Ekspor Harus Menjadi Leading Sektor LPEI
A
A
A
JAKARTA - Paparan detail kinerja Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mendapatkan apresiasi dari Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun. Meski begitu dia khawatir kalau LPEI disuruh mengurusi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) hingga Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Kita tahu, KUR sudah diambil baik oleh bank pemerintah maupun swasta. Jadi, kalua LPEI disuruh keroyok KUR, harus hati-hati,” kata Misbakhun pada rapat dengar pendapat bersama LPEI di Kompleks Parlemen Senayan dalam keterangan resmi, Selasa (31/1/2017).
Menurutnya, LPEI adalah lembaga pembiayaan yang lebih leluasa dan fleksibel dibandingkan dengan perbankan, karena tidak terikat aturan perbankan yang rigid. Pasalnya, LPEI tidak mengacu pada protokol Basel sehingga diharapkan fleksibilitas tersebut bisa menjadi pendorong kepada LPEI untuk memperkuat kinerja ekspor Indonesia.
"LPEI harus banyak membiayai UMKM yang beriorientasi ekspor sehingga kuat dan menjadi andalan penghasil devisa. Selain menciptakan lapangan pekerjaan dan menumbuhkan ekonomi secara regional," sambung dia.
Selain itu, penugasan kepada LPEI terhadap pasar ekspor non tradisional market terhadap hasil industri BUMN, seperti PT. KAI dan PT. PAL perlu perhatian khusus karena menyangkut produk strategis yang memperkuat industri di dalam negeri yang dikelola oleh BUMN. Untuk itu, lanjut dia penyertaan modal negara (PMN) sebesar 2 triliun untuk LPEI masih terlalu kecil dan kurang besar.
Hal ini mengingat pasar non tradisional tersebut kalau dikerjakan akan membuka pasar baru yang sangat potensial secara jangka panjang dan menghasilkan devisa. Tetapi menurut dia investasi pemerintah harus signifikan karena hasilnya akan sepadan dari sisi devisa. “Jangan sampai LPEI mendorong ekspor, tapi tidak menjadi leading sektor. Sebab, fokus Bapak (Susiwijono) kan mendorong ekspor,” tegas dia
“Kita tahu, KUR sudah diambil baik oleh bank pemerintah maupun swasta. Jadi, kalua LPEI disuruh keroyok KUR, harus hati-hati,” kata Misbakhun pada rapat dengar pendapat bersama LPEI di Kompleks Parlemen Senayan dalam keterangan resmi, Selasa (31/1/2017).
Menurutnya, LPEI adalah lembaga pembiayaan yang lebih leluasa dan fleksibel dibandingkan dengan perbankan, karena tidak terikat aturan perbankan yang rigid. Pasalnya, LPEI tidak mengacu pada protokol Basel sehingga diharapkan fleksibilitas tersebut bisa menjadi pendorong kepada LPEI untuk memperkuat kinerja ekspor Indonesia.
"LPEI harus banyak membiayai UMKM yang beriorientasi ekspor sehingga kuat dan menjadi andalan penghasil devisa. Selain menciptakan lapangan pekerjaan dan menumbuhkan ekonomi secara regional," sambung dia.
Selain itu, penugasan kepada LPEI terhadap pasar ekspor non tradisional market terhadap hasil industri BUMN, seperti PT. KAI dan PT. PAL perlu perhatian khusus karena menyangkut produk strategis yang memperkuat industri di dalam negeri yang dikelola oleh BUMN. Untuk itu, lanjut dia penyertaan modal negara (PMN) sebesar 2 triliun untuk LPEI masih terlalu kecil dan kurang besar.
Hal ini mengingat pasar non tradisional tersebut kalau dikerjakan akan membuka pasar baru yang sangat potensial secara jangka panjang dan menghasilkan devisa. Tetapi menurut dia investasi pemerintah harus signifikan karena hasilnya akan sepadan dari sisi devisa. “Jangan sampai LPEI mendorong ekspor, tapi tidak menjadi leading sektor. Sebab, fokus Bapak (Susiwijono) kan mendorong ekspor,” tegas dia
(akr)