IPC Dinilai Belum Serius Pikirkan Nasib TKBM
A
A
A
JAKARTA - Rencana PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) atau IPC melakukan investasi pengembangan pelabuhan yang menghabiskan dana belasan triliun rupiah dinilai belum sejalan dengan perhatian perusahaan BUMN pelabuhan tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM).
Ketua Umum Serikat Tenaga Kerja Bongkar Muat (STKBM) Pelabuhan Tanjung Priok, Nurtakim mengatakan, sulit dibayangkan di pelabuhan dengan keuntungan triliunan rupiah setiap tahun, kehidupan TKBM seolah terus terpinggirkan. Padahal, TKBM merupakan garda terdepan kegiatan bongkar muat di pelabuhan.
"Pelabuhan itu core business-nya bongkar muat. Keuntungan triliunan rupiah diperoleh dari kegiatan bongkar muat. Tentu mengherankan kalau kehidupan TKBM sampai hari ini masih memprihatinkan," kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Senin (23/1/2017).
Dia mencontohkan dalam hal pembayaran upah. Di mana para pekerja TKBM mendapatkan upah harian yang dihitung berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta.
Sebagai pekerja dengan status harian lepas, TKBM dibayar sesuai jumlah hari kerja. Maka, jika mereka tidak bekerja, tidak mendapat upah (no work no pay), padahal volume kerja di konvensional terus menurun.
Harapan meningkatnya perhatian nasib pekerja TKBM makin besar, ketika sejumlah pekerja pelabuhan terpilih sebagai anggota legislatif pusat maupun daerah. Tapi sampai sekarang, kepedulian itu belum diwujudkan.
Semula, Serikat TKBM banyak menaruh harapan pergantian manajemen Pelindo II akan berpengaruh positif terhadap kehidupan TKBM. Persoalan-persoalan yang membelit TKBM bisa diselesaikan di bawah kepemimpinan Dirut Elvyn G Masasya.
Pihaknya menilai, dirut yang baru sepertinya lebih tertarik membahas rencana investasi yang berkali-kali dipaparkan direksi sebelumnya.
"Bukan kami tidak setuju dengan rencana investasi yang digadang-gadang untuk menekan ongkos logistik, tapi kami sebagai garda terdepan pelabuhan juga minta diperhatikan. Kalau bukan sekarang diselesaikan, mau kapan lagi?" ujarnya.
Nurtakim mencatat sejumlah persoalan yang dihadapi pekerja TKBM saat ini yang bermuara pada minimnya kesejahteraan. Misalnya, minimnya pendapatan sebagai akibat volume kerja yang rendah, sistem pengupahan yang kurang layak dibanding keuntungan yang diraih Pelindo II maupun kesempatan meningkatkan skill pekerjaan bongkar muat.
"Mencermati kebijakan Pelindo II satu tahun terakhir ini, terus terang kami jadi ragu," ujar dia.
Ketua Umum Serikat Tenaga Kerja Bongkar Muat (STKBM) Pelabuhan Tanjung Priok, Nurtakim mengatakan, sulit dibayangkan di pelabuhan dengan keuntungan triliunan rupiah setiap tahun, kehidupan TKBM seolah terus terpinggirkan. Padahal, TKBM merupakan garda terdepan kegiatan bongkar muat di pelabuhan.
"Pelabuhan itu core business-nya bongkar muat. Keuntungan triliunan rupiah diperoleh dari kegiatan bongkar muat. Tentu mengherankan kalau kehidupan TKBM sampai hari ini masih memprihatinkan," kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Senin (23/1/2017).
Dia mencontohkan dalam hal pembayaran upah. Di mana para pekerja TKBM mendapatkan upah harian yang dihitung berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta.
Sebagai pekerja dengan status harian lepas, TKBM dibayar sesuai jumlah hari kerja. Maka, jika mereka tidak bekerja, tidak mendapat upah (no work no pay), padahal volume kerja di konvensional terus menurun.
Harapan meningkatnya perhatian nasib pekerja TKBM makin besar, ketika sejumlah pekerja pelabuhan terpilih sebagai anggota legislatif pusat maupun daerah. Tapi sampai sekarang, kepedulian itu belum diwujudkan.
Semula, Serikat TKBM banyak menaruh harapan pergantian manajemen Pelindo II akan berpengaruh positif terhadap kehidupan TKBM. Persoalan-persoalan yang membelit TKBM bisa diselesaikan di bawah kepemimpinan Dirut Elvyn G Masasya.
Pihaknya menilai, dirut yang baru sepertinya lebih tertarik membahas rencana investasi yang berkali-kali dipaparkan direksi sebelumnya.
"Bukan kami tidak setuju dengan rencana investasi yang digadang-gadang untuk menekan ongkos logistik, tapi kami sebagai garda terdepan pelabuhan juga minta diperhatikan. Kalau bukan sekarang diselesaikan, mau kapan lagi?" ujarnya.
Nurtakim mencatat sejumlah persoalan yang dihadapi pekerja TKBM saat ini yang bermuara pada minimnya kesejahteraan. Misalnya, minimnya pendapatan sebagai akibat volume kerja yang rendah, sistem pengupahan yang kurang layak dibanding keuntungan yang diraih Pelindo II maupun kesempatan meningkatkan skill pekerjaan bongkar muat.
"Mencermati kebijakan Pelindo II satu tahun terakhir ini, terus terang kami jadi ragu," ujar dia.
(izz)