Pencabutan Subsidi Bikin Daya Beli Masyarakat Tergerus

Rabu, 04 Januari 2017 - 20:48 WIB
Pencabutan Subsidi Bikin...
Pencabutan Subsidi Bikin Daya Beli Masyarakat Tergerus
A A A
JAKARTA - Awal tahun 2017 masyarakat kembali mendapat kado pahit dari pemerintah. Pencabutan subsidi listrik terhadap 18,7 juta pelanggan rumah tangga golongan 900 VA, serta kenaikan tarif pengurusan berkas-berkas kendaraan bermotor yang mencapai ratusan persen, bakal menjadi tambahan beban masyarakat di tahun 2017.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyebut berbagai kenaikan itu sebagai bukti jika pemerintah lebih suka mengorbankan masyarakat demi menyelamatkan kepentingannya sendiri. Dia menerangkan dalam dua tahun terakhir pemerintah terus-menerus menaikkan tarif listrik, tiap memasuki awal tahun.

“Akhir tahun 2015, misalnya, pemerintah memaksa para pelanggan rumah tangga golongan 900 VA untuk pindah menjadi golongan 1300 VA. Kini, giliran tarif golongan 900 VA mau dinaikkan juga, tak tanggung-tanggung, hingga 123%, atau lebih dari dua kali lipat. Meskipun dilakukan secara bertahap hingga Mei 2017 nanti, kenaikan itu akan makin menekan daya beli masyarakat," ungkapnya di Jakarta, Rabu (4/1/2017).

Selain pencabutan subsidi listrik, kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) yang berkisar antara 100% hingga 233%, atau lebih dari dua hingga tiga kali lipat menurut Fadli Zon merupakan angka kenaikan yang fantastis. Dia mengkhawatirkan pemerintah melihat persoalan tadi hanya dari sisi penerimaan negara semata, tidak memperhitungkan dampak ekonominya bagi kehidupan masyarakat.

“Kita paham jika realisasi pendapatan negara terus-menerus turun. Kalau kita lihat, realisasi pendapatan negara dari penerimaan perpajakan hanya Rp1.283,6 triliun pada 2016, atau sekitar 83,4% dari target APBN-P 2016. Meski persentasenya lebih besar dari realisasi penerimaan perpajakan pada 2015, yang mencapai 81,5%, namun jangan lupa, realisasi itu disokong oleh kebijakan extraordinary bernama tax amnesty," sambungnya.

Dia menambahkan jika tidak menyertakan hasil tax amnesty hingga periode dua, realisasi penerimaan negara dari sektor perpajakan tahun 2016 dihitung hanya ada di kisaran 73% dari target yang dipatok pemerintah sendiri. Politikus dari partai Gerindra ini menilai hal tersebut menjadi lampu merah bagi pemerintah.

Menurutnya alih-alih mengkoreksi struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), terutama mengkoreksi berbagai proyek infrastruktur yang tidak perlu. Pemerintah justru berusaha mempertahankan struktur anggaran dengan menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan melalui penghapusan berbagai subsidi untuk rakyat tadi.

"Ujungnya, daya beli masyarakat akan semakin tertekan, yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Jangan lupa, tergerusnya daya beli masyarakat merupakan salah satu dari tiga faktor internal yang telah memperlemah perekonomian kita, di luar faktor perlambatan ekonomi dunia dan dicabutnya berbagai subsidi untuk rakyat, terutama subsidi energi, seperti BBM, gas, dan listrik," papar dia.

Ketua Umum DPN HKTI ini juga menerangkan pencabutan subsidi untuk rakyat telah menyebabkan konsumsi sektor rumah tangga hanya tumbuh 5,05%. Padahal konsumsi rumah tangga ini merupakan kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi. Lanjut dia pemerintah seharusnya mendahulukan penyelamatan ekonomi rakyat sebelumnya menyelamatkan keuangan negara.

“Pemerintah seharusnya berkepentingan untuk menyelamatkan daya beli masyarakat dulu, supaya perekonomian bisa tumbuh, baru kemudian berusaha memetik hasilnya. Kalau masyarakat terus-menerus diberi kado pahit, jangan berharap perekonomian kita akan membaik, dan keuangan negara bisa sehat," tegasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1226 seconds (0.1#10.140)