Konsorsium Pertamina Dinilai Bisa Selamatkan Proyek PLTGU Jawa 1
A
A
A
JAKARTA - Konsorsium Pertamina dinilai bisa menjadi pihak yang menyelamatkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1, meski isu pembatalan terus mencuat. Pemerhati energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengaku salut dengan komitmen konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz ketika ada pihak yang tidak ingin megaproyek ini berlanjut.
Menanggapi kabar terbaru bahwa konsorsium Pertamina dan PLN telah mendekati kesepahaman, Fahmy memberikan apresiasi. “Dengan perkataan lain, kabar baik ini dapat dijadikan indikasi bahwa Pertamina dan konsorsiumnya telah bersedia menelan semua ongkos akibat terjadinya komplikasi isu teknis komersial ini,” ujar dia di Jakarta, Rabu (18/1/2017).
Lanjut dia menerangkan apabila indikasi tersebut benar, maka salut kepada Pertamina dan kepemimpinannya dalam mengelola para mitra, sehingga mampu menjaga komitmennya untuk tetap memperjuangkan agar megaproyek PLTGU Jawa 1 tetap bisa berjalan dan terjamin keberlanjutannya
"Semua faktor kompleksitas kegagalan megaproyek itu, terutama masalah teknis komersial, lebih disebabkan kecerobohan dan procurement agent-nya dalam menyiapkan dokumen tender yang memenuhi semangat berbisnis yang sehat, profesional dan berimbang (fair)," paparnya.
Dia menambahkan isu kontrak PLTGU yang segera teken, menurutnya perlu dicermati lebih lanjut, apakah hanya sekedar kabar angin atau memang benar. "PLTGU Jawa 1 ini megaproyek yang strategis. Kepentingan nasional sangat besar di megaproyek ini. Jangan sampai isu positif ini hanya bagian dari usaha untuk menjaga citra di depan publik,” sambung dia.
Dijelaskan olehnya, jika dicermati isu yang berkembang di publik saat ini terkait PLTGU Jawa 1 ada dua penyebab utama kekisruhan yang berakar dari masalah bankability dan isu teknis komersial yang tidak kunjung disepakati, meskipun sudah melewati tenggat waktu.
“Hal ini bukan masalah sederhana. Pasti terdapat konsekuensi keekonomian yang sangat signifikan. Pertanyaan berikutnya adalah, apakah kedua pihak akhirnya bersepakat atau ada salah satu yang berkorban?” jelas dia.
Dia menambahkan, PLN dan pihak konsultan, yakni PT Ernst and Young (EY) Indonesia, telah ceroboh dalam hal penyiapan tender yang mengakibatkan bankability issue dan tidak adanya suplai gas. "Suplai gas yang harusnya menjadi tanggungjawab pengembang, tiba-tiba dipisah. Ternyata tidak sanggup mengadakan LNG-nya," terang dia.
Menanggapi kabar terbaru bahwa konsorsium Pertamina dan PLN telah mendekati kesepahaman, Fahmy memberikan apresiasi. “Dengan perkataan lain, kabar baik ini dapat dijadikan indikasi bahwa Pertamina dan konsorsiumnya telah bersedia menelan semua ongkos akibat terjadinya komplikasi isu teknis komersial ini,” ujar dia di Jakarta, Rabu (18/1/2017).
Lanjut dia menerangkan apabila indikasi tersebut benar, maka salut kepada Pertamina dan kepemimpinannya dalam mengelola para mitra, sehingga mampu menjaga komitmennya untuk tetap memperjuangkan agar megaproyek PLTGU Jawa 1 tetap bisa berjalan dan terjamin keberlanjutannya
"Semua faktor kompleksitas kegagalan megaproyek itu, terutama masalah teknis komersial, lebih disebabkan kecerobohan dan procurement agent-nya dalam menyiapkan dokumen tender yang memenuhi semangat berbisnis yang sehat, profesional dan berimbang (fair)," paparnya.
Dia menambahkan isu kontrak PLTGU yang segera teken, menurutnya perlu dicermati lebih lanjut, apakah hanya sekedar kabar angin atau memang benar. "PLTGU Jawa 1 ini megaproyek yang strategis. Kepentingan nasional sangat besar di megaproyek ini. Jangan sampai isu positif ini hanya bagian dari usaha untuk menjaga citra di depan publik,” sambung dia.
Dijelaskan olehnya, jika dicermati isu yang berkembang di publik saat ini terkait PLTGU Jawa 1 ada dua penyebab utama kekisruhan yang berakar dari masalah bankability dan isu teknis komersial yang tidak kunjung disepakati, meskipun sudah melewati tenggat waktu.
“Hal ini bukan masalah sederhana. Pasti terdapat konsekuensi keekonomian yang sangat signifikan. Pertanyaan berikutnya adalah, apakah kedua pihak akhirnya bersepakat atau ada salah satu yang berkorban?” jelas dia.
Dia menambahkan, PLN dan pihak konsultan, yakni PT Ernst and Young (EY) Indonesia, telah ceroboh dalam hal penyiapan tender yang mengakibatkan bankability issue dan tidak adanya suplai gas. "Suplai gas yang harusnya menjadi tanggungjawab pengembang, tiba-tiba dipisah. Ternyata tidak sanggup mengadakan LNG-nya," terang dia.
(akr)