Jokowi Minta Proyek Listrik 35.000 MW Dikalkulasi Ulang
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW) dapat dikalkulasi ulang. Pasalnya, terdapat perhitungan berbeda mengenai praktik yang terjadi di lapangan dengan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.
Jokowi sebelumnya sempat mengatakan bahwa proyek kelistrikan 35.000 MW tidak akan selesai pada 2019. Sementara, kebutuhan listrik di Tanah Air hingga akhir periode kepemimpinannya tersebut hanya sekitar 19.000 MW.
"Hitungan-hitungan sebelumnya memang ini ada kalkulasi, ada perhitungan yang dalam praktik di lapangan, pertumbuhan ekonomi dengan perencanaan mengenai pertumbuhan ekonomi yang kita hitung memang berbeda. Sehingga, saya kira juga perlu dikalkulasi lagi," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Menurutnya, jika proyek 35.000 MW ini rampung pada 2019, maka Indonesia akan memiliki kelebihan kapasitas listrik sebanyak 16.000 MW. Jokowi menilai, kelebihan kapasitas memang tidak masalah asalkan kelebihannya tidak terlalu besar.
"Kalau kelebihan (kapasitas) saya kira juga tidak ada masalah. Tapi, tidak kelebihan yang terlalu banyak," imbuh dia.
Sebab, jika kelebihan kapasitas terlalu besar maka akan terjadi pemborosan di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Untuk diketahui, setiap kelebihan kapasitas 1.000 MW, maka PLN harus membayar sekitar Rp1,8 triliun kepada perusahaan pembangkit.
"Ini akan membuat pemborosan di PLN, karena apapun itu harus kita bayar. Sehingga, cost of money menjadi lebih tinggi," tuturnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menambahkan, saat ini konsumsi listrik per kapita di Indonesia juga masih rendah dibanding negara ASEAN lainnya. Di Vietnam, konsumsi listrik per kapita sudah 1.795 kilowatt hour (kWh), Singapura 9.146 kWh, sementara Indonesia baru sekitar 917 kWh.
"Kalau kita ingin tumbuh lebih cepat lagi, membangun lebih merata lagi di seluruh pelosok tanah air, maka kebutuhan konsumsi listrik akan semakin meningkat," tandas dia.
Jokowi sebelumnya sempat mengatakan bahwa proyek kelistrikan 35.000 MW tidak akan selesai pada 2019. Sementara, kebutuhan listrik di Tanah Air hingga akhir periode kepemimpinannya tersebut hanya sekitar 19.000 MW.
"Hitungan-hitungan sebelumnya memang ini ada kalkulasi, ada perhitungan yang dalam praktik di lapangan, pertumbuhan ekonomi dengan perencanaan mengenai pertumbuhan ekonomi yang kita hitung memang berbeda. Sehingga, saya kira juga perlu dikalkulasi lagi," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Menurutnya, jika proyek 35.000 MW ini rampung pada 2019, maka Indonesia akan memiliki kelebihan kapasitas listrik sebanyak 16.000 MW. Jokowi menilai, kelebihan kapasitas memang tidak masalah asalkan kelebihannya tidak terlalu besar.
"Kalau kelebihan (kapasitas) saya kira juga tidak ada masalah. Tapi, tidak kelebihan yang terlalu banyak," imbuh dia.
Sebab, jika kelebihan kapasitas terlalu besar maka akan terjadi pemborosan di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Untuk diketahui, setiap kelebihan kapasitas 1.000 MW, maka PLN harus membayar sekitar Rp1,8 triliun kepada perusahaan pembangkit.
"Ini akan membuat pemborosan di PLN, karena apapun itu harus kita bayar. Sehingga, cost of money menjadi lebih tinggi," tuturnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menambahkan, saat ini konsumsi listrik per kapita di Indonesia juga masih rendah dibanding negara ASEAN lainnya. Di Vietnam, konsumsi listrik per kapita sudah 1.795 kilowatt hour (kWh), Singapura 9.146 kWh, sementara Indonesia baru sekitar 917 kWh.
"Kalau kita ingin tumbuh lebih cepat lagi, membangun lebih merata lagi di seluruh pelosok tanah air, maka kebutuhan konsumsi listrik akan semakin meningkat," tandas dia.
(izz)