Contoh dekat industri dan perkotaan besar soalnya harga tanah semakin melambung. Namun, menyesuaikan PMK untuk kenaikan harga rumah 5%, kondisi sekarang bertarung memperebutkan lahan dengan developer besar," kata dia.
Menurutnya, pemerintah pusat telah mengeluarkan regulasi melalui paket kebijakan ekonomi yang mendukung rumah subsidi. Namun, realisasi di lapangan jauh dari yang diharapkan.
"Pemerintah banyak keluarkan regulasi tapi peraturan pemerintah belum dikeluarkan. Sehingga belum bisa diterapkan kebijakan tersebut di lapangan, jadinya seperti setengah hati," kata Anton.
(izz)