Kontrak PLTGU Jawa 1 Molor, Konsorsium Butuh Penjelasan

Selasa, 10 Januari 2017 - 20:05 WIB
Kontrak PLTGU Jawa 1 Molor, Konsorsium Butuh Penjelasan
Kontrak PLTGU Jawa 1 Molor, Konsorsium Butuh Penjelasan
A A A
JAKARTA - Tertundanya penandatanganan kontrak proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1, dinilai telah berdampak kepada mega proyek listrik 35.000 megawatt (MW) yang diyakini tidak akan selesai sesuai target. Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Fahmy Radhi mengatakan tidak ada alasan untuk mengulur-ulur kontrak PLTGU Jawa 1.

Pasalnya PLN telah mengumumkan pemenang tender, yang menawarkan harga jauh lebih rendah dibandingkan pemenang kedua dan ketiga. "Ini membuktikan, PLN memang mbalelo,” kata Fahmy di Jakarta, Selasa (10/1/2017).

Dia menambahkan perusahaan listrik pelat merah tersebut diminta mengikuti aturan dan melanjutkan penandantanganan kontrak. “PLN harus sadar, bahwa proyek 35 ribu MW adalah proyek Presiden Jokowi. Dengan begitu, tidak boleh mbalelo pada Kementerian ESDM dan pada Presiden,” sambungnya.

Seperti diketahui hingga saat ini teken kontrak dengan pemenang tender belum juga dilakukan, meski seharusnya kontrak sudah ditandatangani paling lambat 45 hari setelah pengumuman pemenang tender, yang jatuh pada pertengahan Desember 2016. Konsorsium Pertamina berada diurutan pertama karena harga listrik yang ditawarkan hanya USD0,055 per kWh.

Harga tersebut jauh lebih murah dibandingkan pemenang kedua, yakni konsorsium Adaro yang menawar USD0,064 per kWh dan konsorsium Mitsubishi USD0,065 per kWh. Fahmy menambahkan imbasnya mundurnya kontrak tentu akan berimbas hingga membuat proyek ini rawan semakin tidak menarik bagi perbankan, lantaran tingkat ketidakpastian semakiin tinggi.

Lanjut dia apalagi karena sampai sekarang belum juga ditentukan Saat Paling Awal (SPA) proyek tersebut. Dan bahkan, proyek itu juga sudah diingatkan oleh ADB. “Bank sama sekali tidak tertarik. Dan semua itu menimbulkan kekacauan-kekacauan dalam proyek ini,” paparnya.

Anggota Komisi VII DPR Kurtubi mengatakan, PLN seharusnya menjelaskan secara terbuka kepada pemenang tender mengenai alasan ketelambatan kontrak. Dan hasil dialog tersebut, menurut dia harus disampaikan seluruhnya kepada publik. Keterbukaan itu penting, agar tidak menduga-duga yang menjadi penyebab keterlambatan.

“Sebaiknya memang PLN membuka secara terang benderang,” kata dia.

Dari hasil dialog, menurutnya akan terlihat, pihak mana yang benar. Namun jika terbukti bahwa ada unsur kesengajaan mengundurkan kontrak dengan alasan yang tidak tepat, maka pemenang pertama bisa mengajukan gugatan. Di sisi lain Kurtubi juga mengingatkan, agar pemerintah turut mengawasi konsultan pelelangan yang bertindak selaku kuasa dalam proses pelelangan proyek tersebut.

Terlebih tidak sekali ini saja procurement agent tersebut, yakni Ernst & Young mengalami kegagalan. Kondisi yang hampir sama, juga pernah terjadi pada proyek 35 ribu MW sebelumnya, yaitu PLTGU Jawa 5. Ketika itu akhirnya membatalkan proses lelang dan justru menunjuk Indonesia Power sebagai pemenang.

“Pemerintah tidak boleh lepas tangan dan harus turut mengawasi konsultan tersebut. Dengan demikian, proyek pembangunan pembangkit bisa terimplementasi dengan baik, sehingga tidak merugikan rakyat. Semoga kejadian ini tidak terulang lagi,” kata Kurtubi.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5819 seconds (0.1#10.140)