Sri Mulyani Diingatkan Jaga Kredibel APBN 2016
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati diingatkan oleh Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun untuk tetap konsisten dalam memastikan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Bea dan Cukai agar tidak melakukan strategi ijon dalam mengejar penerimaan negara untuk memenuhi APBN 2016.
Lebih lanjut dia menerangkan, hingga hari ini, total penerimaan pajak baru mencapai 78,78%, sementara penerimaan bea cukai baru mencapai 80,62%. Karenanya, Sri Mulyani diingatkan untuk menjauhi cara-cara Ijon dalam penerimaan. Menurutnya, hal ini sesuai dengan kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah yang berkewajiban menjalankan good governance.
"Penerimaan dengan sistem ijon akan merusak sistem APBN dan menyebabkan APBN menjadi tidak kredibel dan lemah kualitasnya dari sisi penerimaan negara dari sektor perpajakan," kata Misbakhun dalam keterangan tertulis di Jakarta.
Menurut Politikus Golkar ini, semangat larangan melakukan ijon oleh Sri Mulyani ini ditujukan kepada Ditjen Perpajakan (DJP) dalam rangka penerimaan pajak, dan untuk Ditjen Bea dan Cukai terkait penerimaan dari cukai rokok.
Dalam Internasional Forum on Economic Development and Publik Policy di Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu, mantan Direktur World Bank itu berjanji akan mengoptimalkan penerimaan dari wajib pajak (WP) yang belum menjalankan kewajibannya.
"Langkah-langkah Menkeu SMI untuk membangun kredibilitas dan kualitas APBN adalah langkah yang bagus dan harus mendapatkan dukungan dari semua jajaran di Kementerian Keuangan," paparnya.
Sebelumnya Sri Mulyani, menegaskan akan mengejar potensi pajak yang belum tergali tersebut, untuk mengejar penerimaan pajak 2016. Pihaknya juga akan masih mengandalkan penerimaan dari sumber-sumber pajak sebelumnya. Sri mengatakan, walau masih butuh pemasukan besar untuk menutupi kekurangan penerimaan pajak 2016, pihaknya tidak akan membabi buta.
"Kami tidak akan berburu di kebun binatang, itu justru nanti akan menciptakan sinyal yang sama sekali tidak produktif. Jangan sampai karena kami ingin meningkatkan penerimaan pajak, sektor ekonomi yang mengalami pelemahan karena faktor global makin tertekan," tegas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.
Lebih lanjut dia menerangkan, hingga hari ini, total penerimaan pajak baru mencapai 78,78%, sementara penerimaan bea cukai baru mencapai 80,62%. Karenanya, Sri Mulyani diingatkan untuk menjauhi cara-cara Ijon dalam penerimaan. Menurutnya, hal ini sesuai dengan kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah yang berkewajiban menjalankan good governance.
"Penerimaan dengan sistem ijon akan merusak sistem APBN dan menyebabkan APBN menjadi tidak kredibel dan lemah kualitasnya dari sisi penerimaan negara dari sektor perpajakan," kata Misbakhun dalam keterangan tertulis di Jakarta.
Menurut Politikus Golkar ini, semangat larangan melakukan ijon oleh Sri Mulyani ini ditujukan kepada Ditjen Perpajakan (DJP) dalam rangka penerimaan pajak, dan untuk Ditjen Bea dan Cukai terkait penerimaan dari cukai rokok.
Dalam Internasional Forum on Economic Development and Publik Policy di Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu, mantan Direktur World Bank itu berjanji akan mengoptimalkan penerimaan dari wajib pajak (WP) yang belum menjalankan kewajibannya.
"Langkah-langkah Menkeu SMI untuk membangun kredibilitas dan kualitas APBN adalah langkah yang bagus dan harus mendapatkan dukungan dari semua jajaran di Kementerian Keuangan," paparnya.
Sebelumnya Sri Mulyani, menegaskan akan mengejar potensi pajak yang belum tergali tersebut, untuk mengejar penerimaan pajak 2016. Pihaknya juga akan masih mengandalkan penerimaan dari sumber-sumber pajak sebelumnya. Sri mengatakan, walau masih butuh pemasukan besar untuk menutupi kekurangan penerimaan pajak 2016, pihaknya tidak akan membabi buta.
"Kami tidak akan berburu di kebun binatang, itu justru nanti akan menciptakan sinyal yang sama sekali tidak produktif. Jangan sampai karena kami ingin meningkatkan penerimaan pajak, sektor ekonomi yang mengalami pelemahan karena faktor global makin tertekan," tegas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.
(akr)