Negara Ini Tak Akan Pernah Jatuhkan Sanksi ke Rusia meski Ditekan UE
loading...
A
A
A
BEOGARD - Serbia tidak akan pernah menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, meskipun ada tekanan besar-besaran dari Uni Eropa (UE) . Hal ini disampaikan oleh Menteri Nenad Popovich yang mengawasi kerja sama ekonomi internasional Beograd.
Seperti dilansir RT, Popovich mengklarifikasi bahwa Brussels telah menuntut bahwa, jika ingin bergabung dengan Uni Eropa, Beograd harus menjauh dari Moskow.
Setelah pecahnya perang Ukraina pada Februari 2022, pemerintah Serbia menyatakan bahwa, meskipun mendukung integritas teritorial Ukraina, mereka tidak akan membatasi ekonomi pada Rusia, mengingat hubungan yang erat secara historis antara kedua negara Slavia tersebut.
Dalam sebuah wawancara dengan Vedomosti Rusia, Popovich mengatakan, bahwa Serbia menerapkan kebijakan luar negeri multi-vektor, mengembangkan kerja sama dengan Eropa, Asia dan dunia Islam. Pada saat yang sama, aksesi ke Uni Eropa tetap menjadi prioritas bagi negara Balkan, mengingat bahwa negara itu dikelilingi di semua sisi oleh negara-negara anggota atau negara kandidat.
Namun, Menteri Popovich berpendapat bahwa Uni Eropa tidak memperlakukan Serbia dengan cara yang sama seperti calon lainnya. Dia mengutip prasyarat Brussels bahwa Beograd harus menjatuhkan sanksi terhadap Rusia dan menghentikan kerja sama dengan negara itu, yang menurutnya sama sekali tidak dapat diterima.
"Moskow tidak perlu khawatir, Serbia tidak akan pernah menjatuhkan sanksi (ekonomi)... Tidak ada tekanan, bahkan jikapun ada konstan dan kuat, tidak akan mengubah (sikap Beograd)," ungkap pejabat Serbia itu menekankan.
Dia juga menjelaskan, bahwa "sebagian besar penduduk kami menentang sanksi apa pun terhadap Rusia, seperti yang dikonfirmasi oleh jajak pendapat baru-baru ini."
Penentang langkah-langkah semacam itu bisa mencapai 90%, tambahnya.
Popovich yang ikut mengetuai komite antarpemerintah Rusia-Serbia untuk perdagangan, ekonomi, dan kerja sama ilmiah, juga mengatakan, bahwa kedua negara telah meningkatkan perdagangan bilateral secara signifikan, mencapai USD4,28 miliar pada tahun 2022. Termasuk di dalamnya beberapa proyek pada sektor-sektor seperti energi, infrastruktur, dan inovasi.
Menurut menteri, hubungan ekonomi ini didasarkan pada ikatan politik yang mendalam, dengan Rusia yang mendukung Serbia dalam hal-hal penting, seperti masalah Kosovo. "Hubungan kami strategis dan bersahabat," pungkas Popovich.
Pada bulan April, Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengatakan bahwa terlepas dari tekanan eksternal dan bahkan "pemerasan", sikap yang diadopsi oleh Beograd "delapan hari setelah dimulainya konflik Ukraina tetap berlaku hingga saat ini," seperti dikutip oleh TASS.
"Serbia memang kecil dalam ukuran dan populasi, tetapi besar hatinya, dan sangat besar secara harfiah raksasa, dalam hal kenegaraan," katanya pada saat itu.
Seperti dilansir RT, Popovich mengklarifikasi bahwa Brussels telah menuntut bahwa, jika ingin bergabung dengan Uni Eropa, Beograd harus menjauh dari Moskow.
Setelah pecahnya perang Ukraina pada Februari 2022, pemerintah Serbia menyatakan bahwa, meskipun mendukung integritas teritorial Ukraina, mereka tidak akan membatasi ekonomi pada Rusia, mengingat hubungan yang erat secara historis antara kedua negara Slavia tersebut.
Dalam sebuah wawancara dengan Vedomosti Rusia, Popovich mengatakan, bahwa Serbia menerapkan kebijakan luar negeri multi-vektor, mengembangkan kerja sama dengan Eropa, Asia dan dunia Islam. Pada saat yang sama, aksesi ke Uni Eropa tetap menjadi prioritas bagi negara Balkan, mengingat bahwa negara itu dikelilingi di semua sisi oleh negara-negara anggota atau negara kandidat.
Namun, Menteri Popovich berpendapat bahwa Uni Eropa tidak memperlakukan Serbia dengan cara yang sama seperti calon lainnya. Dia mengutip prasyarat Brussels bahwa Beograd harus menjatuhkan sanksi terhadap Rusia dan menghentikan kerja sama dengan negara itu, yang menurutnya sama sekali tidak dapat diterima.
"Moskow tidak perlu khawatir, Serbia tidak akan pernah menjatuhkan sanksi (ekonomi)... Tidak ada tekanan, bahkan jikapun ada konstan dan kuat, tidak akan mengubah (sikap Beograd)," ungkap pejabat Serbia itu menekankan.
Dia juga menjelaskan, bahwa "sebagian besar penduduk kami menentang sanksi apa pun terhadap Rusia, seperti yang dikonfirmasi oleh jajak pendapat baru-baru ini."
Penentang langkah-langkah semacam itu bisa mencapai 90%, tambahnya.
Popovich yang ikut mengetuai komite antarpemerintah Rusia-Serbia untuk perdagangan, ekonomi, dan kerja sama ilmiah, juga mengatakan, bahwa kedua negara telah meningkatkan perdagangan bilateral secara signifikan, mencapai USD4,28 miliar pada tahun 2022. Termasuk di dalamnya beberapa proyek pada sektor-sektor seperti energi, infrastruktur, dan inovasi.
Menurut menteri, hubungan ekonomi ini didasarkan pada ikatan politik yang mendalam, dengan Rusia yang mendukung Serbia dalam hal-hal penting, seperti masalah Kosovo. "Hubungan kami strategis dan bersahabat," pungkas Popovich.
Pada bulan April, Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengatakan bahwa terlepas dari tekanan eksternal dan bahkan "pemerasan", sikap yang diadopsi oleh Beograd "delapan hari setelah dimulainya konflik Ukraina tetap berlaku hingga saat ini," seperti dikutip oleh TASS.
"Serbia memang kecil dalam ukuran dan populasi, tetapi besar hatinya, dan sangat besar secara harfiah raksasa, dalam hal kenegaraan," katanya pada saat itu.
(akr)