Proyek PLTGU Jawa Diakui Terhambat Isu Bankable

Kamis, 19 Januari 2017 - 21:34 WIB
Proyek PLTGU Jawa Diakui Terhambat Isu Bankable
Proyek PLTGU Jawa Diakui Terhambat Isu Bankable
A A A
JAKARTA - Isu bankable yakni kelayakan pembiayaan oleh perbankan diakui menjadi penghambat dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1. Seperti diketahui hingga kini kontrak antara konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz yang kabarnya menjadi pemenang tender ini dengan PT PLN belum juga terwujud.

Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso, mengatakan rencana pasokan gas untuk PLTGU Jawa 1 belum mencukupi untuk 25 tahun beroperasinya pembangkit. "Pihak kreditur atau pemberi pinjaman kepada konsorsium meminta jaminan yang menyatakan bahwa proyek tersebut akan berjalan," kata dia di Jakarta.

Dalam penjelasannya pada pembahasan perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/ PPA) mengerucut delapan pokok masalah yang sudah dibahas beberapa kali, di antaranya masalah bankability dan suplai gas.

"Soal bankability menjadi konsen sejak awal, karena kalau proyek tidak bankable akan sulit mendapat pendanaan. Isu bankability dan suplai gas ini menjadi isu kritis suksesnya proyek ini," kata dia.

Terpisah, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaen mengatakan, durasi pasokan gas dari PLN tidak mencukupi sepanjang umur proyek 25 tahun.
"Komitmen pasokan gas dari PLN hanya sampai 2035. Ini sesuai amandemen Perjanjian Jual-Beli Gas (PJBG) antara PLN dengan BP Tangguh yang diteken pada 15 Maret 2016. Sedangkan umur megaproyek PLTGU Jawa 1 hingga 2045," kata dia di Jakarta, Kamis (19/1/2017).

Di satu sisi, jelas dia berdasarkan temuan lenders, paling tidak ditemukan lebih dari 90 isu, di mana syarat dan ketentuan (term and condition) tidak sesuai dengan logika bisnis, best practice serta terjadinya inkonsistensi.

"Antarklausul banyak yang tidak align (satu dengan yang lainnya tidak sejalan). Itulah kenapa megaproyek PLTGU Jawa 1 tidak bisa diterapkan (workable) bahkan tidak bankable," kata dia.

Menurutnya diduga ada salah perhitungan dalam hal penentuan kapasitas FSRU pada dokumen tender, mulai dari hal yang basic (mendasar). Menurut dia, dalam tender megaproyek itu PLN menetapkan pasokan LNG untuk PLTGU Jawa 1 berasal dari Tangguh, dengan desain kapasitas kapal yang dapat diterima oleh FSRU ditentukan sebesar 125.000-155.000 m3.

"Berdasarkan requirement tersebut, maka sesuai dengan logika sederhana, kapal LNG yang digunakan untuk membawa LNG dari Terminal Tangguh ke FSRU adalah tidak lebih besar dari 155.000 m3," jelas dia.

Dia menambahkan, sementara dalam lima tahun ke depan, kapal-kapal LNG milik Tangguh sudah tidak ada lagi yang sesuai dengan kapasitas tersebut. "Kapal-kapal LNG Tangguh ke depan akan memiliki kapasitas 170.000 m3. Tentu saja hal ini menjadi contoh yang sangat mudah dicerna oleh publik bahwa bahwa memang proyek ini tidak workable," ujar dia.

Ferdinand berpendapat, tidak hanya sampai di isu kapasitas FSRU, ketidakkompetensian khususnya di sektor LNG, juga berimbas pada miskalkulasi perhitungan kebutuhan kargo LNG. "Pola operasi PLTGU Jawa 1 dengan availability factor 60%, diduga membutuhkan lebih dari 16 kargo yang disiapkan PLN dari Tangguh," ujarnya.

Dengan kata lain, lanjut dia komitmen LNGidak cukup untuk mengoperasikan PLTGU Jawa 1 pada basic pola operasinya, karena dibutuhkan minimal 20 kargo LNG. "Belum lagi kita membahas dari perspektif jangka waktu pasokan LNG dan analisa sistem transportasinya. Hal ini tentu saja menjadi konsen pengembang dan para lenders, dan termasuk isu utama bankability PLTGU Jawa 1," jelasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8979 seconds (0.1#10.140)