Proteksionisme Ancam Zona Ekonomi Eropa
A
A
A
LONDON - Proteksionisme atau kebijakan ekonomi yang anti-globalisasi semakin berkibar di Eropa. Diantaranya Perancis, Belanda, dan Jerman. Dalam survei yang dilakukan kantor berita Reuters, meningkatnya gelombang proteksionisme kini mengancam zona ekonomi Eropa.
Melansir Reuters, Rabu (15/2/2017), proteksionsime di Eropa membuat ketiga negara tadi akan meniru Inggris yang bercerai dengan Uni Eropa alias Brexit. “Pihak populis (proteksionisme) kini mendapatkan banyak dukungan dan ini bisa mengganggu ketenangan pasar,” kata Simon Wells, kepala ekonom Eropa di HSBC.
Wells menilai sejatinya kondisi pasar keuangan dan pasar saham seluruh dunia dalam keadaan positif. Bahkan dalam survei terbaru yang diambil 9-15 Februari menunjukkan zona ekonomi Eropa diperkirakan tumbuh 0,4%.
Meski demikian, kondisi perekonomian Eropa yang melambat membuat kawasan ini mendapat tekanan. Dan dalam beberapa pekan terakhir, mata uang euro telah berada di bawah tekanan seiring pemilihan Presiden Prancis.
Jajak pendapat terbaru menunjukkan, pemimpin sayap kanan dari Front Nasional, Marine Le Pen memenangkan putaran pertama pemilihan. Meski demikian, ia masih bersaing dengan Francois Fillon dari Partai Konservatif di putaran kedua.
Seiring itu, dalam survei yang dilakukan, sejauh ini nama Le Pen masih tertinggal dari pesaingnya. Sekitar 90% dari 42 ekonom menjawab bahwa Pemimpin Partai Front Nasional itu sulit untuk memenangkan kursi presiden.
Namun ekonom senior di Fathom, Florian Baier mengatakan jangan terpatok kepada survei. “Jajak pendapat terbaru menunjukkan Nyonya Le Pen masih tertinggal, namun jajak pendapat telah salah dalam memperkirakan Brexit dan kemenangan Donald Trump,” ujarnya.
Dan menurut Fathom, zona ekonomi Eropa sekarang kekurangan momentum untuk menahan derasnya perubahan politik besar di Benua Biru. “Memang bukan skenario yang kami inginkan jika dia (Le Pen) menang, tapi kemungkinan dia menang juga tinggi. Dan jika Le Pen menang maka itu akhir dari kawasan Uni Eropa seperti yang kita kenal saat ini”.
Le Pen sendiri mengatakan jika Front Nasional memenangkan pemilu Prancis, ia berjanji mengadakan referendum dalam waktu enam bulan, meninggalkan Uni Eropa dan tidak lagi menggunakan euro. Le Pen akan memperkenalkan kembali franc sebagai mata uang utama negaranya.
Kondisi serupa juga terjadi di Belanda, Italia, dan Jerman. Kelompok sayap kanan ingin meninggalkan zona euro dan keluar dari Uni Eropa.
Melansir Reuters, Rabu (15/2/2017), proteksionsime di Eropa membuat ketiga negara tadi akan meniru Inggris yang bercerai dengan Uni Eropa alias Brexit. “Pihak populis (proteksionisme) kini mendapatkan banyak dukungan dan ini bisa mengganggu ketenangan pasar,” kata Simon Wells, kepala ekonom Eropa di HSBC.
Wells menilai sejatinya kondisi pasar keuangan dan pasar saham seluruh dunia dalam keadaan positif. Bahkan dalam survei terbaru yang diambil 9-15 Februari menunjukkan zona ekonomi Eropa diperkirakan tumbuh 0,4%.
Meski demikian, kondisi perekonomian Eropa yang melambat membuat kawasan ini mendapat tekanan. Dan dalam beberapa pekan terakhir, mata uang euro telah berada di bawah tekanan seiring pemilihan Presiden Prancis.
Jajak pendapat terbaru menunjukkan, pemimpin sayap kanan dari Front Nasional, Marine Le Pen memenangkan putaran pertama pemilihan. Meski demikian, ia masih bersaing dengan Francois Fillon dari Partai Konservatif di putaran kedua.
Seiring itu, dalam survei yang dilakukan, sejauh ini nama Le Pen masih tertinggal dari pesaingnya. Sekitar 90% dari 42 ekonom menjawab bahwa Pemimpin Partai Front Nasional itu sulit untuk memenangkan kursi presiden.
Namun ekonom senior di Fathom, Florian Baier mengatakan jangan terpatok kepada survei. “Jajak pendapat terbaru menunjukkan Nyonya Le Pen masih tertinggal, namun jajak pendapat telah salah dalam memperkirakan Brexit dan kemenangan Donald Trump,” ujarnya.
Dan menurut Fathom, zona ekonomi Eropa sekarang kekurangan momentum untuk menahan derasnya perubahan politik besar di Benua Biru. “Memang bukan skenario yang kami inginkan jika dia (Le Pen) menang, tapi kemungkinan dia menang juga tinggi. Dan jika Le Pen menang maka itu akhir dari kawasan Uni Eropa seperti yang kita kenal saat ini”.
Le Pen sendiri mengatakan jika Front Nasional memenangkan pemilu Prancis, ia berjanji mengadakan referendum dalam waktu enam bulan, meninggalkan Uni Eropa dan tidak lagi menggunakan euro. Le Pen akan memperkenalkan kembali franc sebagai mata uang utama negaranya.
Kondisi serupa juga terjadi di Belanda, Italia, dan Jerman. Kelompok sayap kanan ingin meninggalkan zona euro dan keluar dari Uni Eropa.
(ven)