Diserang Ulat Grayak, Target Produksi Padi Terancam Gagal
A
A
A
KARAWANG - Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Kadarisman mengaku khawatir dengan serangan hama ulat yang terus meluas. Dia khawatir dengan serangan hama ulat yang mulai tidak terkendali, target produksi padi tahun 2017 ini tidak akan tercapai.
"Dalam sepekan ini memang sawah yang terserang hama ulat grayak terus meluas. Serangan hama ulat grayak terjadi hampir diseluruh kecamatan itu yang membuat kita kewalahan mengatasinya," katanya, Senin (16/1/2017).
Menurut Kadarisman memperkirakan serangan hama ulat itu bukan hanya menyerang ratusan hektare tapi sudah ribuan hektare karena hampir setiap kecamatan mengalami serangan tersebut. Dengan banyaknya serangan hama ulat di setiap kecamatan akan mengganggu target produksi beras di Karawang.
"Saat ini kenaikan populasi ulat grayak memang meningkat signifikan. Kondisi cuaca yang lembab menjadi faktor utama penyebaran ulat itu. Yang membuat saya khawatir ada juga hama lain semacam penggerek dan tikus," katanya
Menurut Kadarisman, serangan ulat grayak di musim tanam rendeng 2017 ini adalah yang paling parah sejak 10 tahun terakhir. "Para petani kita sedang diuji. Padahal dulu ulat grayak tidak pernah ada," terangnya.
Berdasarkan pengamatan, serangan ulat grayak paling parah terjadi di Desa Mekarjaya, Kecamatan Rawamerta, Karawang Utara. Ratusan hektare sawah di sana terancam gagal panen. Menurut pendataan, hama ordo lepidoptera itu merusak hampir 80% sawah di Kecamatan Rawamerta.
"Kami sedang melakukan pendataan luas sawah yang terdampak. Tentu sambil menyebar obat pembasmi ulat grayak secara massal," sambung dia.
Akibat serangan hama ulat grayak ini petani mulai mengeluh karena serangan hama ini membuatnya rugi. Seperti dikeluhkan oleh Juhadi, 50 tahun, petani asal kampung Jamantri, Desa Mekarjaya. Ia sedih lantaran sawahnya yang seluas 50 hektare dan baru ditanam padi sekitar dua bulan diserang oleh ulat grayak. "Saya sudah keluar banyak uang untuk semprot pestisida. Namun hama itu masih tetap tidak terkendali," keluh Juhadi
Hal serupa juga dirasakan Rohati. Petani 47 tahun itu mengaku sudah sangat kerepotan membasmi ulat grayak. Ia dan kelompok petani di Kecamatan Rawamerta, sudah mencoba berbagai metode. “Mulai dari pestisida organik sampai kimia. Bahkan kami semprotkan pestisida dicampur oli bekas. Namun belum ada perubahan," kesalnya.
Di musim tanam ini, Rohati dan Juhadi harus mengeluarkan biaya ekstra akibat serangan ular grayak. Mereka berdua keluar uang Rp40 juta untuk biaya pembasmian hama. "Selain membeli pestisida, kami harus sewa buruh tani selama tiga malam untuk melakukan penyemprotan pestisida,” katanya.
"Dalam sepekan ini memang sawah yang terserang hama ulat grayak terus meluas. Serangan hama ulat grayak terjadi hampir diseluruh kecamatan itu yang membuat kita kewalahan mengatasinya," katanya, Senin (16/1/2017).
Menurut Kadarisman memperkirakan serangan hama ulat itu bukan hanya menyerang ratusan hektare tapi sudah ribuan hektare karena hampir setiap kecamatan mengalami serangan tersebut. Dengan banyaknya serangan hama ulat di setiap kecamatan akan mengganggu target produksi beras di Karawang.
"Saat ini kenaikan populasi ulat grayak memang meningkat signifikan. Kondisi cuaca yang lembab menjadi faktor utama penyebaran ulat itu. Yang membuat saya khawatir ada juga hama lain semacam penggerek dan tikus," katanya
Menurut Kadarisman, serangan ulat grayak di musim tanam rendeng 2017 ini adalah yang paling parah sejak 10 tahun terakhir. "Para petani kita sedang diuji. Padahal dulu ulat grayak tidak pernah ada," terangnya.
Berdasarkan pengamatan, serangan ulat grayak paling parah terjadi di Desa Mekarjaya, Kecamatan Rawamerta, Karawang Utara. Ratusan hektare sawah di sana terancam gagal panen. Menurut pendataan, hama ordo lepidoptera itu merusak hampir 80% sawah di Kecamatan Rawamerta.
"Kami sedang melakukan pendataan luas sawah yang terdampak. Tentu sambil menyebar obat pembasmi ulat grayak secara massal," sambung dia.
Akibat serangan hama ulat grayak ini petani mulai mengeluh karena serangan hama ini membuatnya rugi. Seperti dikeluhkan oleh Juhadi, 50 tahun, petani asal kampung Jamantri, Desa Mekarjaya. Ia sedih lantaran sawahnya yang seluas 50 hektare dan baru ditanam padi sekitar dua bulan diserang oleh ulat grayak. "Saya sudah keluar banyak uang untuk semprot pestisida. Namun hama itu masih tetap tidak terkendali," keluh Juhadi
Hal serupa juga dirasakan Rohati. Petani 47 tahun itu mengaku sudah sangat kerepotan membasmi ulat grayak. Ia dan kelompok petani di Kecamatan Rawamerta, sudah mencoba berbagai metode. “Mulai dari pestisida organik sampai kimia. Bahkan kami semprotkan pestisida dicampur oli bekas. Namun belum ada perubahan," kesalnya.
Di musim tanam ini, Rohati dan Juhadi harus mengeluarkan biaya ekstra akibat serangan ular grayak. Mereka berdua keluar uang Rp40 juta untuk biaya pembasmian hama. "Selain membeli pestisida, kami harus sewa buruh tani selama tiga malam untuk melakukan penyemprotan pestisida,” katanya.
(ven)